Share

BINGUNG DIPANGGIL MAMA TERUS

Author: bonanzalalala
last update Last Updated: 2024-01-26 14:50:17

"Ma, makan ini," Rafa menyuapkan roti isinya ke mulut Riana.

"Ma!" Riana tergelagap dari lamunannya.

"Oh, iya, Rafa. Ada apa?"

"Makan ini," Rafa masih setia menyuapkan roti isinya ke mulut Riana.

"Haem," Riana memasang wajah bahagia sambil mengunyah roti pemberian Rafa.

"Enak, Ma?"

"Iya. Enak. Mama suka," Riana terus memasang wajah senyum. Padahal hatinya sedang gundah gulana.

Sudah hampir dua minggu dirinya tak menemui ibunya di rumah sakit. Padahal, tiap sore atau malam, dia pasti mengunjungi ibunya. Riana ingin sekali bisa keluar dari rumah ini. Lari keluar dan menuju rumah sakit menemui ibunya.

Ibu, maafin Riana….

Rafa yang sedari tadi menangkap raut sendu Riana jadi ikut sedih. Akan tetapi, bocah itu tak tahu apa yang terjadi pada Riana.

"Mama kenapa sedih?" akhirnya Rafa melontarkan rasa penasarannya.

Riana hanya menoleh. Sesaat dirinya bingung kenapa Rafa bisa bertanya seperti itu padanya.

"Mama dari tadi cuma hembusin napas doang. Makanan di piring nggak dimakan sama sekali. Mama kenapa? Mama masih sakit?" tanya Rafa penuh kekhawatiran.

Memang Riana sempat sakit beberapa hari karena stres. Ya, bagaimana mungkin seseorang masih bisa sehat setelah tahu bahwa dirinya terlilit hutang segitu besar. Terlebih lagi hutang itu bukanlah hutang yang diambil olehnya, melainkan oleh ayahnya yang entah tak jelas rimbanya sekarang.

"Ma-Mama sehat kok. Rafa mau Mama suapin?" Riana langsung mengambil sendoknya dan mulai menyuapi Rafa dengan sayuran yang ada di piring.

"Ng… Rafa nggak suka sayur bayam," tolak Rafa sambil menunduk.

"Kenapa nggak suka? Nanti Rafa gampang sakit lho. Terus nggak bisa kuat kayak Popeye," bujuk Riana. Ya, anak kecil memang rata-rata sangat pemilih soal makanan. Apalagi jika menyangkut soal sayuran.

"Siapa Popeye? Rafa nggak kenal," respon Rafa polos. " Lebih kuat mana sama Om David?"

Riana terdiam. Menyadari kesalahannya bahwa anak zaman sekarang tak mungkin tahu kartun Popeye yang dulu sangat populer di masa kecilnya.

"Lebih kuat, Om," sahut David usai menyelesaikan sarapannya. " Makan sayurmu. Nanti bisa mati kalau nggak makan sayur."

"Mati?"

"Iya. Kurang sayur bikin susah buang air besar. Nanti kamu mati kalau nggak bisa buang air besar," lanjut David santai.

Riana tahu penjelasan David itu benar. Namun, apa itu baik menjelaskan hal semacam itu pada anak kecil.

"Ma! Sini! Rafa mau makan sayurnya. Rafa nggak mau mati," rengek bocah itu secepat kilat. " Buruan Ma! Rafa nggak mau mati! Nanti Rafa nggak bisa sama Mama kalau Rafa mati!"

Ternyata berhasil. Rafa memakan dengan lahap sayur bayam yang disuapkan oleh Riana. Tak ada sisa satupun. Laki-laki ini cukup pandai mendidik anak kecil rupanya. Meski caranya memang aneh, batin Riana.

"Rafa udah kenyang," bocah itu tampak lega dan memegangi perutnya.

"Bagus. Sekarang mandi sama Mbok Shinta. Habis itu sekolah," perintah David yang langsung diiyakan oleh bocah cilik itu.

Riana pun ikut beranjak mengekori Rafa. Sudah jadi kesehariannya mengikuti kemanapun Rafa pergi.

"Tunggu! Kamu duduk dulu," David menghentikan langkah Riana.

"Hmm, iya?" Riana masih belum terbiasa dengan David. Pandangan Riana selalu tertunduk saat mengobrol dengan pria itu. Rasa takut Riana tak bisa dibendung.

"Masih sakit?" David melontarkan pertanyaan yang sama seperti Rafa.

"Ng-nggak. Aku sehat kok," jawab Riana tergagap. Suaranya masih bergetar karena takut.

"Jangan buat Rafa khawatir. Jika ada masalah, langsung bilang saja padaku."

Masalah? Tentu saja ada. Sedari awal mereka bertemu, semua ini sudah menjadi masalah bagi Riana. Namun, Riana akan mati jika mengatakan unek-uneknya secara gamblang.

Daripada mati sia-sia, bagaimana kalau mencoba peruntungan? pikir Riana.

Dengan tangan gemetar, Riana memberanikan diri bertanya," Hmm, apa... apa aku boleh ke rumah sakit? Ibuku dirawat di sana. Aku sudah lama nggak mengunjunginya. Aku takut ibuku khawatir."

"Hanya itu?"

Tanpa sadar Riana mendongakkan kepala hingga pandangannya bertemu dengan mata David yang tajam. Dia sangat kaget saat itu juga karena mata pria itu sangat tajam.

"Nanti Joni akan menemanimu. Kamu bisa ke sana usai Rafa pulang sekolah."

Riana tak menyangka akan mendapat izin semudah itu dari David. Jika tahu seperti ini, seharusnya sedari awal saja Riana memberanikan diri memohon pada pria bermata tajam itu.

"Te-terima kasih," sahut Riana lega dan bahagia.

"Jangan coba-coba kabur. Aku bisa membunuh ibumu kalau kamu kabur. Mengerti?" pesan David dengan nada mengancam.

"Iya. Aku nggak akan kabur. Kamu bisa percaya padaku," Riana menatap David dengan penuh kesungguhan.

"Ya. Pergi sana. Rafa sudah menunggu," David menyudahi percakapannya dengan Riana.

Tanpa banyak bicara, Riana langsung berjalan pergi keluar ruang makan. Diam-diam ekor mata David mengikuti gerak tubuh Riana hingga bayangannya tak lagi tertangkap lensa matanya.

"Dasar," gumam David perlahan.

Riana tak bisa menahan rasa bahagianya. Hari ini akhirnya dia bisa menemui ibunya di rumah sakit. Setelah semua hal buruk yang menimpa dirinya, setidaknya dia ingin melihat dan memeluk ibunya. Walaupun sangat tidak mungkin bagi dirinya untuk menceritakan semua kisah buruk yang sudah dialaminya. Riana tak ingin membuat ibunya khawatir. Apalagi ibunya menderita penyakit jantung. Akan lebih baik jika dirinya yang menanggung semua bara nestapa ini sendirian. Minimal fisiknya yang sehat bisa tetap bertahan.

"Mama cantik," puji Rafa sambil naik ke pangkuan Riana saat mereka berada dalam mobil. Padahal, hari ini dia berbusana seperti biasa. Tidak memakai make up juga.

"Mama cantik kalau senyum," lanjut Rafa membuat Riana gemas.

Sebenarnya Riana masih belum paham kenapa bocah di pangkuannya itu terus memanggilnya dengan sebutan 'mama'. Apalagi sejak awal bertemu Riana sudah salah menduga. Dari mengira bocah itu hantu sampai anak dari penghutang yang sedang diculik. Tak pernah dinyana kalau bocah itu malah keponakan David, si pria preman itu.

Tentang alasan dirinya dipanggil 'mama', Riana memutuskan menunggu penjelasan dari David saja. Dia tak mau ambil pusing soal itu. Lagipula pekerjaan aneh ini semata-mata untuk membayar hutang ayahnya yang brengsek itu. Haaaah, Riana ingin sekali memukul ayahnya dengan palu. Membiarkannya mati berdarah-darah. Setelah pergi meninggalkan dirinya dan ibunya, sekarang malah terlihat hutang yang nyaris membuat dirinya dijual jadi wanita penghibur. Untung saja ada malaikat kecil penolongnya.

Rafa….

Rafa berguling-guling tak jelas di pangkuan Riana. Sesekali mendusel ke dalam perutnya. Membuat Riana geli. Lucunya, Riana tersenyum sambil mengusap-usap rambut Rafa.

Riana memutuskan tutup mata terkait alasan dirinya dipanggil 'mama'. Bocah lucu ini pasti punya alasan kuat. Riana tak ingin membuat harapan Rafa kandas dengan menekan bahwa dia bukan mamanya. Riana hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan balas budi pada malaikat kecilnya itu.

"Kita sudah sampai," Joni memarkirkan mobil.

Riana segera menggandeng Rafa keluar mobil. Langkahnya semakin ringan saat berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Biasanya dia selalu sedih dan merasa berat hati jika harus melangkah ke rumah sakit sendirian. Akan tetapi, hari ini berbeda. Dia akan berjumpa dengan ibunya yang sudah lama tak dijenguk. Riana berharap ibunya akan baik-baik saja selama dirinya tak ada.

"Kamu mau ke mana? Arahnya ke sini" Joni menghentikan langkah Riana.

"Tapi kamar ibuku di sana," Riana menunjuk ke arah lain.

"Sudah ikuti aku saja," beritahu Joni setengah membentak.

Riana bingung. Namun, dia tak bisa juga melawan perintah Joni. Ah, ikuti saja sebentarlah, Riana sudah capek juga jika harus berdebat yang jelas bahwa dirinya akan kalah.

Joni membawa Riana memasuki ruangan pasien VIP. Mulut Riana melongo melihat ibunya ada di dalam ruangan itu.

Siapa yang sudah memindah ibunya di ruang itu? Biayanya pasti akan semakin membengkak! Riana ingin terjun dari jendela sekarang juga!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   NGGAK MASALAH PUNYA ADIK

    "Pagi, Rafa!" Riana menyapa dengan hangat. Jalan pagi berdua dengan David membuat mood Riana naik drastis.Rafa yang baru keluar kamar tertegun menatap mamanya yang tampak bersemangat. Sudah hampir sebulanan mamanya tampak lesu seperti orang tak ingin hidup. Kata Mbok Shinta, itu karena adiknya tak jadi lahir. Calon adiknya di perut mamanya menghilang dan gara-gara itu mamanya jadi sedih.Mendengar kabar itu, Rafa juga sedih. Tapi, mamanya sudah sangat sedih. Jadi, dia memutuskan untuk tidak tampak bersedih dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan lebih mandiri. Intinya, Rafa bertekad lebih mandiri dan tidak bergantung pada mamanya agar tidak menambah duka dan beban pikiran mamanya."Udah mandi? Mau Mama mandiin?" tanya Riana dengan senyum cerah."Mama lagi seneng ya?" tanya balik Rafa. Hatinya ingin memastikan mamanya memang baik-baik saja.Riana tersipu malu sambil memegangi pipinya," Hehehe, senenglah. Kan lihat Rafa pagi ini."Rafa semakin melongo dengan tingkah aneh mamanya itu.

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   THANK YOU FOR LOVING ME (RIANA POV)

    Dulu, saat bangun dari tidur, aku selalu takut melihat ke sisiku karena ada dirimu di sana. Aku sangat takut. Tiap kali berdua denganmu, jantungku seperti berhenti berdetak. Pikiranku selalu berdoa agar suatu saat bisa terlepas darimu.Nyatanya, setelah waktu berlalu. Aku malah berharap selalu bisa berada di sisimu. Hatiku selalu merasa lebih tenang, jika kamu bersamaku.Seperti saat ini. Waktu pagi datang. Kedua kelopak mataku terbuka. Aku langsung menoleh ke samping, mencarimu. Senyumku otomatis berkembang saat indera penglihatanku menangkap bayang dirimu ada di sisiku.Sudah banyak hal yang kami lalui bersama. Suka duka menjalani kehidupan sehari-hari yang terasa seperti naik roller coaster. Aneh. Sejujurnya aku takut naik roller coaster dan tentunya kehidupan seperti roller coaster saat bersama denganmu juga membuat jantungku tak bisa berdetak tenang barang sesaat. Namun, semuanya tak terasa menakutkan saat bersamamu.Memang ada kalanya kesedihan yang teramat menyakitkan membuatku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KENAKALAN DI BIOSKOP

    Ekor mata Riana melirik-lirik gugup ke arah David. Dia tak berani langsung menoleh. Apalagi sekarang adegan panas di layar sedang berjalan.Masih terus melirik-lirik, Riana pura-pura mengambil popcorn yang ada di antara dirinya dan David. Tentu dengan pikiran agar terlihat natural. Namun, jari-jarinya tak bisa menemukan tempat popcorn yang diinginkannya."Kok? Harusnya kan di sini?" gumam Riana. Niatnya pun berubah. Jari-jarinya bergerak menelusuri sekitaran tubuh David. Bodohnya, dia melakukannya sambil tetap melirik. Tidak langsung menoleh."Eh? Kok? Menonjol?" Riana terkaget lalu akhirnya menoleh. Tampak David sudah berdeham-deham saja menatap ke arahnya.Kedua mata Riana membelalak lebar. Gara-gara asal meraba saat mencari popcorn, jarinya malah memegang junior David. Bukan popcorn yang dia cari!"Maaf, David!" buru-buru Riana menarik kembali tangannya. Mukanya sangat panas. Bahkan, suhu dingin AC di bioskop tak bisa meredam hawa panas yang menjalari wajahnya. Yang bisa Riana laku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KAMU PIKIR AKU GENTONG?

    Sepulang dari menjenguk Risa, David mengajak Riana makan. Dia membelokkan mobilnya ke arah Cihampelas Mall."Kok ke mall?" Riana menatap David bingung."Ke Mujigae. Kamu suka korea-koreaan kan?""Hmm, iya sih. Tapi, kamu doyan?""Kalau sama kamu mah, apa saja bisa jadi enak. Yang penting kamu makannya banyak. Oke?" David membuka pintu mobil lalu keluar. Setelah itu, dia berlari ke tempat Riana berada untuk membukakan pintu mobil buat Riana."Makasih," Riana memegangi erat jemari David sambil melangkah keluar mobil.David terus menggandeng tangan Riana sampai tiba di tempat makan. Dia memesan hampir semua aneka makanan di buku menu yang disediakan oleh pramusaji."David! Siapa yang mau makan itu semua?" Riana melongok pada tab menu pemesanan yang diklik oleh David. Matanya membelalak melihat banyaknya makanan yang David pilih."Kamu. Tugasmu sekarang makan banyak," David menekan tombol order untuk mengakhiri pesanan.Riana terpaksa mengikuti ucapan David. Toh, orderan sudah terlanjur d

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   BERUSAHA UNTUK MENDEWASA

    Entah ini sudah hari ke berapa aku berada di rumah sakit. Aku tak tahu. Atau mungkin tepatnya tak ingin tahu.Luka di tubuhku sudah mendingan. Seharusnya aku sudah bisa pulang ke apartemenku. Tapi, aku tak mau pulang. Tempat itu hanya akan mengingatkan pada kenangan-kenangan manis yang ternyata hanyalah tipuan. Memikirkannya saja membuat air mataku meleleh.Padahal, aku sudah sangat percaya. Kukira memang sudah benar-benar mau menerimaku. Nyatanya, dia hanya menipu dan merampas semua kenangan indah yang dia berikan padaku secara sepihak. Bahkan, janin dalam kandunganku ikut dia rampas. Betapa dia sangat tidak memiliki hati. Anak di kandunganku kan anaknya juga. Tapi kenapa dia tega melakukan itu? Membuat janin yang belum genap tiga bulan itu sirna dari dunia. Sungguh sangat jahat dirimu, Jo. Harusnya aku menyadari ini semua dari awal. Tapi, semua sudah terlambat. Dari awal, batin dan pikiranku sudah tertutupi oleh cinta butaku padamu, Jo. Jika saja… jika saja aku masih bisa berpikir j

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   ANAK KITA MASIH ADA DI HATI KITA

    Sudah seminggu lebih waktu berlalu sejak kejadian itu. Kejadian yang sangat memilukan. Bagiku dan Riana.Hari-hari kami di rumah jadi sepi. Riana lebih suka mengurung diri di kamar. Jarang makan. Wajahnya jadi lebih pucat dan tirus.Aku tahu. Ini pasti sangat berat untuknya. Ibunya sudah menginap di rumahku. Bahkan, Sena. Kubiarkan mereka menemani Riana. Karena kupikir, lingkungan yang lebih ramai, bisa membuat dirinya lebih ceria.Memang saat bersama orang lain, dia sudah bisa menanggapi dengan baik. Walau hanya beberapa patah kata dan senyum simpul. Menurut laporan psikolog yang tiap harinya kutugaskan untuk membantu terapi Riana, kondisi Riana memang masih membutuhkan proses. Dikarenakan Riana tipe perasa. Butuh waktu lebih lama menuntaskan rasa duka."Kira-kira ada alternatif lain tidak untuk membantunya?" tanyaku pada sang psikolog. Sejujurnya aku juga tak sanggup jika tiap malam mendengar Riana menangis sendirian. Hatiku selalu ikut teriris mendengarnya. Aku pun sudah tak bisa b

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   HILANGNYA SANG BUAH HATI

    "David...." panggil Riana lemah."Iya, Sayang," David mencoba mencari wajah istrinya yang masih tersembunyi dalam dadanya. Tangannya bergerak mengusap-usap rambut dan pelipis istrinya."Rumah sakit…. Aku mau ke rumah sakit," rengek Riana. Tangannya meremas kaos polo David yang berwarna hitam pekat."Iya. Ayo," David langsung menggendong Riana keluar kamar. Riana menelusupkan kepalanya dalam dekapan dada David. Memang hatinya masih tak tenang karena obat yang baru ditelannya. Tapi, sudah ada David di sisinya. Bukankah semuanya akan berjalan baik-baik saja kan?"Bos, yang di luar sudah beres," Jono tampak tergopoh-gopoh menghampiri David."Jo di dalam. Jalankan sesuai perintahku tadi," pesan David."Iya, Bos," Jono menyanggupi perintah bosnya.David melangkah menuruni tangga. Dia berjalan membawa Riana masuk dalam mobil Jeep."Pak, ke rumah sakit terdekat," ujarnya pada sopir sewaan yang dari tadi menunggu."Siap, Bos," jawab sang sopir.Sepanjang perjalanan, David terus memangku Riana.

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KAMU SUDAH SELAMAT SEKARANG

    David terbangun dari kantuknya. Perjalanan panjang menuju lokasi Riana disekap membuatnya semakin lelah. Tanpa dia sadari, dirinya sudah terlelap begitu saja tadi."Jam berapa sekarang?" tanya David pada Joni yang ada di sisinya."Jam sembilan, Bos. Sekitar dua puluh menit lagi sampai," jelas Joni.Butuh waktu sehari penuh bagi David untuk mendapatkan lokasi Riana berada. David harus mencari info dari geng preman maupun kepolisian sekitar. Sangat beruntung, David belum pernah memiliki masalah dengan pihak kepolisian. Makanya, urusannya bisa berjalan lebih lancar dan bisa menemukan posisi Riana meski hanya berbekal plat nomor mobil saja.Jalan yang mereka lalui semakin lama kasar. Berulang kali ban mobil Jeep yang David kendarai seolah-olah meloncat melayang terbang saking terlalu sering bersentuhan dengan jalan bebatuan tak rata.David menatap ke belakang. Anak buahnya mengikuti dengan mobil di belakang. Dia kembali menoleh ke depan. Berulang kali dia menghembuskan napas penuh kegelis

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   BE A GOOD GIRL

    Aku pikir aku mati. Ya. Saat ini kematian benar-benar dekat denganku. Malaikat pencabut nyawa ada di sisi. Walaupun aku sudah meraung-raung memohon, tak ada kepeduliannya yang tersisa untukku. Sebaliknya, mulutku malah dibungkam dengan lakban hitam.Hanya tangisku yang bisa kuandalkan. Entah sudah berapa liter air mata kucucurkan. Mataku pun sudah lelah. Tapi, hanya ini protes yang bisa kulakukan. Tak ada yang lain.Aku tak berdaya. Tak bisa melakukan apapun. Jo mengikatku begitu kencang. Tak mau menerima sedikit pun penjelasan dariku. Malah, dia meminumkan obat aneh padaku.Aku tak tahu obat apa itu. Tapi, dia memaksaku meminumnya. Jemarinya menjejalkan buliran pil berwarna putih itu ke dalam mulut dengan kasar. Aku berusaha untuk melawan, memuntahkannya. Tapi, jari-jarinya mendorong masuk pil itu ke pangkal tenggorokanku dan mengguyurnya dengan air mineral sebanyak mungkin. Aku pun tersedak bersamaan dengan pil dan air mineral yang menelusup masuk dalam tenggorokanku."Bagus!" itula

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status