Nama Mery adalah yang paling banyak disebutkan oleh Paramitha. Hanley mencernanya dengan baik dan akan segera mencari tahu langsung melalui wanita itu.
"Jangan khawatir, Bibi, aku pasti akan membawa Adrie kembali."Hanley pergi meninggalkan kediaman Adrie dan kurang dari jam 8 pagi dia sudah tiba di perusahaan.Beberapa orang yang pernah berinteraksi langsung dengan Adriella telah ditemui oleh Hanley. Namun belum ada satu pun yang bisa memberikan informasi yang akurat.Ketika tidak menemukan Mery di mejanya, Hanley bertanya pada Rauf. "Ke mana dia? Kenapa belum sampai juga?""Mungkin masih dalam perjalanan, dan bisa saja dia akan datang terlambat hari ini," Rauf menjawab sambil mengikuti langkah Hanley. "Kamu tahu sendiri kan Mery yang menggantikanmu tadi malam, dia pergi ke pemakaman dan setelah itu berlanjut ke rumah duka untuk mengunjungi keluarga Syarif. Aku rasa kali ini kamu harus mengucapkan terima kasih padanya."HanleTawaran itu mendapat respon positif dari Hanley. "Tentu saja, silakan tentukan sekalian tempatnya, aku dan Adrie akan ikut saja.""Tapi aku tidak bisa." Tanpa diduga Adrie melakukan penolakan. "Maaf, Hanley, aku harus segera pulang malam ini.""Kenapa, Adrie?" sungut Tita, kemudian melirik jam dinding di ruangan itu. "Baru juga jam 8, masa sudah mau tidur?""Aku harus menemani Laila." Semenjak kejadian yang menimpa putrinya, Adrie berusaha untuk selalu ada di dekat sang anak. "Mungkin sekarang dia sudah menungguku."Karena baru beberapa hari menjadi sepasang kekasih lagi, Hanley tidak bisa terima dengan penolakan Adrie. Dengan cepat dia pun menekan nomor Paramitha di ponselnya. Dia melakukan panggilan video."Halo, Bibi, apa Laila sudah tidur?" Hanley bertanya setelah panggilannya terjawab.[Laila belum tidur, dia masih sibuk menggambar, katanya mau buat foto diri sendiri bermain dengan teman-temannya.] Mitha memperhatikan gambar random yang dibuat oleh Laila. "Tolong hadapkan kamera
Adrie bertekad untuk menjadi wanita yang kuat hingga tidak ada yang berani menindasnya lagi di kemudian hari. "Aku ingin kamu membantuku, Hanley," kata Adrie dengan tenang. Hanley mengerutkan dahinya. Sedikit cemas, dia bertanya, "Membantu seperti apa yang kamu maksud?" Adrie telah banyak menghadapi masalah dalam hidupnya, dan penyebab utamanya berasal dari keluarga Anderson. Jadi dia bertekad untuk membalaskan dendamnya. Biasanya Adrie lebih banyak mengalah, namun setelah pertemuan pertamanya dengan Kingsley dia menjadi geram dan membuat wanita beranak satu itu bertekad untuk mendapatkan keadilan. Adrie ingin Hanley yang membantunya. Toh, mereka juga saling mencintai, apa salahnya jika Adrie menggunakan Hanley untuk membalaskan perbuatan keluarga Anderson padanya. Tanpa ragu, Adrie melingkarkan kedua lengannya di leher Hanley. "Bantu aku mencari keadilan!" katanya dengan cerd
Adrie refleks mundur tatkala melihat kemunculan Ashley. Ketakutan dalam dirinya kembali menjalar saat berdekatan dengan pria yang telah melecehkannya itu."Dad ...!" Teguran Hanley turut mengagetkan Adrie. Bola matanya membulat sempurna. Dia baru tersadar jika pria paruh baya di depan mereka adalah Kingsley Anderson, orang yang telah menekan keluarganya sekaligus menutup-nutupi segala kebusukan Ashley.'Jadi dia orangnya,' batin Adrie. Ini pertama kalinya dia bertatap muka dengan Kingsley, jadi mereka saling tidak mengenal satu sama lain.Tubuh Adrie menegang mendengar setiap obrolan ayah dan anak itu. Mereka bersebelahan, tapi Adrie tidak bisa fokus dengan percakapan Hanley dan Kingsley membuatnya linglung dan tak dapat memahami makna dari obrolan tersebut.Jika sedang berada di kantor, Kingsley sangat jarang bertemu dengan Hanley. Dia juga tidak terlalu paham siapa saja tangan kanan dan orang-orang terdekat dari putra kebanggaanny
Beberapa saat yang lalu, bu Nina baru saja mengatakan jika nama wali sekaligus ibu Alisa adalah Sherley Anderson. Keluarga mereka adalah orang yang berpengaruh dan juga telah menjadi donatur tetap untuk sekolah tersebut. "Jadi wanita itu adalah adik Hanley dan juga kakaknya Ashley? Itu artinya mereka memiliki hubungan darah dengan Laila," pikir Adrie dan mengingat kembali perkataan bu Nina, bahwa keributan itu terjadi karena Alisa tidak terima dikatakan memiliki kemiripan wajah dengan Laila.Tidak ingin mengganggu percakapan Hanley dan Sherley, Adrie tetap berdiri di tempatnya. Dari situ, dia masih bisa mendengar obrolan kedua adik beradik itu."Jaga bicaramu, Sherley!" seru Hanley kecewa. "Kamu yang paling dekat denganku, bagaimana bisa kamu menuduh kakakmu seperti itu?""Justru karena kita sangat dekat, Kak, kenapa kamu harus merahasiakan semua ini dariku?" tukas Sherley merasa benar. "Aku sangat mencintai Adrie, jadi aku tidak
Pada pukul 9 pagi, Adrie menerima kabar dari sekolah putrinya. Nina, guru kelas Laila mengatakan pada Adrie jika Laila terlibat keributan dengan teman sekelasnya. "Saya akan segera ke sana!" Saat itu, Adrie berada di ruangan Hanley. Dia berniat untuk meminta izin dari atasannya itu. Pada saat Hanley bertanya, Adrie menjelaskan persis seperti yang dikatakan bu Nina. "Aku ikut denganmu." Hanley merasa bertanggung jawab atas Laila. Biar bagaimanapun, dia adalah orang yang memasukkan Laila ke sekolah tersebut. Bersama Hanley, Adrie keluar dari kantor. Pada saat meninggalkan gedung tersebut, keduanya terlihat oleh Ashley yang saat itu baru saja tiba di kantor. "Mau ke mana mereka berdua?" Ashley penasaran, tapi hari itu dia tidak punya kesempatan untuk mengikuti keduanya. Ada Kingsley yang sebentar lagi akan tiba dan memberinya pengarahan langsung. Karena Hanley lebih sering mengabaikan Ashley, dan cenderung menciptakan permusuhan di antara mereka, Kingsley akhirnya turun
"Hai, Sayang!" Di depan Adrie, Rauf mencium pipi Tita dengan mesra. "Aku ke sini untuk menjemputmu pulang," lanjutnya lagi.Dari gelagat keduanya, Adrie langsung menyimpulkan jika Rauf dan Tita adalah sepasang kekasih. Adrie tidak masalah, dia hanya tidak menyangka jika wanita yang selama ini membantunya keluar dari trauma adalah wanita spesial untuk Rauf."Kalau begitu aku langsung pulang," Adrie berpamitan karena tidak ingin menjadi pengganggu.Namun Rauf dengan cepat memberi penawaran. "Ikut dengan kami, Adrie, tidak baik buru-buru seperti itu!""Benar sekali, Adrie," timpal Tita yang tidak ingin melewatkan kesempatan. "Berhubung kalian juga sudah lama kenal, ada baiknya kita berbincang-bincang santai sejenak untuk menghilangkan stres!"Adrie berpikir sejenak. Mengingat sang bibi yang sudah jarang memperhatikannya, dia pun berinisiatif untuk menghabiskan waktu di luar."Baiklah." Tidak ada pilihan lagi, Adrie mengiku