"Terus, kamu mau sandiwara kita berakhir?" tanya Haris dengan sorot mata serius pada Jessica.Jessica mengeratkan genggaman tangannya di ujung pakaiannya ketika ia mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh Haris."Kalau kamu memang tidak mau lagi bersandiwara, ya, sudah! Pergi saja kamu, aku juga tidak akan memaksamu untuk tinggal!" lanjut Haris, karena Jessica tidak kunjung bicara meskipun ia sudah memberikan pertanyaan seperti itu pada wanita tersebut.'Sial! Kalau aku pergi, duit ku enggak mencukupi untuk jajan, mungkin aku harus sabar dulu, biar aku pikirkan cara untuk bisa meraup uang Haris agar saat aku pergi aku tidak akan kesulitan untuk jajan dan belanja meskipun papa dan mama membatasi!'Hati Jessica bicara demikian dalam rasa kesalnya karena ia merasa diperbudak."Baiklah. Aku coba untuk sabar. Tapi, aku mau, kamu bilang sama ibu kamu, jangan seenaknya memerintah aku, capek tahu!"Jessica akhirnya menanggapi, membuat Haris mengambil ponselnya dan untuk beberapa saat ia sibu
"Gina. Aku orang pertama yang paling ingin punya anak denganmu. Jadi, kalau sekarang aku berpikir kita jangan punya anak dulu, itu bukan berarti aku tidak mau punya anak dengan mu, Sayang."Suara Bara membuyarkan perdebatan Gina dengan hati nuraninya sendiri. Membuat Gina tergagap.Wanita itu mencoba untuk menepis perasaan bimbang yang lagi-lagi mendominasi hatinya. Bara tidak mungkin tidak mau punya anak darinya, begitu pikir Gina berulang kali. "Iya. Aku tahu. Terima kasih, kalian semua memikirkan kondisi ku. Meskipun sebenarnya aku enggak keberatan, tapi aku menghargai keputusan kalian semua."Dengan nada suara perlahan, Gina berusaha untuk menanggapi ucapan suaminya agar Bara tidak terlanjur berpikir macam-macam tentang dirinya."Yang penting kamu sehat, masih banyak waktu untuk kita agar bisa punya anak lagi," sahut Bara sambil mencium kening Gina dengan penuh perasaan sayang."Jadi, aku pakai alat kontrasepsi?""Kalau pakai pengaman bikin kamu tidak nyaman, pakai alat kontrasep
Gina tertunduk mendengar pertanyaan yang diajukan oleh sang suami. Raut wajahnya terlihat suram, hingga ia menarik napas panjang.Sementara itu, Bara menatap wajah Gina tanpa berkedip untuk menegaskan pada istrinya, bahwa ia masih menunggu jawaban dari Gina atas pertanyaan yang dilontarkannya tadi."Karena aku memaksa untuk dia memakai pengaman, dia marah tapi tetap menuruti. Tapi, itu ternyata menjadi mimpi buruk bagiku, karena dengan pengaman itu dia melakukannya dengan sangat kasar, dan...."Gina tidak bisa melanjutkan perkataannya. Wajahnya terlihat merah menahan rasa marah, dan Bara bisa melihat jelas isyarat kemarahan itu dari wajah sang istri.Tangannya mengusap punggung istrinya dengan lembut, seolah-olah ingin menenangkan Gina agar perempuan itu tidak larut dalam kemarahan."Sayang, katakan saja, agar aku paham hal apa yang tidak kau sukai, jadi aku bisa mengingatnya dan aku juga tidak akan melakukan hal itu agar kau tidak trauma berkepanjangan."Bara bicara sedikit membuju
"Yank, apa ada yang membuat kamu jadi berpikiran seperti ini? Bukannya masalah ini sudah pernah kita bahas? Dan, aku sudah menjawabnya untukmu, itu jawaban yang jujur."Dengan suara yang lembut, Gina mengucapkan kalimat tersebut, seraya menatap tanpa berkedip wajah suaminya."Aku cuma berpikir, sepertinya aku yang terlalu egois ingin punya anak denganmu, sementara anak kita masih kecil-kecil, Raya dan juga Gavin."Bara menanggapi perkataan Gina masih dengan wajahnya yang suram. "Enggak, kok.""Apa?""Aku juga ingin punya anak dari kamu."Gina memperjelas ucapannya, tapi Bara tidak langsung terlihat sumringah mendengar pengakuan yang sebenarnya sudah pernah ia katakan saat mereka pertama kali membahas masalah tersebut, meskipun sebenarnya ia senang mendengarnya."Tapi, sepertinya memang akan merepotkan mu jika dalam waktu dekat, kamu hamil lagi.""Sebenarnya, apa ada yang bicara soal ini sama kamu? Kamu bukan tipe orang yang mudah membahas sesuatu yang sudah dibahas tanpa ada alasan y
Sebenarnya, Haris kesal mendengar itu semua diucapkan oleh Jessica, tapi apa mau dikata, ia juga tidak bisa tanpa Jessica. Pernah mencoba saat mereka bercerai, tapi Haris merasa tanpa wanita hidupnya hampa.Haris juga bukan tipe laki-laki yang mudah berhubungan intim dengan perempuan yang asing, itu sebabnya 'membeli' wanita hanya karena ia sedang ingin bercinta, itu bukan sebuah jalan keluar baginya.Alhasil, Haris mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Jessica, daripada perempuan itu tidak mau lagi diajak bekerjasama. Pria itu berjanji, setelah berhasil mengajak Gina kembali padanya, semua permainannya dengan Jessica akan diakhiri.Haris segera membawa pakaian kotor dan celananya keluar dari kamar. Melangkah ke belakang untuk mencuci pakaian tersebut di mesin cuci, tapi hal itu dilihat oleh sang ibu, dan ibunya itu mencegah. "Kamu mau cuci baju?" katanya sembari menatap tangan Haris yang sudah ingin memasukkan pakaian itu ke dalam mesin cuci."Iya, bagaimana caranya ini?" tanya
"Kalau gitu, ya, udah. Aku enggak peduli baju kamu mau ditaro di mana! Terserah!"Seraya bicara seperti itu pada Haris, Jessica membaringkan lagi tubuhnya di atas ranjang dan kembali fokus pada ponselnya. Ini membuat Haris jadi geram, karena Jessica tidak peduli dengan pakaiannya yang ia lepaskan dan ia letakkan berserakan begitu saja. Dalam sekejap, apa yang dilakukan Gina dahulu terbayang di benak Haris. Dahulu, meskipun ia meletakkan kaos kaki di lantai begitu saja saat melepaskannya, pakaian pun sama, begitu juga handuk yang setelah dipakai, selalu diletakan begitu saja oleh Haris, tapi Gina tidak pernah mengomel walaupun suatu hari hal itu dibahas oleh Gina bahwa ia ingin merubah kebiasaannya tersebut.Tetap saja Haris tidak peduli walaupun Gina memintanya dengan nada perlahan tanpa diselingi perkataan pedas. Berbeda dengan Jessica, perempuan itu selalu menegurnya dengan nada yang meninggi, baik masih dalam pernikahan mereka maupun setelah bercerai seperti sekarang, Jessica ti