Ditinggalkan begitu saja oleh sang suami, membuat Karina benar-benar kesal, apalagi, rencananya untuk membuat Gina buruk di mata Bara tidak berhasil sama sekali.Karina jadi berpikir keras, apalagi yang akan ia lakukan untuk membuat Gina bisa mendapatkan nilai minus di mata suaminya.Sementara itu, Gina sudah di kamar Gavin. Ia tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga atas apa yang baru saja dialaminya. Setidaknya, ia tidak membuat Bara curiga tentang air susunya yang sekarang ini tersendat, itu yang paling penting untuknya saat ini."Sabar, ya, Sayang. Mama pasti akan membuat kamu tidak kekurangan ASI lagi, Mama akan berusaha keras untuk mengembalikan ASI Mama menjadi banyak lagi seperti semula."Gina mengucapkan kalimat tersebut sambil mengusap puncak kepala Raya yang saat itu masih tertidur di samping Gavin. Bayi mungil itu tidur lelap meskipun ia tidak puas dengan air susu Gina yang tidak bisa ia sedot sampai ia kenyang.Hati Gina menjadi terenyuh melih
Suara keras Karina bercampur aduk dengan tangisan Gavin yang marah dengan apa yang ia alami sekarang. Berulang kali, Gavin menyedot puting susu milik Gina, tapi ia tidak terlihat senang seperti biasanya karena memang ASI yang keluar tidak sebanyak diawal Gina menyusuinya.'Ya, Allah. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Padahal biasanya enggak, aku bahkan belum menyusui Raya sama sekali, kenapa ASI milikku jadi tersendat? Seharusnya enggak, kan?'Gina membatin dengan hati yang diselimuti perasaan gelisah.Diabaikannya untuk sejenak dampratan Karina. Ia berusaha keras untuk terus menyusui Gavin agar bayi itu tidak menangis.Bahkan, Gina menekan dadanya untuk membuat air susunya keluar dengan lancar seperti biasanya supaya Gavin tidak marah dan menangis seperti itu, namun tetap saja upaya Gina tidak berhasil. Gavin menangis keras dan tangisannya membuat Raya juga ikut terbangun lalu akhirnya ikut menangis hingga situasi kamar itu jadi kacau.Pusing mendengar semua bayi yang ada di situ
Suara Bara menggema di kamar itu, membuat Gavin yang ada di dalam gendongan Karina menangis semakin kencang. Apalagi sejak ia diambil dari pangkuan Gina, Gavin yang merasa asing dengan ibunya sendiri karena Karina tidak pernah menyusuinya merasa tidak nyaman dalam gendongan Karina, ditambah Karina juga tidak ikhlas menggendong sang anak hingga Gavin semakin berontak di dalam dekapan ibunya sendiri. Akhirnya, karena kerepotan berusaha membuat tangisan Gavin berhenti, Karina memanggil babysitter Gavin, tapi Bara mencegah Karina memberikan Gavin pada sang pengasuh sebab pengasuh Gavin sedang mengatasi bayi Raya yang juga menangis. Dengan hati dongkol, Karina terpaksa tetap menggendong anaknya, sementara Bara tetap mengintrogasi Bi Narsih hingga Gina merasa tidak nyaman pada Bi Narsih. Ia mendekati Bara dengan kepala tertunduk dan berdiri di samping Bi Narsih yang juga menundukkan kepalanya seraya berusaha untuk meyakinkan Bara bahwa ia tidak berniat untuk menyalahgunakan kepercay
Langkah Bara berhenti tepat di belakang Gina dan Gina merasa sekarang seperti berada di ujung tanduk."Masih tidak bisa membuat Gavin kenyang, kan?" tanyanya dengan nada yang sinis. Ia melihat anaknya tetap gelisah meskipun tangisan Gavin tidak lagi seperti tadi yang sangat gencar dan keras."Percaya pada saya Tuan, air susu saya banyak, hanya tersendat saja, saya merasakan itu semua," jawab Gina dengan suara terbata-bata lantaran berusaha menahan gejolak perasaannya yang terhimpit karena situasi tersebut.Bi Narsih mendekati Gina meskipun ia khawatir Bara mencegahnya, namun ia benar-benar paham apa yang dirasakan oleh Gina, perempuan itu nekat saja mendekati Gina dan memeriksa dada Gina setelah izin pada Gina."Dada Mbak Gina memiliki sumber ASI yang banyak, jika Tuan Bara tidak percaya, Tuan bisa memanggil dokter untuk membuktikan apa yang saya ucapkan."Perempuan paruh baya itu bicara setelah memeriksa dada Gina satu persatu."Siapa yang mengizinkan Bibi bicara?" sinis Bara yang m
Suara Bara terdengar dingin saat mengucapkan kalimat tersebut pada Gina. Seolah-olah ia sangat terpaksa mengucapkan kalimat itu untuk kepentingan Gavin lantaran Bara terbiasa tidak memberikan perhatian pada orang lain kecuali keluarganya sendiri. Jika sekarang ia melakukan hal itu pada Gina, itu karena ia tidak mau Gavin terlalu lama terlantar disebabkan Gina yang sedang sakit seperti saat ini.Gina mengarahkan pandangannya pada Bara yang saat itu juga tengah menatapnya. 'Untuk apa aku sembuh, Pak. Kalau hanya untuk anak orang lain. Aku tidak diperkenankan memberikan perhatian dan kasihku untuk Raya.'Gina membatin demikian bersamaan saat tatapan mereka bersirobok. Namun, kata-kata itu hanya digaungkan Gina di dalam hati, tidak dikeluarkannya menjadi sebuah kalimat, karena tidak mungkin Gina mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Bara meskipun Gina sangat ingin. Gina hanya menanggapi perkataan dingin Bara tadi dengan ucapan singkat, bahwa ia paham dengan apa yang dikatakan oleh sa
"Dia memiliki sumber ASI yang berlimpah," ujar perempuan yang masih tampak cantik itu pada Bara, hingga membuat Bara membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pandangannya pada Gina sesaat, lalu setelah itu pada ibunya."Mami yakin?" katanya seolah ingin memastikan itu dengan sangat baik."Kamu meragukan pengetahuan Mami?" Indira balik bertanya, dan Bara menggeleng cepat. "Mami adalah orang yang paling aku percaya dari siapapun di dunia ini!""Kalau ASI-nya tersendat, itu karena ada faktor lain," jelas sang ibu lebih lanjut sambil mengarahkan pandangannya sesaat pada Gina yang berusaha untuk bersikap biasa lantaran canggung sudah diperiksa seperti tadi olehnya. Bagian dadanya dipegang pula. Meskipun sama-sama perempuan, tetap saja Gina merasa tidak terlalu nyaman."Mami tahu, faktor apa itu?" tanya Bara dengan mimik yang serius."Bermacam-macam, karena makan sedikit, pikiran yang stress, tapi bisa juga karena kesehatannya terganggu, jadi lebih baik bawa dia ke dokter khusus, untuk diper
"Hanya itu, tapi jangan sepelekan resikonya. Terkadang banyak sekali pasangan muda yang menganggap ini tidak penting, jadi perhatikan hal itu."Bara mengucapkan terima kasih pada dokter yang memeriksa Gina seraya menerima resep yang diberikan oleh sang dokter untuk kemudian ditebus di apotek.Ia terpaksa menggamit lengan Gina ketika beranjak dari hadapan sang dokter dan menggenggamnya erat agar dokter dan suster yang ada di situ percaya bahwa mereka pasangan suami istri. Ini membuat jantung Gina seolah berhenti berdenyut karena genggaman tangan Bara tidak sedingin raut wajah dan sikapnya. Terasa hangat, hingga ada desiran aneh yang menyelusup lembut ke relung hati Gina dan itu membuat Gina buru-buru melepaskan pegangan tangan Bara dengan berpura-pura memperbaiki rambutnya.Apa yang dilakukan oleh Gina hanya membuat Bara melirik sekilas ke arahnya. Tidak bicara sama sekali, dan Bara juga tidak mau tahu tentang hal itu. Ibu Indira menyambut mereka di luar, lalu menanyakan apa yang dik
"Apa? Jadi, sekarang kau berani bernegosiasi denganku?!" murka Bara pada Gina.Dan itu membuat Gina merasa keberaniannya yang tadi sempat membara perlahan menciut kembali melihat betapa tidak nyamannya wajah, sorot mata dan nada suara Bara ketika tadi mengucapkan kalimat itu padanya. 'Ayo, Gina! Lanjutkan aksi protes kamu! Jangan kalah dengan sikap arogannya dia! Enak saja, dia selalu ingin dituruti tapi dia tidak memperhatikan anak kamu! Raya sudah beberapa hari ini minum susu formula, di mana naluri kamu sebagai ibu? Menyusui anak orang lain, tapi anak kamu sendiri tidak mendapatkan ASI, kamu ibu yang jahat, Gina!'Tiba-tiba saja, hati nurani Gina berseru demikian, dan ini membuat kedua telapak tangan Gina mencengkram erat permukaan tempat tidur pertanda ia sedang berusaha untuk mengumpulkan keberanian itu kembali di antara perasaannya yang semakin berkecamuk."Maaf, Tuan. Saya minta maaf. Bukan bermaksud untuk nego dengan Tuan, tapi tolong jangan halangi saya untuk memberikan hak
Jika biasanya mendengar Bara dengan sisi arogannya seperti itu membuat Gina jadi seolah kehilangan cara untuk membujuk, kali ini Gina tidak seperti itu lagi. Selama masa pendekatan, sampai resmi menikah, Gina sudah banyak mempelajari sikap dan karakter Bara lalu mencoba mencari cara untuk menghadapi. Karena ia sudah menerima perasaan ayah Gavin tersebut, jadi penting bagi Gina untuk mempelajari sikap Bara, karena menikah tidak hanya untuk satu dua hari. Jika bisa selamanya, sebab itulah penyesuaian sikap penting untuk dilakukan menurut Gina hingga saat sekarang, ketika sisi arogan Bara kembali muncul, Gina tidak lagi seperti dahulu yang mati kutu tidak bisa berbuat apapun.Ia menatap wajah Bara seperti Bara melakukan hal itu padanya. Tatapan Gina lembut seolah ingin menenangkan Bara lewat sorot matanya.Kedua tangannya memegangi dua lengan kokoh Bara yang masih melingkar di pinggang rampingnya seolah tidak mau Gina lepas dari kuasanya."Kita sudah menikah. Insya Allah semua waktu k
Haris terlihat sangat tegang melihat aksi yang dilakukan oleh Karina. Ia menatap Bara yang saat itu hanya menatap sang mantan istri yang mengancamnya sedemikian rupa."Kau tidak melihat betapa hancur perasaan ibu dari anakmu, Pak Bara? Apakah kau terlalu egois memikirkan syahwat mu sendiri hingga tidak peduli ada yang akan mati jika kau melangsungkan pernikahan itu sekarang?" tanya Haris dan tatapan mata Bara beralih ke arahnya dengan sangat dingin."Syahwat? Kau mengira pernikahan itu hanya diisi dengan adegan ranjang saja? Sepertinya hal itu hanya pantas diberikan oleh pasangan yang berselingkuh Pak Haris, dan aku tidak termasuk. Aku tidak pernah selingkuh, istilah mu tadi kurasa hanya cocok untuk mu dan Karina saja!"Setelah bicara seperti itu pada Haris, Bara berbalik dan ingin beranjak meninggalkan Karina dan juga Haris yang masih ditahan oleh para penjaganya untuk masuk ke dalam masjid.Namun, Karina berteriak ketika Bara tidak terpancing sedikitpun dengan ancaman yang diucapka
Meskipun tahu niat Bara yang ikut dengannya untuk membicarakan tentang keinginan pria itu yang ingin melamarnya, tetap saja Gina merasa berdebar ketika mendengar Bara mengucapkan kalimat tersebut pada kedua orang tuanya. Seperti seorang gadis yang baru pertama kali dilamar, padahal ini bukan yang pertama bagi Gina."Saya tahu, mungkin bagi Bapak dan Ibu akan terkejut atau mengira saya terkesan terburu-buru, tapi saya yakin dengan apa yang saya katakan, saya mencintai putri Bapak dan Ibu dan ingin hidup selamanya dengan dia."Melihat keraguan terpancar di mata ibu dan ayah Gina ketika mendengar apa yang dikatakannya, Bara melanjutkan ucapannya, ini cukup membuat ibu Gina tersenyum mendengarnya."Kalian sudah dewasa, sama-sama pernah gagal dalam pernikahan, Ibu yakin itu bisa kalian jadikan pelajaran. Kalau kamu memang serius dengan Gina, tolong jangan sakiti Gina, asalkan Gina suka dan ikhlas, kami sebagai orang tua hanya bisa memberikan restu."Mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya
Ucapan vulgar yang dikatakan oleh Karina tidak mempengaruhi Bara. Pria itu tetap terlihat tenang meskipun sebenarnya ia muak mendengar ucapan tersebut dilontarkan oleh Karina."Keluar!" katanya dan Karina melotot mendengar perintah Bara. Bukannya menanggapi apa yang dikatakannya, Bara justru mengusirnya demikian."Kamu tidak bisa menjawab pertanyaan aku tadi? Artinya, kamu memang mengakui aku hebat saat memuaskan kamu, kan?" Karina tidak pantang menyerah, tetap berusaha untuk membuat keyakinan Bara yang memilih Gina goyah dengan cara mengatakan semua kelebihannya pada laki-laki yang pernah memberinya satu anak tersebut.Bara mengarahkan pandangannya pada Karina, dari sorot matanya, Karina tahu saat ini Bara sepertinya marah. Tapi ia tidak peduli. Membayangkan Bara dengan Gina, Karina benar-benar tidak terima. Bagaimana mungkin mantan suaminya memilih perempuan yang bekerja dengan mantan suaminya tersebut.Harga diri Karina seperti tercabik."Aku puas denganmu, tapi puas di atas ran
"Saya, maksud saya-""Baiklah. Setelah aku menyelesaikan pekerjaan di kantor, bawa aku ke kampung halamanmu, pertemukan aku dengan orang tuamu!"Bara tidak peduli dengan ekspresi gugup Gina, ia mengucapkan kalimat itu sambil melangkah semakin mendekati posisi Gina berdiri hingga jantung Gina kembali berdetak kencang sebab sekarang jarak mereka sudah dekat kembali.Apalagi kalimat yang diucapkan oleh Bara tadi, benar-benar membuat ia tidak menyangka, pria itu baru saja mengungkapkan perasaan, sekarang sudah ingin menemui orang tuanya."Tuan, tolong berikan saya waktu.""Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Gina. Apalagi kamu ingin merahasiakan hubungan kita, aku tidak mau!""Saya tahu. Masalahnya, orang tua saya tidak tahu apa yang terjadi pada saya di sini, mereka mengira pernikahan saya baik-baik saja dengan Haris, saya harus menjelaskan dulu pada mereka, dan-""Kamu jelaskan pada mereka dan bawa aku ke hadapan mereka, beres, kan?"Jemari tangan Gina mencengkram erat kembali ujung p
Ini membuat Gina mencengkram erat ujung pakaiannya agar ia tidak terlihat memalukan karena kondisi mereka yang sekarang benar-benar tidak aman untuk jantung dan hatinya."Tuan, bolehkah saya melihat Tuan Muda Gavin? Saya khawatir dia-""Kamu tidak boleh pergi sebelum menjelaskan semua yang ada di hatimu padaku, Gavin mengalah dulu, selama ini juga aku terus mengalah untuk dia!"Bara memotong perkataan Gina sambil mencengkram tangan Gina yang ingin mendorong tubuhnya tadi agar wanita itu bisa beranjak meninggalkannya.Gina menggigit bibir, dan Bara melihat hal itu hingga tanpa sadar pria itu menelan salivanya dengan kasar. "Saya merasa tidak yakin Tuan suka dengan saya, karena saya tidak seperti Bu Karina dari segi apapun terutama pada tubuh."'Pembicaraan seperti apa ini? Kenapa rasanya sangat tidak bermanfaat?'Ucapan Gina dilanjutkan perempuan itu dengan keluhan di dalam hati kembali karena Gina sekarang frustasi dengan situasi yang dialaminya."Dengan kata lain kamu tidak percaya
"Tuan. Saya minta maaf. Mungkin saya membuat Tuan kecewa, tapi saya tidak pernah memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, saya memilih Tuan bukan karena terdesak oleh mantan suami saya, tapi karena memang saya menyukai, Tuan...."Dengan penuh perasaan malu yang menyeruak. Gina bicara demikian hingga membuat hati Bara sebenarnya berbunga mendengarnya, namun karena ia memiliki gengsi yang cukup tinggi, ia bertahan dengan sikapnya yang sekarang."Apa buktinya?" tanyanya tanpa menatap Gina lantaran tidak mau Gina melihat wajah berserinya mendengar pengakuan dari Gina tadi.Untuk sesaat, Gina bingung diminta bukti segala oleh Bara. Bukti seperti apa yang diminta oleh laki-laki itu? Sentuhan fisik seperti berciuman, kah? Ada pertanyaan seperti itu di otak Gina hingga sekarang ia jadi gelisah seperti sedang menantikan putusan hakim karena ia terdakwa."Bukti? Maksudnya?"Gina bertanya seperti orang bodoh, dan itu membuat Bara jadi semakin gemas karena Gina benar-benar seper
Sekarang, mereka berdua sudah ada di ruangan kerja Bara dan Bara sudah menutup pintu ruangan itu lalu menguncinya membuat Gina semakin gugup, apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh Bara sampai pria itu melakukan hal itu padanya.Gina mundur ketika posisi mereka terlalu dekat, dan setiap kali Gina mundur, Bara maju seolah-olah tidak membiarkan jarak antara dirinya dengan Gina menjadi jauh. 'Bagaimana ini? Kalau seperti ini terus, aku bisa-bisa terlihat gugup oleh Pak Bara, aku tidak mau dia tahu jantungku sekarang tidak bisa dikontrol detaknya....'Gina mengeluh di dalam hati, merasa tidak bisa berdua dengan Bara terus menerus seperti sekarang di ruangan itu. Namun, apa yang akan ia lakukan untuk bisa melarikan diri? Bara saja seperti tidak memberikan celah untuknya melakukan hal itu."Kamu belum memberikan jawaban atas apa yang aku katakan tempo hari, Gina, aku bukan tipe orang yang suka terlalu lama menunggu tanpa kepastian."Suara Bara terdengar dan Gina semakin menunduk karena ia
"Baiklah. Aku berikan waktu, aku akan menunggu tapi aku tidak bisa menunggu lama, Gina."Bara mengabulkan keinginan Gina yang meminta diberikan waktu untuk berpikir. Membuat Gina menarik napas lega dan ia mengawasi Bara yang menggendong Gavin untuk beberapa saat lamanya sebelum akhirnya laki-laki itu keluar kamar setelah mengingatkan Gina untuk tidak terlalu lelah.Sepeninggal Bara, Gina tetap berusaha untuk menenangkan dirinya yang tadi tidak karuan karena ungkapan perasaan Bara untuknya.Debaran itu masih terasa meskipun Bara tidak ada lagi di kamar itu. Wajahnya pun masih merona dengan hati yang berbunga-bunga bercampur perasaan tidak percaya, apakah benar Bara mengatakan hal seperti itu padanya?Gina sebenarnya ingin mengiyakan saja tentang tawaran perasaan sang bos padanya. Namun, perkara bra milik Karina saja masih mengganjal di otaknya hingga ini membuat Gina menjadi ragu."Aku juga menyukai Pak Bara. Tapi, aku khawatir semua ini hanya sesuatu yang tidak nyata. Pak Bara hanya m