Share

Pisau Dua Mata

Lavendra tidak bisa menyetujui begitu saja apa yang dikatakan oleh sang kakek. Memang apa untungnya dirinya masuk ke sana? Malahan, yang ada Lavendra mungkin akan dibuat makin tidak nyaman dengan perilaku dari Daza yang tidak senang dirinya berada di sekitarnya.

Lavendra dengan segera menggelengkan kepala, tidak bisa menyetujui apa yang dikatakan olehnya, “Maaf kek, tapi, aku tidak mau mengacaukan perusahaan hanya karena itu.”

Kakek seolah tidak menerima penolakan dari Lavendra yang sudah berusaha secara halus berkata kepadanya. Dia malah benar-benar tidak senang kalau apa yang barusan dikatakan olehnya itu terungkap begitu saja. Lavendra makin takut mengangkat kepalanya.

“Ini perintah! Kalau kamu mengacau, tidak apa, kakek tidak akan menyalahkanmu. Kakek yang akan bertanggungjawab atas semua yang terjadi oleh kamu dan padamu nantinya!” tegasnya.

Benar-benar tertekan. Lavendra hanya bisa memegang tangannya sendiri untuk bisa lebih kuat menghadapi ini semua. Mau tidak mau, Lavendra menerima perintah dari kakek meski sebenarnya dirinya ini merasa tidak enak hati harus menerimanya.

Kakek dan papa pulang, setelah mereka berunding tanpa mengajak Lavendra. Mereka dengan kesepakatan berdua saja, memilih memasang cctv di bagian ruang tamu, dapur serta meja makan, dan juga daerah lantai 2 yang memperlihatkan seluruh lantai 1.

Lavendra secara tidak langsung merasa tidak nyaman dengan semua kamera yang terpasang. Langkahnya terasa diawasi dan juga seperti dibuat tidak mampu berkutik kemana pun. Papa memberikan pesan singkat kepadanya, yang membuat Lavendra tidak tahu harus bertindak seperti apa.

“Buat dia jatuh hati padamu, atau buat dia tidak bisa mendapatkan warisan ini. pilihannya ada di tanganmu, Nak,”  kalimat tersebut seolah terngiang di kepalanya. Ia tidak tahu kenapa bisa sampai papa mertuanya berkata demikian.

Lavendra membersihkan dirinya dengan segera, dan juga berdanda secantik mungkin. Rasanya, setelah bertemu dengan mertuanya, Lavendra seperti mendapatkan kekuatan untuk melawan Daza. Ada orang yang melindungi dirinya dibalik ini semua, jadi, harusnya Lavendra bisa lebih kuat.

Dari arah bawah, terdengar pintu dibuka. Lavendra keluar dari kamar, dan mendapati sang suami baru saja pulang. Ia hanya datang seorang diri, tanpa adanya wanita kemarin. Dari raut wajahnya, entah kenapa Daza sepertinya sangat senang sekali.

Segeralah Lavendra turun menuju lantai satu untuk menyambut sang suami. Mencoba bertindak seolah tidak ada apa-apa, membuat Lavendra tidak takut sedikit pun. Ekspresi Daza seketika berubah ketika melihat Lavendra turun dari tangga.

“Apa lagi maumu?” tanyanya dengan ketus.

“Tentu saja menyambut suamiku. Kemana kamu semalam? Kenapa baru pulang sekarang?” tanya Lavendra.

Sambil membuang muka merasa kesal mendengar semua pertanyaan tersebut, Daza membalas dengan ketus, “Bukan urusanmu. Lagipula, hubungan kita juga tidak akan bertahan lama,” ucap dari Daza.

Padahal Lavendra sudah mencoba menguatkan diri, hanya saja, ia masih merasa sakit tiap kali Daza berkata dengan makna tersirat bahwa pernikahan ini bukan pernikahan yang dia inginkan. Tapi, Lavendra mencoba untuk tidak menangis langsung. Ia menahan dirinya.

“Tapi, untuk sekarang kita ini suami istri. Apa salahnya aku menyambut suamiku sendiri?” celetuk dari Lavendra.

Tapi, entah kenapa, Daza langsung melayangkan tamparan ke wajah dari Lavendra. PLAKKKH. Dengan sangat keras dan juga terasa kebas. Lavendra kaget menerima tamparan mendadak tersebut. Ia jadi makin merasa takut.

“Tutup mulut sampahmu itu! Berani kamu berkata bahwa aku suamimu, aku tidak akan segan membuat kamu tersiksa di sini!”

Tutup mulut seketika Lavendra pada saat itu. Ia tidak tahu kalau Daza bisa melakukan kekerasan fisik kepadanya juga. Bahkan tidak diduga sama sekali. Rasanya Lavendra mau menghilang saja setelah menerima tamparan barusan di pipinya itu.

Daza beranjak pergi meninggalkannya. Naik ke lantai 2 menuju ke kamarnya. Sementara itu, Lavendra masih tertunduk merasa takut. Tak disangka bahwa Daza adalah orang dengan sikap sekasar ini. benar-benar tidak ia duga sama sekali.

“KENAPA KAMU MASUK KAMARKU!!” teriak Daza.

Sontak Lavendra langsung membalikkan badan, dan matanya tertuju pada sebuah pintu yang menunjukkan kamar yang sempat ia masuki. Dari dalam sana, terlempar tas, baju, serta seluruh make up miliknya dengan sangat cepat. Terburu-buru Lavendra langsung menuju ke kamar tersebut. Ia merasa makin deg-degan sekali.

Baru saja sampai di lantai 2, ia melihat Daza dengan wajah yang dingin menatap kepada dirinya. Berjalan menuju ke arahnya, Daza bahkan dengan tega menginjak seluruh barang milik Lavendra yang ada di lantai. Berhenti tepat di depan Lavendra, tangannya menarik dagu Lavendra.

“Aku tak bilang kamu boleh masuk ke kamarku. Bahkan berani-beraninya kamu menaruh semuah barangmu? Pindah ke bawah! Di bawah tangga sana ada kamar. Tidur di sana! Siapa kamu berani tidur satu kamar denganku!” perintahnya sambil menepiskan wajah Lavendra.

BrAKHH. Daza membanting dengan keras pintu kamarnya sendiri. Benar-benar pilu sekali nasib Lavendra yang baru saja menikah ini. Lavendra hanya bisa bungkam. Segera ia memungut sedikit demi sedikit barangnya, dan membawanya ke tempat yang dikatakan oleh Daza.

Bukan kamar yang dilihat oleh dirinya ini. Melainkan sebuah gudang kecil yang kebetulan ada kasur di dalamnya. Tidak banyak protes dirinya. Lavendra tetap meletakkan semua barangnya di sana. Ia juga masih sempat membersihkan semuanya supaya dirinya bisa tidur dengan nyaman nantinya.

Hari mulai sore, Lavendra menghentikan aktivitasnya. Ia keluar dari sana, hendak memasak untuk makan malam. Tapi, saat ia keluar, Lavendra sudah mendapati bahwa ada Daza, juga dengan Lora yang sedang duduk merangkul di ruang tamu sambil menonton tv. Membeku mendadak tubuhnya saat melihat pemandangan tersebut.

Dua orang tersebut sedang tertawa kecil sambil menunjuk ke arah layar lebar yang sedang menyala. Namun, Lora yang sempat melirik, menyadari keberadaannya yang muncul. Dengan segera ia mengecup bibir Daza, seolah menunjukkan kepada dirinya bahwa Daza adalah miliknya.

‘Tahan…, tahan Lavendra, bersikaplah sewajarnya,’ batinnya.

Ia pasang senyum dengan lebar, dan berusaha mengabaikan jantungnya yang berdegup kencang, “Aku mau buat makan malam, kalian mau dibuatkan sekalian?” tawar Lavendra.

Mereka berdua menoleh melihat ke arah dari Lavendra dengan wajah yang dingin dan juga sangat kosong sekali. Sesekali mereka berdua bertukar pandang, lalu kembali melihat ke arah Lavendra dengan wajah yang masih tanpa ekspresi.

“Awas kalau tidak enak. Akan kulempar kamu keluar!” gertak dari Daza.

“Hahaha, enak ya, jadi ada babu di rumah ini,” sambung dari Lora.

Lavendra hanya bisa mengelus dada mendengar apa yang dikatakan dua orang tersebut. Sabar.., pernikahan ini bahkan belum lewat seminggu, tidak lucu kalau sampai pernikahan ini berakhir begitu saja. Lavendra mencoba menghargai kakek yang membujuknya dengan sangag baik.

Akhirnya dirinya memasak. Setelah selesai, ia memanggil dua orang itu dan mengajaknya makan. Mereka seolah sengaja duduk lebih jauh di meja makan dari tempat Lavendra duduk. Dimakannya masakan dari Lavendra tersebut.

“Cuih!!” Belum apa-apa, Lora sudah melepehkan makanan tersebut ke lantai, “Gila ya?! Ini mah bukan makanan! Ini sampah!” pekik dari Lora. Dia kemudian menoleh ke arah Daza, “Kamu jan-“

Tampak Daza sudah duluan melahap masakan dari Lavendra. Dua wanita tersebut tampak terdiam. Daza belum memperlihatkan reaksi seperti Lora yang sudah duluan marah-marah seperti tadi.

“Mmmm, enak kok,” ucap Daza.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status