Share

Bab2. Keserempet mobil

Jika langsung menerima perjododohan itu, kok rasanya tak nyaman. Ia masih ingin kuliah. Lalu bekerja. Paling tidak cita citanya untuk membahagiakan ibunya dengan hasil kerjanya tercapai.

"Ibu mau Nisa menikah

"Bu, Nisa belum mau terikat tunangan. Setidaknya Nisa harus memikirkannya betul betul,"

Anisa terdiam. Benarkah dirinya sanggup untuk memberi kecewa pada Kyai Ilham yang dihormatinya.

"Nisa..." tangan ibunya menyentuh pundaknya lembut.

Anisa mengumpulkan kekuatannya, lalu ujarnya dengan suara pelan, "Kita harus jujur walau kemungkinan agak mengecewakan beliau, karena kita juga perlu berpikir panjang, kan ini untuk kehidupanku selamanya, Bu," agak bergetar suaranya. Rasa berat memang, "Nisa belum bisa kasih jawaban, Bu, " pada akhirnya ia memutuskan.

"Ibu terserah kamu, Nak..." suara perempuan yang menjadi single parent sejak Anisa usia tiga tahun itu, pasrah dengan perasaan putrinya.

Kyai Haji Imran adalah guru yang disegani dan panutannya dalam ilmu agama. Adalah suatu anugerah jika sang Kyai menginginkan putra tunggalnya untuk berjodoh dengan Anisa. Itu pemikiran si ibu.

"Ibu tenang saja, ya, Pak Kyai berjiwa besar jika keinginannya harus menunggu ..." Anisa memberi ketenangan pada ibunya.

Anisa tahu ibunya resah walau terlihat menyerahkan semua pada keputusannya.

perjododohan itu, kok rasanya tak nyaman. Ia masih ingin kuliah. Lalu bekerja. Paling tidak cita citanya untuk membahagiakan ibunya dengan hasil kerjanya tercapai.

"Ibu mau Nisa menikah

Anisa butuh berpikir. Tak gampang untuk memutuskan menerima seseorang untuk jadi suami. Banyak komitmen yang harus dibicarakan. Gadis itu tak mau kuliah sia sia. Ingin mandiri walau punya suami.

Hal itu jadi pemikirannya. Biasanya seorang ustadz tidak memperbolehkan isterinya kerja di luar rumah.

Nurani sebenarnya membenarkan sikap putrinya, walau hati kecilnya berharap Anisa dan Ustadz Sofyan bisa mengikat hubungan lebih sekedar persaudaraan.

"Kalau aku berjodoh dengan Kak Ustadz nggak akan kemana, Bu, " setelah itu Anisa bersiap untuk mengantar catering ke pelanggan baru.

Diam diam Nurani tersenyum. Semoga saja dirimu berjodoh dengan Nak Ustadz, anakku, " batin Nurani.

Anisa tak menyangkal. Ustadz muda Sofyan tampan dan berkharisma. Sarjana Agama lulusan Yaman itu Kepulangannya ke Jakarta untuk mengamalkan ilmunya, sekaligus membantu di Pondok milik ayahnya.

"Astagfirullahaladzim..." Anisa istighfar, "Kenapa juga aku jadi ngebayangin dia ..udah sana...!" Tak seharusnya tak ia biarkan benaknya bermain dengan bayang bayang lelaki itu.

Anisa berusaha mengenyahkan tentang keinginan perjodohan itu. Tapi ibunya masih membahasnya

"Perjodohan Ibu dan Ayahmu yang berakhir perceraian jangan membuatmu khawatir, Nak, lain ayahmu beda pula cara Ustadz Sofyan. InsyaAllah dia bisa memelihara cintanya, semoga begitu..."

Huh kenapa tiba tiba ibunya menjadi peramal, dan bisa meramal Ustadz Sofyan seorang yang setia. Semoga saja begitu. Gumam hatinya.

Huh!

Ada perjuangan baru untuk dirinya. Ya Anisa harus bisa mengambil sikap. Menerima perjodohan atau hanya tetap menjaga persaudaraan dengan Ustadz Sofyan serta Kyai Imran.

"Aku harus tenang.

Segala yang terjadi pada manusia adalah kehendak Allah. Sebagai manusia aku hanya menjalankan keinginan sesuai mauNya, " batinnya.

Begitu pun dengan nasib jodohnya. Jika Allah berkehendak semuanya terjadi.. Walau sudah menghindar ke ujung dunia pun, jika pada tulisan takdirnya berjodoh dengan Ustadz Sofyan, maka terjadilah sebagai hadiah terindah dari Allah. Sebaliknya jika bukan dengan Ustadz Sofyan pendampingnya, itu juga ketentuan Allah.

Berpikir demikian, jiwa Anisa menjadi tenang. "Bismillah semoga ada petunjuk dan bisa mengatasi.." serunya mencoba tegar. Hati kecilnya yakin akan ada petunjuk atas masalahnya ini.

 

*

Anisa terlihat anggun. Busana muslim berwarna  krem membalut tubuhnya yang langsing. Berkerudung warna Pink membuat penampilannya cerah. Tak lupa masker menutup hidung dan mulutnya. Untuk menghindari debu jalanan.

Hari ini harus mengantarkan Catering ke pelanggan baru. Jarak tempuh tak masalah. Tempat tinggalnya di Rawamangun, pelanggan baru yang bernama Jadmiko bertempat tinggal di salah satu perumahan di Kelapa Gading.

Kosentrasi full pada laju motornya. Anisa waspada dengan jarak dengan kendaraan lain. Jelang tikungan memastikan suasana di belakang kiri motornya aman, begitu gambaran dari kaca spion motor.

Saat sudah membelokkan motor ke kiri jalan. Tiba tiba terdengar keras klakson mobil. Tentu saja gadis itu terkejut saat melihat mobil sport warna putih muncul dengan kecepatan tinggi dari depan kiri jalan, yang langsung memotong laju kendaraan lain yang akan belok ke kiri jalan.

“Tiiiittttt...!!!” klakson panjang memekak telingah dari mobil yang melesat bagai anak panah lepas dari busurnya, membuat beberapa pengendara yang sedang berbelok ke kiri di perempatan jalan itu, tercekat.

"Oiii...!" teriakan pengemudi motor lain kesal.

"Gila lo, ya...!!" Pekik yang lainnya sambil menginjak rem seketika.

Mobil sport itu tak perduli, langsung belok kanan hingga menyeremper motor Anisa yang sedang membelok ke kiri jalan itu. Reflek gadis itu banting stir ke kiri jalan.

Gubrak!

Sepeda motor menabrak pembatas antara got dan jalan.

"Astagfirullahal Adzim...!" Pekik Anisa yang berhasil lolos dari sambaran moncong sedan yang kini melaju bak terbang itu.

Sayap kiri motor yang miring itu beradu dengan pembatas jalan. Otomatis box tempat menyimpan makanan catering jungkir balik ke atas rumput di pinggir jalan . Ada yang terbuka, tapi ada juga yang masih tertutup boxnya. Namun tentu isi lauk di dalamya sudah tak karuan.

Tak perduli bagian abayanya yang sobek, serta tebeng motornya yang penyok, segera Anisa menelepon ibunya minta dikirim menu yang sama lewat ojek online.

"Ya, Bu tumpah keserempet mobil,"

Tiba tiba mobil sport yang hampir menabrak Anisa berhenti.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status