"Ini minum dulu Lucy," ujar Lily sambil memberikan secangkir gelas berisi air putih kepada gadis yang sudah lemah lunglai itu.
"Terima kasih Lily."
"Sama-sama," jawab Lily singkat sambil meneguk champage dalam gelas di tangannya.
Lucy atau Vero itu segera menatap sekelilingnya. Tembok putih dengan jendela besar itu menarik perhatiannya. Namun sebenarnya di balik jendela itulah yang menarik perhatiannya. Lucy segera berdiri, berjalan ke arah jendela itu untuk memastikan lalu menoleh dan bertanya kepada Lily, "Itu ayam? rusa? Kita sebenarnya ada dimana? kebun binatang?"
Celetuk Vero membuat Lily tertawa keras. Lily segera meneguk champagne yang ada di tangannya seraya menjawab santai,"Rumah Lucas."
Vero segera berbalik dan menatap Lily, "Rumah Capo? Wow, aku ngga nyangka rumahnya sebesar ini dan Capo memelihara banyak binatang."
"Iya, semua masakan dari dapurnya rata-rata diambil dari pekarangannya sendiri," jawab Lily santai.
Vero meng
Armando dan Angelo bertengkar hebat di dalam ruang kerja Angelo sedangkan Dea Gambino hanya bisa menangis di sudut ruangan. Plak! Terdengar suara tamparan keras yang mendarat di pipi Armando. "Kamu benar-benar anak tidak tahu malu! Kamu tahu Vero itu siapa? Kamu pasti bersekongkol dengan Gambino untuk membebaskan Vero!" teriak Angelo kepada anak laki-lakinya itu. "Tentu saja aku tahu. Dia adalah kakakku!" Plak! Angelo kembali menampar anak semata wayangnya itu. Dea Cassano menangis semakin keras. Wajah Angelo memerah dan berkata kepadanya, "Dia bukan anakku! Dasar anak bodoh!" "Memang bukan anak ayah! Tapi dia anak ibuku!" Kemarahan Angelo pun menjadi tak tertahankan. Dia langsung menendang perut Armando keras-keras yang membuat pemuda itu meringkuk di tanah. Dea langsung menghampiri Armando dan berteriak ke arah Angelo, "Sudah cukup kamu menyakiti semua anak-anakku!" "Vero itu anakmu? Maksudmu?" Dea segera berdiri dan
Kediaman Clarissa, SisiliaKringgg...Clarissa segera menilik ponselnya. Tertulis nama Dea Cassano disitu.Clarissa : " Ya De"Dea : (sambil menangis sesenggukan) "Armando di rumah sakit Riz, Armando mencoba menyelamatkanku dari amukan Angelo dan Armando yang terkena hantaman kursi Angelo.Clarissa : "Astaga. Aku kesana sekarang. Tenangkan dirimu De. Waktu Angelo sudah tidak lama lagi."Dea hanya menangis sesenggukan mendengarnya lalu menutup teleponnya. Mata Clarissa berkilat tajam. Tak lama kemudian, Lucas yang meneleponnya dan menginformasikan semua plan kepada Clarissa. Clarissa tampak tersenyum bangga ketika dia mendengar bahwa Anna lah yang mengajukan rencana itu. "Anna memang mirip aku,"pikirnya bangga.Lalu dia menoleh dan berkata kepada asistennya, "Sudah waktunya. Siapkan Private Jet ke Indonesia.""Baik Madam."Asisten Clarissa segera berlalu dan Clarissa pun segera mengangangkat smartphonennya untuk menelepon Paulo. Di ujung sana Paulo segera mengangkat teleponnya
"Saya buka dengan 1 Milyar Rupiah." Seorang laki-laki mengumumkan dan sesekali menarik kencang ikatan tali di tanganku dengan keras. Suasanya berlangsung meriah. Namun sayangnya aku tidak dapat melihat sekelilingku dengan jelas. Sekujur tubuhku memar dan banyak mengeluarkan darah. Aku merasa lemas. Kubuka mataku selebar mungkin, kulihat aku berada di tempat gelap seperti ruangan bawah tanah dengan lampu remang-remang, dinding batu bata basah, dan wajah-wajah orang banyak yang tak kukenali berkumpul di depanku. Kebanyakan laki-laki, ada pula wanita namun mereka sibuk dengan cerutunya. "Apa untungnya?" teriak seorang laki-laki yang kedengaran dari suaranya sudah berumur. Laki-laki yang membawaku menjawabnya, "Perempuan ini masih perawan dan dia sangat tangguh."
Pagi-pagi benar, pintu kamar penyekapanku terbuka. Aku terbangun dan langsung memasang sikap waspada. Aku ingat semalam, ketika Alex pergi, Adrian segera melakukan perintahnya. Tanganku dibebaskan bahkan aku diberikan baju ganti. Sebuah kaos putih dan celana jeans pendek belel yang cukup nyaman buatku. Aku bisa tidur dengan cukup pulas walaupun terkadang bangun karena lukaku yang tiba-tiba nyeri. “Alex... Alex...”pikirku memanggilnya. Ternyata benar-benar Alex yang muncul di muka pintu. Dia segera masuk ke dalam kamarku. "Sstt!" Alex mengarahkan jari tangan di depan mulutnya. Dia pelan-pelan menutup pintu kamarku. Aku lihat matanya memerah dan dia segera memelukku. "Aku bersyukur kamu masih hidup Anna," bisiknya seraya mendekapku kencang. "Aww sakit." Lukaku tiba-tiba nyeri. "Oops maaf. Kekencengan ya?. Ya ampun Anna, aku seneng banget bisa lihat kamu lagi
Alex duduk termenung di sudut ruangan olahraga. Pikirannya melayang-layang dengan kejadian barusan yang membuatnya shock setengah mati, tak lain adalah fakta bahwa Lucas mengetahui saudara kembar beda kelamin ini adalah pembaca pikiran atau mind reader. Tak lama kemudian, seorang wanita mendekatinya dan berkata, "Zac, kenapa kamu terlihat bingung?". Alex menoleh ke arah wanita itu Wanita itu segera menyodorkan sebatang cerutu kepada Alex. Alex menggeleng dan memandangi wanita itu. Wanita itu memang sangat cantik dengan rambut lurus hitam tergerai. Kulitnya sawo matang terbakar matahari, mata besar seperti bambi, tubuh athletis, dan dia memiliki tatto bunga mawar besar di lengan kanannya. "Lily, maaf aku tidak tahu kamu
Mataku dan Alex sama-sama terbelalak lebar mendengar pernyataan Lucas. Sedangkan Lucas sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kami. "Ya, aku juga bisa membaca pikiran kalian. Jadi sebaiknya kalian hati-hati," kata Lucas melalui pikiran sedangkan dia masih tertawa keras. Alex dan aku terdiam. Wajahku memerah mengingat momen-momen dimana aku membicarakan dia dalam hati mulai dari saat kami pertama kali bertemu sampai dengan beberapa menit sebelumnya. "Malu!! aku ingin lenyap dari muka bumi ini," teriak pikiranku. Lucas memandangi kami berdua. Dia menghentikan tawanya dan kembali kepada pembicaraan kami yang seharusnya. "Baik.Back
Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang. Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk. Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bu
"Pencurian apa?" Armando bertanya kepadaku. Aku pun berpikir sama. Tidak mungkin aku membawa kasus pencurian patung Mesir itu ke dalam keributan tugas ini. Mungkin aku akan cari kasus yang serupa supaya aku mendapatkan sudut pandang baru mengenai kasus patung Mesir atau patung Greywacke itu. "Umumnya pencurian bank. Namun itu case sudah umum. Aku kepikiran kita akan cari case pencurian barang seperti misalnya pencurian barang seni atau lukisan di Museum. Aku hanya teringat kasus hilangnya lukisan "Mona Lisa" sekitar awal tahun 1900an di Museum Louvre Paris. Penjahatnya mengklaim dia melakukan itu karena sikap "patriotik" yaitu mengembalikan lukisan ke negara asalnya. Namun dia juga memiliki sikap yang berlawanan dengan sikap yang "patriotik" itu. Dia malah menjual lukisan itu dibanding mengembalikannya langsung. Sangat menarik untuk d