Lucius Damien terus melayang di dalam kegelapan yang tak berujung, seakan-akan terlempar ke dimensi lain yang tidak dikenal. Keheningan yang mendalam memenuhi ruang di sekitarnya, hanya dipecah oleh bisikan angin yang samar-samar terdengar. Hatinya dipenuhi kebingungan, dan pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban menghantuinya. Sang Lady, muncul seperti bayangan yang misterius, menyelinap ke dalam keheningan dengan langkah gemulai dan penuh keanggunan. Rambutnya yang panjang bergerak lembut seiring langkahnya, dan gaunnya seolah menari di dalam kegelapan. Tatapannya yang dalam menembus kegelapan, menyiratkan pengetahuan dan kebijaksanaan yang tak terhingga. Lucius Damien mencoba untuk mencari pijakan di dalam kegelapan yang mengambang. Matanya mencari-cari petunjuk di sekitarnya, tetapi tak ada yang bisa ia kenali. Tiba-tiba, Sang Lady berhenti di depannya, dan tatapannya yang dalam menyibak ke dalam jiwanya. "Dunia ini adalah labirin antara realitas dan takdir," ucap Sang Lady dengan s
"Apakah aku seorang tahanan?" Sang Lady menjawab,"Tidak.""Jika begitu, bolehkah aku pergi?" tanya Leo pada Sang Lady. Sang Lady menjawab,"Belum lagi." Namun Leo beranjak pergi dari ruangan itu. Sang Lady termangu ketika Leo berani menolaknya secara halus. (Pangeran Templar,apakah kau membenciku yang seperti ini?)"Ijinkan aku ke kamarku jika begitu." Sang Lady tidak memperhatikan."Ijinkan aku ke kamarku." kata Leo sembari berlalu.Leo kembali menelusuri lorong kastil yang minim pencahayaan selain lilin di atas dian. Pria bertubuh atletis itu mencoba menemukan jalan di antara remang-remang istana sebelum akhirnya ia melihat sesuatu hal yang mengerikan terjadi pada pria yang mengerang kesakitan.***"Jadi, kau mengetahui adanya kaum Nocturnus sejak kau kehilangan-" sebelum Alena menyelesaikan kalimatnya, Alfred Gueste memotong dengan lembut,"Iya, aku juga melihat bagaimana sosok kegelapan itu membawa tawanan di mana salah satunya adalah adikku." "Lalu bagaimana ceritanya?"Alena men
Saat Sang Lady memberikan liontinnya pada Leo,terungkaplah sedikit demi sedikit memori Sang Lady yang pria itu lihat dibalik Liontin Vampir. Ya, sebuah kecupan mendarat di bibir Sang Raja kala Sang Putri hendak pergi berperang. "Kita akan pergi ke Transylvannia di mana Bukit Celeste membentang dekat istana Celeste." kata Sang Pemburu Savory. "Tunggu-mengapa harus ke sana?" tanya Alena. "Karena di sanalah cikal bakal Perang Celeste pertama dimulai. Ada laporan aktivitas di Bukit Celeste" kata Alfred. "Dan Anda tahu di mana letak istana Sang Lady? Menurut rumor, istananya terletak di Pegunungan Celeste. Dan itu cukup curam." kata Alena. Alfred menambahkan,'dan cukup dekat dengan Transylvannia." Desa Celeste tampak sibuk berjaga-jaga. Sang Pemburu berkata,"Aku mendengar Kelompok Flander-Sang Pembasmi Vampir- kini sudah berada dekat di sana, jadi kita hanya perlu menambah keseimbangan saja dengan berjalan bersama kelompk itu." Valthor berjalan menghampiri Sang Lady,"Sesuatu yang tida
"Kesepian telah memakan hatiku, Valthor." kata Sang Lady yang berhenti sejenak. Menunggu jawaban bijak Sang Perdana Menteri dari Nocturnus. "Biar kuterka, apakah Nonaku menyukai pria yang dibawa oleh Jenderal Nocturnus?" "Dia tidak akan pernah melihatku sebagaimana dulu aku pernah menjadi manusia, tetapi dia melihatku sebagai 'Parasit Kehidupan' yang harus dimusnahkan." kata Sang Lady lagi sambil melanjutkan,"Se-seharusnya kujadikan dia sebagai bagian dari kita, Valthor." "Valthor rasa, Tuan Sanders masih memerlukan waktu untuk bisa menemukan kembali ingatannya, Nona." Dan Valthor bertanya pada anda,apakah itu pilihan yang bijak? Bagaimana bila Tuan Sanders bukanlah Pangeran Templar melainkan hanya takdir yang telah berlalu bagi kita?" Sang Lady mengamati seksama lalu Valthor menambahkan,"Jika benar Tuan Sanders adalah kekasih sejati Nonaku, berikan dia waktu untuk mengingat kembali. Jika dia tidak mencintai Nonaku, mungkin memang takdirnya bukan untuk Nonaku miliki. Tapi jika dia p
"NOCTURNUS-Sang Jenderal Terbaikku." sapa Sang Lady yang melihat pejuangnya terluka. Valthor mengamati dari belakang Sang Lady sambil bertanya,"Apa yang terjadi padamu, Nocturnus?" Nocturnus terengah-engah namun berjuang untuk memberitahukan sesuatu,"Mata Celeste ada pada salah satu dari mereka,No-naku...ugh..." Valthor menimpali,"Kita terlalu cepat meremehkan kemampuan mereka, Nona." "Tunggu, aku akan memberikan darahku untuk energimu." Sang Lady membuka sarung tangannya lalu membuat luka di tangan kirinya. Diberikannya darah Vampir untuk menyembuhkan Jenderal Nocturnus. Pelan tapi pasti. Setiap jengkal luka tertutup seutuhnya. "Aghhh....." rintih Jenderal sesaat ketika Sang Lady memberikan darahnya. "Sekarang kau sudah kembali bugar, pergilah dan cari Batu Darah yang adalah Mata Celeste untukku." perintah Sang Lady. Seakan mendapatkan kekuatan baru, Jenderal Nocturnus pun berangsuk bangkit. Dia pergi bersama pasukan Orc miliknya mencari Batu Darah. "Daulat, Nona!" *** Ingatan
Seorang pemandu Roh berjalan bersama lampu penerangan di tangannya. Menelusuri Hutan Celeste yang kala itu mencekam hebat. Suara guntur menggetarkan daratan hingga banyak makhluk tidak berani menampakkan diri mereka.Kastil tua menunggu panggilan kematian yang bangkit. Reruntuhan Celeste memenuhi seluruh ruangan.Sang Putri dikhianati rakyatnya dan kini di makamkan oleh Ketua Lam, yang adalah Paman Rufus Rosseau,seorang murid Gryffindor. Dia adalah Lam Rosseau, sosok yang dekat dengan Flander.Ketua Lam dan muridnya meletakkan peti mati bernama Elizabeth Celeste di kastil tua itu.Sambil menghitung perkiraan hari,ia berkata,"Ingat,petinya tidak boleh menyentuh lantai. Jika sampai menyentuh tanah,maka arwahnya akan bangkit menjadi vampir.""Baik,Ketua." Ketua Lam meminta papan nama milik putri bangsawan itu dan meletakkannya di atas meja yang penuh lilin dan dupa.Lilin di kiri padam seketika dan membuat putri Ketu Lam tampak khawatir,"Ayah,apakah kita sudah melanggar suatu larangan?""
Rose, Michael, dan Jake berkumpul di luar ruangan, mempersiapkan diri untuk melakukan patroli di sekitar hutan. Mereka merencanakan rute patroli mereka dengan cermat, memperhatikan area-area yang rentan dan titik-titik pengawasan yang strategis. Saat mereka mulai menjalankan patroli mereka, mereka menyadari betapa pentingnya tugas mereka dalam menjaga keamanan Hutan Celeste. Mereka bersumpah untuk tetap waspada dan siap bertindak cepat jika terjadi ancaman apa pun. Rose, Michael, dan Jake berdiri di tepi hutan, memeriksa peralatan mereka sebelum memulai patroli. Rose memeriksa tombaknya dengan cermat, memastikan mata tombaknya tajam dan siap digunakan. Michael memeriksa busur dan anak panahnya, menarik tali busur dengan hati-hati untuk memastikan kelenturannya masih sempurna. Sementara itu, Jake memeriksa pedangnya, memastikan bilahnya tidak berkarat dan pegangan tetap kokoh di tangannya. "Kau siap?" tanya Rose sambil menatap ke arah hutan dengan serius. Michael dan Jake mengangguk
"Malam di mana semua kaum Nocturnus berkumpul dan meminum darah dari korban persembahannya." kata Alfred. *** Penduduk Desa Celeste hidup damai di bawah sinar matahari yang hangat, di sebuah desa yang subur dan indah. Suasana berubah menjadi gelap ketika pasukan Nocturnus, dipimpin oleh seorang pemimpin kejam, memasuki desa dengan maksud menghancurkan segala yang mereka temui. Mereka tidak membedakan siapa pun, membantai penduduk desa tanpa ampun, tanpa belas kasihan, termasuk wanita, anak-anak, orang tua, dan pria dewasa. Desa yang dulu penuh dengan kehidupan dan tawa, kini menjadi tempat pertumpahan darah dan kehancuran. Pemimpin Nocturnus memimpin pasukannya masuk ke Desa Celeste, diikuti oleh para prajuritnya. Penduduk desa terkejut dan ketakutan, mencoba bersembunyi atau berlari. Pemimpin Nocturnus dengan suara gelap dan berwibawa,"Selamat datang, hamba-hamba kegelapan! Hari ini, Desa Celeste akan menjadi saksi kekuatan dan kemarahan kami!" Penduduk Desa meminta sembari be