Aksan terlihat tak nyaman sepanjang perjalanan, wajahnya menunjukan kekhawatiran tentu saja itu membuat Nilam semakin curiga, ia berharap begitu sampai rumah bisa memergoki hal yang selama ini ia curigai."Kenapa mas?" tanya Nilam."Nggak sayang, Mas telepon Mbak Tami dulu ya ngabarin kalau kita gak jadi pergi." Tebakan Nilam benar, Aksan takut di rumah sedang tidak baik keadaannya jadi dia harus memastikan semua aman. Nilam tidak setuju dengan apa yang dikatakan Aksan."Gak perlu lah mas, kan nanti juga kita sampai rumah."Namun Aksan tetap merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel, Nilam membiarkannya seberapa besar pum cara Aksan menyembunyikan hal itu bagi Nilam jika sudah waktunya terbongkar akan terbongkar.Selesai mengirim pesan pada Mbak Tami, Aksan menggenggam tangan Nilam dan tak terlepas hingga sampai di depan rumah."Walah, ini yang mau liburan sudah pulang lagi." Mbak Tami sudah memyambut mereka pulang dengan senyum sumringah yang bagi Nilam itu adalah senyum kemun
"Alasan apalagi yang akan kamu ucapkan mas?" tanya Nilam.Aksan menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Pikiran Aksan melayang pada peristiwa itu, peristiwa di mana kehancuran bermula. Dengan berat Aksan menceritakan semua yang terjadi pada Nilam.Satu bulan setelah Aksan melamar Nilam, tiba-tiba seorang perempuan datang ke rumahnya dan mengaku sebagai simpanan papanya. Nyaris semua dibuat tak percaya akan hal itu hingga akhirnya papa mengakuinya.Saat itu terjadi pertengkaran hebat antara mama dan papa Aksan, hingga akhirnya papa membela perempuan itu dan mama memilih peegi dari rumah, Mama Indri adalah selingkuhan papa yang papa simpan dan jaga dengan baik, kepergian mama bukan membuat papa Aksan berpikir atau menyesal, justru dia melegalkan pernikahannya bersama Mama Indri tak ada yang menghadiri pernikahan itu, Mbak Tami, Aksan dan Ikhsan-kembaran Aksan memilih berfokus mencari mama kandung mereka. Aksan diliputi rasa sakit yang sungguh pedih, kenyataan pahit har
"Dia yang kamu cari?" Mbak Tami mendorong kursi roda dengan seorang perempuan yang duduk di atasnya. Nilam terperangah dan mendadak memiliki kekuatan untuk berdiri meski tangannya menempel berpegangan ke dinding. Aksan terlihat pasrah saat melihat kakaknya datang bersama perempuan yang selama ini ia sembunyikan."Siapa dia Mas? Siapa?" teriak Nilam.Perempuan di atas kursi roda itu menatap Nilam dengan tatapan sinis dan mendelik lalu tiba-tiba tersenyum membuat Nilam merinding sendiri. Ada yang aneh dari perempuan itu, lalu dia melihat ke arah Aksan dengan senyum bahagia dan kembali melihat ke arah Nilam dengan melotot."Jangan dekati suamiku, pergi ... Pergi ...."Perempuan itu ikut berteriak seperti Nilam tapi suaranya parau, Nilam terhenyak mendengar ucapan perempuan itu. Dia menatap ke arah Aksan."Apa dia bilang Mas? Suami? Kamu suaminya? Iya? Jawab mas?" Nilam tak kuasa menahan emosinya dia memukuli Aksan yang sejak tadi hanya terdiam, melihat Aksan dipukuli perempuan diatas
"Bohong ...."Seketika semua mengarah ke arah suara, Mama Indri sudah berdiri di pintu, tak ada yang menyadari kedatangannya karena sibuk dan hanyut dalam suasana menyakitkan."Tante ...."Mbak Tami menoleh dan terkejut, begitupun Aksan dan Nilam, tak ketinggalan Bi Jum yang sejak tadi mengintip di balik dinding. Tak ada mata yang tak menoleh ke arah Mama Indri.Mama Indri menghampiri Nilam yang masih terduduk lemas, dia ikutan duduk di hadapan Nilam. "Kalau dia benar mencintaimu seberapa tentu dia akan ingat syarat yang kamu ajukan, kalau dia benar mencintaimu tentu dia akan takut untuk berpisah darimu dan memilih membiarkan perempuan gila itu sendirian, kalau dia ...."Tetiba tangan kekar itu menyambar rambut Mama Indri hingga Mama Indri kesakitan, Aksan mengangkat tubuh Mama Indri dengan sekuat tenaga lalu menghadapkan wajahnya ke hadapannya."Belum puas kamu menghancurkan rumah tangga orang tuaku hah? Belum puas kamu melihat keponakanmu sendiri menderita? Sekarang kamu mencoba me
Sepanjang perjalanan air mata Nilam tak bisa dibendung, mengalir deras membasahi pipi mulusnya. Betapa tidak, lelaki yang ia cintai sepenuh hati, ia curahkan semua kasih sayang yang selama ini dijaganya hanya untuk lelaki yang halal baginya dinodai oleh sebuah kebohongan yang cukup lama.Nilam merasa dirinya bodoh, ya bodoh karena mau tertipu dengan sikap manis yang selalu ditampakkam oleh Aksan, dia sama sekali tak pernah mencurigai suaminya itu karena sikap Aksan tak pernah mencurigakan tapi nyatanya berbulan-bulan dia telah dibohongi.Memorinya memutar kembali saat-saat pertama kali ia mendengar suara aneh itu, perasaannya kuat dan tajam ada sesuatu yang tak beres, andai Nilam tak memiliki perasaan curiga atas suara itu mungkin dia akan terus hidup dalam sebuah kebohongan yang kekal. Aksan adalah lelaki pertama yang Nilam cintai, yang padanya Nilam berharap kebahagiaan yang luas dan besar, berharap ketulusan dan keikhlasan dalan memcintai, berbaur menjadi suami istri yang saling j
Meninggalkan sejenak Aksan yang sedang berupaya membujuk Nilam agar mau memberikannya kesempatan untuk merubah segala hal negatif tentang dirinya di hadapan Nilam. Ada kisah yang tak bisa terlepas dari masalah yang hadir diantara Nilam dan Aksan.Kepergian Aksan mengejar Nilam ke rumahnya, membuat Bi Jum mematung di balik jendela, ia merasa sangat sedih dan berduka melihat itu semua. Bagaimanapun Aksan adalah anak majikannya yang sejak kecil sudah diurusnya. Bi Jum, pembantu di rumah keluarga Pak Adi Jaya-Papa Aksan sudah menemani perjalanan kehidupan Aksan sejak usia lima tahun. Saat itu, Aksan dan Ikhsan sudah mulai kerepotan karena harus antar jemput si kembar, akhirnya dengan berat hati meski sebetulnya tak ingin ada ART mama Aksan terpaksa menerima seorang pekerja. Atas saran dari saudaranya, mama Aksan menerima Bi Jum, saat itu Bi Jum masih muda tapi usianya tiga tahun lebih tua dari usia Mama Aksan. Awalnya Bi Jum dipanggil Mbak oleh Mama Aksan, tapi Bi Jum lebih nyaman dipan
"Ibu benci sama kamu ...."Aksan terdiam, ucapan Ibu Nilam seakan bom yang menghantam jiwanya. "Bu, maafkan Aksan bu. Mohon beri kesempatan pada Aksan untuk memperbaiki semuanya, menjelaskan semua yang terjadi karena semua tak seperti Nilam pikirkan.""Pergilah, biarkan Nilam sendiri dulu.""Tapi bu, aku ingin pergi dari sini bersama Nilam bu ...."Aksan terus mencoba merengek pada Ibu, bersimpuh memohon maaf pada ibu mertuanya. Bagi Aksan apa yang dilakukannya bukanlah kesalahan yang besar, malah baginya dia sudah berbuat baik karena menolong adik iparnya.Tak sedikit pun ibu goyah, ia tetap teguh pasa pendiriannya. Ibu bangkit dari duduk, berjalan menuju jendela. Pandangannya ia arahkan ke depan, Aksan masih terduduk."Ibu membesarkan Nilam dengan penuh tanggung jawab, ada cinta dan kasih sayang di dalamnya tapi ada juga ketegasan agar disiplin dalam segala hal. Dalam keluarga kami, satu hal yang tak boleh dilakukan yaitu berbohong. Kami meyakini tak ada satu alasan apapun yang dap
Nilam merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan mata berharap esok akan lebih baik, kepalanya masih terasa berat apalagi dengan kedatangan Aksan yang mencoba membujuk ibunya agar mempertemukan dengan dirinya. Beruntung ibu memiliki pendirian yang kuat sama seperti Nilam.Perjalanan beberapa hari kebelakang membuatnya sangat lelah, terutama kondisi hati yang sedang terpuruk. Ibu benar, sejak kecil Nilam dipupuk oleh kejujuran dari kedua orang tuanya, mereka sangat benar-benar menjungjung hal itu, tak ada alasan apapun tentang sebuah kebohongan karena bohong tetaplah sebuah kesalahan mana ada alasan dalam sebuah kesalahan. Samar-samar Nilam mendengar adzan berkumandang, lalu ia membuka mata perlahan, tak terasa ia hanyut dalam dekapan siang menuju sore yang tak terlalu panas. Nilam beranjak dari tidurnya lalu menuju kamar mandi. Ia nyalakan sower membiarkan tubuhnya diguyur air, melepaskan semua kesedihan dan duka yang ia rasakan, bersama air yang mengaliro tubuhnya Nilam membuan