Share

Makhluk Dibalik Pintu

        Suara nyaring ketukkan pintu membuat Nyonya Sandra bangkit dari duduknya,  ia tidak tega membangunkan Sulati. 

        Ia tidak tahu jiwa Sulati masih bisa melihat dan mendengar suara. Namun seperti malam sebelumnya,  raga yang ia miliki tidak mampu digerakkan. Pelayan itu mendengar ketukkan pintu,  ingin mencegah majikannya membuka,  tapi semua seperti lumpuh. 

       "Siapa?" tanya Nyonya Sandra memecah keheningan malam,  karena suara TV dikecilkan hingga 0.

       Tidak ada jawaban. 

      Wanita anggun  dengan tubuh semampai itu menyibak hordeng ruang tamu untuk memastikan pemilik tangan yang mengetuk pintu. 

         "Tidak ada siapa-siapa, apa aku salah dengar," ucapnya lirih. Ia membalikkan tubuh beranjak dari belakang pintu. 

        Sulati nampak menghela nafas lega meski mata masih terpejam tak berdaya. Namun belum genap langkah sang Nyonya pada hitungan keempat, kembali terdengar suara lebih keras. 

       Tok! tok!  tok! 

       "Siapa, sih?  malam-malam mempermainkanku," rutuknya kesal, sambil membalikkan badan ke arah pintu lagi. 

       Kali ini Nyonya Sandra memutar kunci pintu. Detik demi detik seolah melambat, jiwa Sulati melihat raganya sendiri terbaring layaknya mayat hidup. Ia berlari ke arah Nyonya untuk mencegah pintu yang hendak dibuka. Namun usahanya sia-sia karena raganya tengah tertidur. Majikannya tetap menarik ganggang pintu. 

       Cklek! krieeet! 

      "Siapa?" panggil Nyonya Sandra.

       Hembusan angin malam menerpa kulit halusnya, Wanita itu mengusap-usap tengkuk dan lengan yang terasa dingin. Gaun satin merahnya melambai lembut. Ia menoleh kanan dan kiri tapi tidak menjumpai siapapun.

        "Tidak ada seorangpun, apa aku hanya salah dengar?" tanyanya pada diri sendiri. Kembali ia menutup pintu dan menguncinya. 

          Suara lolongan anjing dari ujung komplek bersahut-sahutan. Desir angin sekitar rumah menyibak-nyibak hordeng ruang tamu. 

        Nyonya Sandra melangkah hendak kembali ke depan TV, tapi langkahnya terhenti. Ia merasakan ada yang menyentuh pundak kanan. Secepat kilat kepalanya menoleh ke belakang. Ia terkesiap, kedua bola matanya membeliak. Sesosok besar gelap meletakkan tangannya yang panjang dan kuku-kuku tajam dipundak. Hitam pekat seperti jelaga,  raut mukanya tidak terlihat karena terbungkus kegelapan, sedikit warna merah di dua bola mata saja yang nampak mencolok. 

        "Aaaaa!" 

       Jeritan Nyonya Sandra memecah sunyi malam. Ia pingsan seketika dalam keadaan terduduk. Mahluk menyeramkan itu mencengkeram rambutnya dan mulai menyeret terseok-seok lantaran sebelah kakinya pincang. 

        "Nyonya!  Nyonya!" Jiwa Sulati berlari sementara ia menangis mengikuti kemana majikannya dibawa oleh makhluk itu.  

         "Jangan bawa Nyonyaku! Kumohon!" Tangannya mulai menggapai tubuh Nyonya Sandra tapi selalu saja sia-sia. Seolah dirinya angin lewat. 

       Makhluk itu membawanya ke arah dapur. Mata batin Sulati terus mengikuti sambil menangis kebingungan. Melihat tapi tidak bisa berbuat apa-apa,  menyedihkan. Sosok besar itu tiba-tiba mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, kuku hitam dan runcing mengarah tepat di atas jantung Nyonya. 

       Detik-detik berharga itu digunakan oleh Sulati untuk memusatkan konsentrasi memohon pertolongan Allah. Kadang orang tidak pernah menduga permintaannya bisa dikabulkan atau tidak sangat bergantung pada seberapa murni keikhlasan ketika memohon. Seperti yang Allah ceritakan dalam Al-Qur'an tentang orang yang nyaris tenggelam di tengah lautan,  memohon-mohon kepada Allah agar diselamatkan. Begitu pula Sulati.

        Ia pusatkan pikirannya,  hingga antara dirinya dan Tuhan seperti tidak berjarak bak seorang budak memohon pada majikannya untuk menolong orang lain. Sedang ia memohon pada yang Maha Tinggi. Membayangkan dirinya bersimpuh pada Cahaya Ilahi yang Abadi. 

       "Allah tolonglah Nyonyaku. Laa ilaaha illallah." Hening, matanya terpejam, lafal tauhid terus menggema di setiap sudut ruang pikirannya. 

      Hembusan angin hebat menghentak-hentak udara kosong menyimpan kemarahan yang terpendam. Suara piring dan gelas berdenting,  beradu dengan suasana mencekam. Sulati masih terus saja melafalkan dalam benaknya,  Mahluk itu menoleh ke arah tempat di mana sang pelayan bersimpuh,  namun bahkan dirinya tidak mendapati suatu apapun. Rasa panas membakar tubuhnya menyebabkan lolongan pilu yang hanya didengar oleh jiwa sulati. Mahluk itu berubah menjadi gumpalan asap pekat yang mengecil, mencari jalan keluar ke arah ventilasi dapur. 

         Sulati tersentak, raganya sudah menyatu dan bangun tersengal-sengal. Ia buru-buru bangkit lalu setengah berlari untuk menengok kondisi Nyonya Sandra yang tadi di seret makhluk hitam itu. 

         Sulati menemukan tubuh istri tuannya tergeletak begitu saja di lantai dapur. Ia duduk di sampingnya memeriksa denyut nadi sang Nyonya. 

       "Ah,  masih hidup. Untunglah," gumamnya. Tidak henti-henti ia bersyukur kepada Allah di dalam hati. 

        Ia memapah tubuh Nyonya Sandra, tertatih-tatih menahan berat membawanya untuk dibaringkan di atas sofa. Tidak mungkin Nyonya dibawa ke lantai atas, terlalu berat bagi seorang perempuan lemah seperti dirinya dan terlalu beresiko karena harus menaiki tangga. 

        Ia menekan tombol off pada remot TV yang tadi belum sempat dimatikan. Kemudian duduk di samping tubuh Nyonya,  merenungi kejadian-kejadian yang menimpanya selama tinggal di sini. 

       "Apakah rumah ini memang tidak bisa dihuni orang selain pemilik rumah ini?" tanya Sulati pada dirinya sendiri lalu bangkit dari duduknya untuk pergi mengambil minyak kayu putih yang ia letakkan di lemari plastik dan segera kembali. 

       Pelayan itu bersimpuh di samping tubuh Nonya Sandra membuka minyak kayu putih dan mengoleskan diujung telunjuknya lalu meletakkan ujung jari di bawah hidungnya. 

       Perlahan wanita yang selalu bergaun satin di malam hari ini membuka matanya. 

       "Nyonya ada yang sakitkah?" tanya Sulati. 

       "Mbak, barusan aku bermimpi pundakku dicengkeram makhluk mengerikan, aku sangat shock. Padahal hanya mimpi," jawabnya lirih. 

        Mendengar itu Sulati menghela nafas. Nyonya benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri.  Bagaimana dia bisa menjelaskan,  kalau seperti ini. 

       Nyonya Sandra mencoba bangun,  tapi kakinya terasa sedikit ngilu saat ia akan berdiri,  walhasil ia kembali terduduk di sofa. 

     "Kakiku kenapa, ya, Mbak?" tanya wanita cantik itu sambil meringis kesakitan. 

  

       Keesokkan harinya sang Nyonya demam, tiap kali ia memejamkan mata, Sulati selalu mendengar rintihan mengigau dari mulut istri Tuannya. 

      Pag-pagi sekali Sulati menunggu kedatangan pemungut sampah di depan rumah. Tepat pukul 06.00, ia mendengar suara gerobak sampah berhenti di depan pagar,  segera ia berlari.

     "Pak!" panggilnya. Pak tua menoleh.

     "Ya,  Neng? ada apa?" Pak tua membalas panggilannya, serta merta ia menghentikan tangannya yang tengah mengeruk sampah di kotak pembungan terbuat dari semen. 

     "Siapa yang tinggal di rumah ini sebelum kami, Pak?" tanya Sulati ingin mengorek informasi. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Veedrya
huhuhuhu makin hurur yha pas kebeneran aku juga nempatin rumah baru bacanya T_T
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status