Share

4. Sudah Waktunya

Sosok astral itu mulai merangkak, tubuhnya mengeliat, mulutnya terbuka lebar hingga terlihat giginya yang tajam, darah hitam keluar dari mulutnya. 

"Krekk kreeekk kreekk." Seperti suara tulang-tulang patah. Hantu itu mulai merayap ke dinding. 

"Apa mau mu? Apa yang kau cari disini? Setelah sekian lama aku sudah mengurungmu di sumur itu, apa yang membuat mu bangkit lagi!!" gertak Mbah Darmo yang mulai tersulut emosi. 

"Kikikikikikikikikikikik." Sosok itu hanya tertawa, lalu menghempaskan tubuhnya ke tubuh Nenek Iroh. 

Seketika tubuh Nenek Iroh terasuki hantu itu. Kuku-kuku tangan Nenek Iroh menghitam seperti kayu yang terbakar.

"Ini sudah waktunya aku mendapatkan apa yang harus aku dapatkan. Nyawa Iroh milikku." Suara Nenek Iroh yang di rasuki sosok astral itu terdengar serak, menggema mengisi ruangan. 

"Keluar kau dari tubuh Iroh. Tidak ada alasan kau harus mengambil nyawanya!!" tegas Mbah Darmo. 

"Ini sudah waktunya. Kikikikikikikikik!!" 

Breeekkkkk!! 

Nenek Iroh terbaring lemas di lantai. Sosok astral itu telah keluar dari tubuh renta Nenek Iroh. 

"Arya. Aryaaaaaaa!!" panggil Mbah Darmo dengan suara lantang. 

Pak Arya yang mendengar suara Mbah Darmo langsung bergegas lari ke dalam rumah. 

"Ibuuuuuu.... " Teriak Pak Arya melihat Nenek Iroh tergeletak di lantai. 

"Ibu mertuamu di rasuki penunggu sumur itu, Le. Sosok itu bukan lagi hantu biasa, Le. Melainkan iblis!" tegas Mbah Darmo. 

"Bagaimana bisa, Mbah?" suara Pak Arya bergetar mendengar penjelasan Mbah Darmo. 

"Sudah. Lebih baik kau bawa masuk anak dan istrimu dulu. Nanti Mbah jelaskan. Ibu mertua mu juga harus segera di urus." 

Pak Arya keluar rumah untuk memanggil anak dan istrinya. Reina yg masih lemas di gendong oleh Pak Arya. 

"Kita bawa Ibu dan Reina ke kamar masing-masing, biarkan mereka beristirahat." Kata Pak Arya yang masih menggendong Reina menuju ke kamarnya. Sementara Mbah Darmo, Bu Mirna dan Kemal membawa Nenek Iroh masuk ke dalam kamarnya. 

"Ini sebenarnya ada apa, Mbah. Kenapa Ibu seperti ini?" tangis Bu Mirna pecah melihat Nenek Iroh yang terbaring lemah, belum sadarkan diri.

Bu Mirna menyelimuti tubuh Nenek Iroh yang kurus kering itu dengan selimut putih. 

"Kita bicarakan di luar saja, Mir." Jawab Mbah Darmo, matanya berkedip dan sedikit menolehkan kepalanya ke arah Kemal. Dia Memberi insyarat kepada Bu Mirna agar Kemal masuk ke kamarnya. 

Bu Mirna langsung mengerti apa yang di maksud oleh Mbah Darmo. "Nak Kemal. Kamu masuk ya ke kamarmu. Istirahat, tidur ya. Ini udah malam." Bujuk Bu Mirna halus. 

"Tapi Kemal takut ma. Kemal tidur sama kakak boleh nggak, Ma?"

Bu Mirna hanya mengangguk dan memberi senyuman. Setelah Kemal masuk kamar, Bu Mirna, Pak Arya dan Mbah Darmo duduk di meja bulat ruang tamu. 

"Keluarga kalian dalam bahaya." Celetuk Mbah Darmo membuka perbincangan mereka. 

"Apa maksudnya, Mbah? Keluarga kita kenapa?" pipi Bu Mirna yang belum kering, kembali basah oleh air matanya. 

Pak Arya memegang tangan Bu Mirna, mencoba untuk menguatkan Bu Mirna. Walaupun dia sendiri sebernarnya juga terpukul, namun Pak Arya harus tetap terlihat kuat di depan istrinya. 

Lalu Mbah Darmo mengajak mereka ke sumur tua di kamar mandi belakang rumah. Mbah Darmo terbelalak melihat papan kayu penutup sumur itu seperti sudah di buka. 

"Sudah mati-matian aku berusaha mengurung iblis itu di dalam sumur ini. Sekarang, dengan mudahnya iblis itu bangkit! Siapa yang sudah membukanya, Mirna?" cecar Mbah Darmo yang merasa kecewa. 

"Kami nggak tahu Mbah." Pak Arya merangkul pundak Bu Mirna dari belakang. 

"Dulu, Ibumu sakit menahun. Sakitnya bukan sakit biasa. Tubuhnya bau busuk, kaki dan tangannya menghitam. Ibumu di santet! Waktu itu Ibumu minta tolong sama Mbah untuk mengobati sakitnya.Tetangga mu sempat mengusir Ibumu dari desa ini. Mereka takut tertular, dan membawa malapetaka. Saat mbah obati, keluarlah rambut-rambut dari mulut Ibumu yang ku simpan dalam botol kecil ini." Jelas Mbah Darmo sambil menunjukkan botol kecil kepada mereka. 

"Mbah bertarung dengan iblis itu. Dan mengalahkannya. Mbah kurung energi hitam itu ke dalam sumur ini.Mbah tutup rapat berharap tidak ada yang akan membukanya." imbuh Mbah Darmo. 

"Terus siapa yang mengirim iblis itu dan apa yang iblis itu mau, Mbah?" tanya Bu Mirna dengan suara lemah. 

"Mbah tidak tahu, Mir. Iblis itu dikirim oleh orang berilmu tinggi lebih dari saya. Saya tidak dapat membaca siapa dan tujuannya apa iblis itu dikirim." Jawab Mbah Darmo putus asa. 

Pak Arya segera memeluk Bu Mirna yang sudah sangat lemas menghawatirkan nasip ibunya.

Diam-diam Raina mendengar percakapan mereka. Wajahnya seketika berubah menjadi pucat, Reina masih membayangkan apa yang dia lihat sore tadi. Seakan tidak percaya bahwa semua itu benar-benar terjadi karena ulahnya sendiri. 

Reina kembali ke kamar. Dia sangat merasa bersalah karena kecerobohan, semua malah menjadi seperti ini. Dia bingung apa yang harus  dia lakukan. Dia tak mau melihat ibunya sedih dan tak mau nyawa serta keselamata neneknya terancam. 

Tiba-tiba lampu di kamar Reina mati.

Ssrrrrrttttt sssrrttttt sssrrtttt. 

Seperti ada yang merangkak di bawah tempat tidur Reina. Kuku-kuku panjang hitam muncul di ujung tempat tidurnya, pas di bawah kaki Reina. 

"Aaaaaarrggghh." Reina berteriak kencang sambil menutupi matanya dengan bantal. Lampu tiba-tiba hidup kembali. 

"Kenapa, Kak?" tanya kemal yang terbangun karena teriakan Reina. 

"Ehh enggak kok. Udah kamu tidur aja lagi." jawab Reina menyembunyikan ketakutannya. 

Reina mencoba menenangkan dirinya. Dan kembali tidur di samping Kemal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status