Akibat nekat melakukan uji nyali di tempat wisata yang sudah lama terbengkalai, Farhan mendapat gangguan gaib yang membuat jiwa juga nyawanya terancam. Arvin, sang Kakak tidak tinggal diam melihat adiknya tersiksa seperti itu. Dia pun terus berusaha menyembuhkan sang Adik agar bisa sembuh seperti semula. Namun, keduanya malah terjebak di sebuah padepokan yang menganut aliran sesat. Bisakah Farhan sembuh dan mampukah mereka keluar dari padepokan aliran sesat tersebut?
View More"Arvin!"
Teriakan dan gedoran pintu utama rumahnya membuat Arvin yang tengah memejamkan kedua matanya terbuka lebar dengan terkejut.Dia yang memang sengaja tidur di ruang tamu untuk menunggu adiknya pulang."Arvin, buka pintunya! Ada kabar gawat ini," ucap seseorang lagi sambil mengetuk pintu utama rumah Arvin. "Menyangkut adik kamu," imbuhnya.Mendengar kata adiknya, Arvin langsung bangkit dari tidurnya. Berjalan dengan langkah gontai menuju pintu dan membukanya perlahan."Ada apa, Mas? Ada apa dengan adik saya?" tanyanya menatap laki-laki berjaket merah itu dengan cemas."Farhan. Adik kamu kecelakaan di dekat jalan yang mau ke tempat bekas kebun binatang yang angker itu," katanya."Hah!" Kedua mata Arvin melebar sempurna. Bahkan, mulutnya sampai menganga. "Bagaimana keadaannya sekarang? Dia di mana?"Arvin pun semakin panik dibuatnya."Dia ada di rumah sakit yang ada di dekat kota.""Ya sudah. Ayo antar saya ke sana, Mas!" pintanya. "Sebentar, saya ambil jaket sama dompet dulu.""Iya. Saya tunggu di sini."Arvin kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia memakai jaket dan mengambil dompet, kemudian memasukkannya ke dalam saku jaket yang ada di dalam agar lebih aman."Ayo, Mas!" ajaknya bersama dengan laki-laki yang dia kenal dengan nama Anton. Dia adalah tetangga yang rumahnya berjarak dua ratus meter dari rumahnya."Pakai helm, Mas!" ujar Anton mengingatkan."Oh, ya. sebentar."Arvin masuk lagi ke dalam rumahnya dan mengambil helm. Kemudian, mereka berdua menuju rumah sakit dengan menggunakan motor Anton."Mas Anton tahu dari mana kalau adik saya kecelakaan?" tanya Arvin penasaran."Biasa, Vin. Aku lagi ronda sama yang lain. Pas lewat jalan yang mau ke bekas kebun wisata itu, kita lihat Farhan sudah tergeletak di atas aspal dengan kening berdarah dan kondisinya tidak sadarkan diri."Anton menjelaskan bagaimana awal mula dia menemukan Farhan."Tertabrak atau bagaimana? Dia sendiri atau ada temannya? Atau ada motor lain gitu?"Arvin terus bertanya. Dia penasaran dengan apa yang menyebabkan adiknya kecelakaan."Kurang tahu. Soalnya, kita lihatnya hanya Farhan saja. Tidak ada orang lain di sana selain adik kamu," sahutnya sambil fokus pada jalanan yang lengang karena jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam."Atau ... bisa jadi kecelakaan tunggal. Menabrak pohon. Soalnya, ada salah satu pohon yang lecet gitu, Vin," paparnya lagi.Arvin mengangguk. "Terus sekarang motornya di mana""Sementara diamankan di rumahku yang rumahnya paling dekat dengan lokasi kejadian.""Oke ...."Mereka kembali diam. Anton lebih memfokuskan pada jalan. Sedangkan Arvin sibuk memikirkan bagaimana kondisi adiknya itu.Anton melajukkan motornya dengan kecepatan lebih tinggi dari sebelumnya. Hampir setengah jam perjalanan, mereka pun akhirnya sampai di halaman rumah sakit yang memang sudah sepi."Di mana Farhan, Mas?""Tadi masih ada di ruang IGD. Coba aku tanyakan dulu."Anton mengetuk pintu ruang IGD, kemudian masuk setelah diizinkan oleh dokter jaga."Maaf, Dok. Mau tanya, pasien atas nama Farhan Sagara masih di sinii?""Oh, yang korban kecelakaan itu, ya?" tanya dokter memastikan."Betul, Dok.""Pasien atas nama Farhan Sagara sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Ada di ruang Abimanyu.""Oh, ya. Terima kasih, Dok.""Iya, sama-sama."Antonpun pamit undur diri. Kemudian memberitahu Arvin jika adiknya sudah dipindahkan ke ruang perawatan.Mereka berdua pun bergegas menuju ruang Abimanyu di mana Farhan di rawat. Berjalan dengan langkah cepat melewati lorong rumah sakit yang penerangannya hanya remang-remang."Itu ruangannya, Mas!"Arvin menunjuk papan kayu bertuliskan Ruang Abimanyu yang ada di atas pintu."Oh iya," sahut Anto yang pandangannya tertuju pada papan nama yang ditunjuk oleh Arvin.Sesampainya di depan pintu, mereka mengetuk pintunya terlebih dahulu. Kemudian baru masuk.Mereka menoleh pada satu persatu bilik ruangan yang ada di ruangan itu. Mencari keberadaan Farhan.Hingga salah satu tetangga Arvin menyembulkan kepalanya dari balik tirai yang menjadi pembatas antara pasien satu dan satu lainnya."Nah, itu Kang Supri!" seru Anton sambil menunjuk orang yang dimaksud.Mereka pun langsung menuju bilik yang posisinya ada di paling ujung.Ruangan seluas 10x20 meter persegi itu berisi delapan bilik dengan masing-masing dibatasi gorden."Nah, akhirnya kamu datang juga, Vin," ujar Supri yang bangkit dari duduknya dan mempersilakan Arvin melihat kondisi adiknya."Bagaimana kondisi Farhan, Kang?""Kening Farhan mengalami luka sobek. Dia dijahit tiga jahitan. Ini masih belum sadar karena masih terpengaruh obat kata dokter. Biar dia istirahat," papar Kang Supri menatap Arvin yang mengangguk.Namun, raut wajah cemas masih menghiasi wajah Arvin."Kita pulang dulu, Vin. Mau lanjut ronda. Kalau ada apa-apa kabari saja," ujar Kang Supri sambil menepuk bahu Arvin."Aku di sini kok, Vin. Temenin kamu. Tenang saja," sahut Anton."Iya nggak apa, Kang. Terima kasih banyak atas bantuannya, ya, Kang, Mas," ucap Arvin pada tiga orang yang menjaga dan menolong Farhan saat dia belum datang."Sama-sama, Vin. Semoga adik kamu cepat membaik, ya," ujar warga lainnya."Aamiin ... terima kasih semua, ya.""Iya. Kalau begitu, kita pamit dulu, ya."Mereka pun pamit pulang dan hanya menyisakan Arvin dan Anton yang masih menjaga Farhan.Namun, Anton memilih untuk tidur di luar karena di dalam hanya boleh ada satu orang yang menjaga."Farhan, kenapa kamu jadi begini sih?" gumamnya menatap sang Adik dengan iba.Firasatnya sebelum kepergian Farhan ternyata menjadi nyata.Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Farhan sebelumnya. Karena dia hanya pamit untuk membuat konten uji nyali di bangunan bekas kebun binatang yang sudah lama terbengkalai akibat bencana alam yang membuat kebun binatang itu tak terurus lagi sejak lima tahun terakhir hingga saat ini.Dia sudah melarang sang Adik untuk berangkat, tapi Farhan tidak mempedulikan larangan sang Kakak. Hingga dia mengalami kecelakaan tunggal karena terus dihantui oleh sosok-sosok yang menjadi penghuni bekas kebun binatang terbengkalai itu.Arvin pun memutuskan untuk memejamkan kedua matanya karena kembali diserang rasa kantuk. Dia tidur sambil duduk dengan kepala yang dia letakkan pada tempat tidur yang digunakan Farhan, sementara tubuhnya ada di kursi.Namun, baru beberapa menit dia memejamkan kedua matanya. Bahkan, baru saja dia hampir terlelap, tiba-tiba dia dikejutkan dengan teriakan yang berasal dari mulut Farhan."Han, kamu kenapa?" tanya Arvin yang mencoba menenangkan Farhan yang terus berteriak ketakutan.Bahkan, dia sendiri sekarang sudah dalam posisi duduk memeluk lututnya dengan tubuh yang gemetar ketakutan."Pergi dari sini! Pergi!" teriaknya mencoba mengusir sesuatu.Arvin pun mencoba menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Farhan, yaitu di pojokan kamar mandi.Namun, dia tidak mendapati apapun, tapi Farhan terus berteriak histeris ketakutan."Pergi dari sini!""Farhan, kamu kenapa? Di sini ada Aku, Farhan!"Arvin sendiri hanya bisa memeluk sang Adik yang ketakutan dengan pikiran kalut juga bingung. Karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada adiknya.Hingga dia berontak dan berteriak sekencang-kencangnya.Membuat pasien lain terganggu. Akhirnya perawat yang mendengar teriakan pun datang."Ada apa ini, Pak? Kenapa teriak-teriak malam-malam begini?" tanya seorang perawat yang juga berusaha menenangkan Farhan yang masih berteriak histeris."Saya juga tidak tahu, Sus. Tiba-tiba saja dia berteriak seperti ini."Arvin menatap Kiyai Fathur dengan tak percaya. Dia masih sedikit syok mendengar kalimat yang keluar dari mulut orang yang paling dia percaya saat ini.“I-ini sungguhan, Kiyai?” tanyanya memastikan. Dia khawatir jika ini adalah prank. Tapi tidak mungkin jika Kiyai Fathur mengerjai Arvin tentang lamaran. Bahkan itu lamaran anaknya sendiri.Laki-laki setengah baya itu membetulkan letak sorbannya yang agak jatuh dari bahunya. Lalu mengangguk dan membalas tatapan Arvin dengan seulas senyum.“Arvin, saya tidak pernah bercanda soal pernikahan. Apalagi, pernikahan itu sesuatu yang sacral. Tanggung jawabnya besar di hadapan Allah,” katanya sungguh-sungguh.“T-tapi, Kiyai. Ap-apa Kiyai yakin menyerahkan putri bungsu Kiyai pada saya?” tanyanya sedikit ragu. “Ma-maksud saya, Kiyai Fathur tahu sendiri kondisi saya seperti apa saat ini. Tidak punya pekerjaan tetap. Bahkan … ilmu agama pun saya masih harus belajar banyak. Saya takut tidak bisa menjadi imam rumah tangga yang baik untuk Dek Latifah. S
Belum habis keterkejutan Farhan dengan memberikannya fasilitas gratis selama memperdalam ilmu agama di pesantren ini. Sekarang, dia kembali dikejutkan dengan niat Kiayi Fathur untuk menikahkan anak sulungnya dengan kakak tercintanya.Dia masih tertegun. Merasa tidak percaya jika Kiyai Fathur, seorang pemuka agama yang terkenal di daerahnya ingin menikahkan putri kesayangannya dengan orang biasa macam Arvin? Bahkan kerjaan pun Arvin tidak punya pasca dipecat gara-gara dirinya.“Farhan!” panggilan dan tepukan kecil tangan Kiyai Fathur menyadarkan laki-laki berusia dua puluh tiga tahun dari lamunannya.Farhan mengerjapakan kedua matanya beberapa kali. Lalu berkata, “Apa saya mimpi, Kiyai?” tanyanya setelah sadar beberapa saat. “Barangkali saya masih berada di tempat Eyang Adiwangsa dan tengah bermimpi indah dalam tidur saya?” tanyanya lagi menatap Kiyai Fathur serius.“Saya tidak pernah main-main soal pernikahan , Fa
Satu Minggu di pondok pesantren, kondisi Farhan berangsur membaik. Meski dia yang paling mendapat terapi paling eksklusif untuk mengendalikan dirinya.Jiwanya yang kosong mulai terisi dengan mendengarkan tausyiah-tausyiah juga bacaan-bacaan ayat suci Al-Quran.Ibadah mereka pun semakin baik. Arvin bahagia melihat perubahan adiknya itu.Arvin baru saja keluar dari kamar mandi usai mandi karena hendak salat ashar berjamaah. Sengaja dia mandi lebih awal agar tidak terlalu antre.Saat dia hendak kembali ke kamarnya, dia tak sengaja bertemu dengan Kiyai Fathur yang baru saja pulang dakwah di luar pondok pesantren. Dua santri yang mengawalnya terlihat masing-masing membawa dua kantong plastic hitam besar.“Assalamu’alaikum, Kiyai,” sapanya sambil sedikit membungkukkan punggungnya. Mengikuti kebiasaan para santri jika bertemu dengan Kiyai Fathur atau guru-gurunya yang lain sebagai bentuk penghormatan.“Wa’alaikumsalam,” balas Kiyai Fathur menatap Arvin dengan senyuman. Mereka pun berjabat ta
Pihak kepolisian mendatangi lokasi pesantren yang akan menampung para korban kebejatan Eyang Adiwangsa. Tentu setelah mendapat persetujuan dari keluarga korban. Ada yang menurut, ada juga yang membawanya pulang dan merasa trauma karena takut mengalami hal yang sama.Tak apa, polisi tidak akan memaksa. Toh, itu hak mereka. Pihak kepolisian hanya akan memasukkan yang mau saja.“Assalamu’alaikum,” sapa seorang polisi bernama Suseno. Dia diantar oleh seorang santri menuju rumah dari pemilik pondok pesantren yang kini semakin banyak saja muridnya.“Wa’alaikumsalam,” sahut seorang laki-laki dari dalam.Sosok laki-laki setengah baya yang memakai kemeja warna merah bata yang dipadu dengan sarung polos berwarna hitam. Tidak lupa, sebagian kepalanya tertutup peci hitam. Senyum laki-laki bermata teduh itu menghiasi wajahnya.Sebelumnya, dia sudah diberitahu oleh besannya, dokter yang menangani kasus Eyang Adiwangsa di rumah sakit jika akan ada pihak kepolisian yang datang ke pesantrennya karena
Pintu pun didobrak secara paksa. Cipto dan Eyang Adiwangsa yang tidak bisa kabur pun akhirnya pasrah saat ditangkap dan dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan bersama beberapa anak buah Eyang Adiwangsa. Pasien lain pun merasa ketakutan dan kebingungan. Ada yang langsung disambut keluarganya, ada juga yang sempat ditenangkan dan disadarkan oleh warga sekitar karena keluarganya belum mengetahuinya. Polisi yang tersisa juga masyarakat setempat menggeledah ruang pribadi milik Eyang Adiwangsa dan menemukan bukti-bukti kebusukan laki-laki paruh baya itu, berupad bukti transfer yang banyak dari para pasiennya. “Pak, katanya di sini ada penjara yang digunakan Eyang Adiwangsa untuk mengurung orang-orang yang sudah mengetahui kebusuukkannya,” ujar salah satu warga yang diberi info oleh salah satu pasien yang keluarganya juga dimasukkan ke dalam penjara, tapi sudah meninggal karena kelaparan. Dan mirisnya, dia tidak tahu akan hal itu. Polisi pun langsung mencari tempat tersebut dan
Semakin hari, kondisi Farhan semakin parah. Meski ada yang bisa mengobati, namun Farhan bisa sampai tiga kali kerasukan setiap harinya. Tubuhnya yang tadinya berisi pun kini terlihat kurus. Beban mental yang terus menggerogoti hati dan pikirannya membuatnya semakin tertekan dengan kondisi sekarang ini.Bukan hanya Farhan yang mengalaminya, Arvin pun demikian. Dia tidak bisa berbuat apapun demi menyelamatkan adiknya. Yang ada hanya rasa bersalah karena telah menjebloskan adiknya ke dalam penjara seperti ini dan membuat hidupnya semakin menderita.Sesama penghuni penjara pun tidak bisa membantu banyak. Karena mereka juga sudah begitu lama berada di ruangan pengap tersebut dan tidak bisa keluar karena tidak ada akses keluar dari sana.“Maafkan Mas, Farhan ….” Arvin mengusap rambut kepala adiknya yang sudah gondrong karena tak dirawat. Padahal, Farhan adalah tipe orang yang paling rajn dengan rambut.Dia baru saja tenang setelah hampir setengah jam meraung-raung karena kerasukan makhluk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments