Chapter ini dari sudut pandang si Chocho. Jadi mudah-mudahan bisa dipahami. Aku bikin sejelas mungkin walau Chocho itu tuna grahita. Enjoy it.
CHOCHO POV
Suka, suka. Lagu ini.. suka. Chocho suka! Lucu! Ta gendong... kemana-mana.. Mbah kriwul lucu. Ya, mbah di video itu. Suka ketawa... lucu. Choco suka! Kayak Kak Titi... lucu. Kak Titi suka ketawa. Kak Titi cantik. Ya. Cantik kalau ketawa. Paman gak cantik, cemberut, jarang ketawa, gak lucu. Tapi baik. Paman.. sayang. Sayang Chocho. Chocho iya. Tapi Paman bosenin.
"Ta gendong! Ta gendong!" Chocho tiruin lagu.
Terus Paman masuk. Paman bosenin. Lihat video... cemberut.
"Tuan kecil Chocho, buat apa menonton lagu kampungan seperti ini? Siapa yang memberi CD ini?"
Choco sebal! Paman bosenin. Ini punya Chocho. Kak Titi kasih.
Paman matiin video. Chocho sebal!
"Maaf ya Tuan kecil Chocho, paman minta waktu dikiiittt aja."
Paman aneh! Chocho gak punya.. apa itu? Mainan apa itu waktu?
“Waktu... gak punya! Chocho gak punya!”
"Ah, maksud Paman... Paman mau bicara sebentar dengan Tuan kecil Chocho. Sebentar lagi paman akan meninggalkan tempat ini, paman mau pulang kampung..."
Aaahhhh... Paman sedih. Chocho sedih. Chocho peluk Paman. Pengin nangis.
"Napa pergi? Paman gak sayang lagi? Chocho nakal ya? Kapok Paman! Gak berani nakal! Choco mau baik! Chocho baik kok! Jangan pergi! Tidak boleh, Paman!"
Chocho sedih. Chocho nangis terus. Paman nangis juga. Paman usap airmata Chocho. Tapi Chocho keluarin lagi.
"Tuan kecil, Paman sayang sekali padamu. Tapi Paman sudah tua. Paman mudah capek dan mulai sakit-sakitan. Paman pergi bukan karena tak sayang Tuan kecil Chocho. Justru sayang maka Paman pergi, supaya Tuan kecil Chocho bisa dirawat oleh pengasuh yang baik. Kak Titi baik kan?"
Chocho angguk-angguk.
"Kak Titi baik. Baik. Lucu. Baik. Sayang Kak Titi."
"Yah, Kak Titi yang akan mengurus Tuan kecil Chocho tapi Paman harus memberitahu, Kak Titi itu beda dengan Paman.."
"Beda! Beda! Kak Titi lucu. Paman tidak!”
Chocho ngomong gitu, Paman cemberut. Paman marah? Napa marah?
"Bukan begitu, Tuan kecil. Paman itu pria. Kak Titi wanita. Tuan kecil pria."
Chocho tau.
“Trus napa?" Chocho tanya.
"Tuan kecil Chocho harus sopan, lebih sopan pada Kak Titi."
" Chocho sopan. Chocho gak nakal. Chocho baik."
Iya kan?
"Ya, Tuan kecil baik. Sopan yang Paman maksud. jangan lepas baju sembarangan di depan Kak Titi."
"Napa?" Napa gak boleh? Bingung!
"Karena Kak Titi cewek, malu dong."
"Napa malu?”
Chocho bingung. Paman ngomong apa? Chocho gak tau.
"Ya karena tubuh kalian berbeda. Dia pasti risih melihat tubuh Tuan kecil."
"Napa beda?"
"Tuan kecil Chocho pria. Dia wanita. Tubuh kalian beda. Misal dada Kak Titi lebih besar. Terus, dia gak punya kuk-kuk seperti Tuan Kecil."
Kak Titi gak punya kuk-kuk? Kasihan. Kak Titi kasihan. Chocho sedih. Kak Titi gak punya kuk-kuk. Chocho nangis.
"Lho, mengapa Tuan Kecil menangis?" Paman heran. Gak ngerti ya?
“Kasihan. Kak Titi gak punya kuk-kuk. Kasihan. Chocho kasih kuk-kuk Chocho saja. Kuk-kuk Chocho kasih Kak Titi aja!"
Paman kaget. Bingung. Chocho pegang kuk-kuk. Mau kasih Kak Titi. Cari Kak Titi. Mau kasih kuk-kuk ini!
"Jangan, Tuan Kecil!! Astaga! Ya Tuhan. Gak boleh kasih kuk-kuk ke sembarangan orang!" Paman pegang Chocho. Chocho gak boleh pergi.
"Cuma kak Titi. Bukan orang lain. Kak Titi aja!" Choco mau kasih kuk-kuk buat Kak Titi!
Paman keringat. Dia hapus keringat di pelipisnya.
"Tidak boleh, Tuan Kecil. Kuk-kuk hanya boleh diberikan untuk istri Tuan kecil nanti."
"Istri? Apa istri? Chocho gak tau. Siapa itu istri? Chocho gak kenal! Chocho cuma mau kasih kuk-kuk buat Kak Titi. Bukan buat istri!!"
"Istri itu adalah orang yang kita nikahi."
Chocho bingung. Paman bicara aneh. Gak ngerti!
"Nikah itu apa?"
Paman garuk-garuk. Paman gak jawab.
"Ya itu.. Itu, dua orang cowok dan cewek hidup bersama, tidur sekamar, boleh main kuk-kuk kalau sudah diresmikan, artinya sudah didaftarkan ke kantor yang mengurus pernikahan."
Chocho bingung. Paman cerita apa. Chocho cuma tau, cowok cewek tidur sekamar. Main kuk-kuk... apa itu? Pusing, ah!
"Jadi Chocho boleh kasih kuk-kuk kalau nikah? Chocho nikah aja. Nikah kak Titi!"
"Jangan! Astaga, Tuan kecil Chocho masih kecil!" Paman teriak. Kok Paman gitu?
"Kasihan Kak Titi. Chocho gak boleh kasih kuk-kuk. Napa?!"
"Gak usah dikasih kuk-kuk. Meski gak punya kuk-kuk, Kak Titi punya dompet koin."
"Dompet koin?? Chocho punya?"
"Tuan kecil tidak punya. Kita hanya bisa punya satu. Kuk-kuk atau dompet koin. Nantinya kalau sudah nikah, kuk-kuk baru boleh disimpan didalam dompet koin."
"Chocho mau. Mau dompet koin! Buat simpan kuk-kuk!"
Chocho teriak. Paman pusing. Dia pegang kepala.
"Aduh pusing aku. Susah jelasinnya!"
Chocho pusing juga. Uh, Paman bikin bingung.
"Sudah, jangan dibahas lagi. Yang penting Kak Titi jangan dilihatin kuk-kuk Tuan kecil. Makanya Tuan kecil jangan buka baju di depan Kak Titi."
"Napa?"
"Sudah jangan tanyak alasannya! Pokoknya gak boleh!" Paman marah. Chocho takut.
"Maaf Tuan Kecil, paman hanya bingung menjelaskannya. Percaya Paman saja, pokoknya gak boleh."
Chocho ngangguk. Tapi bingung.
"Dan sekarang, Chocho sudah besar. Gak boleh minta pangku atau gendong lagi pada Kak Titi."
“Tadi katanya Chocho masih kecil! Chocho kecil? Chocho besar?"
Paman garuk-garuk lagi. Gak boleh pangku. Gak boleh gendong. Chocho sedih. Chocho ingin disayang Kak Titi.
"Napa gak boleh? Kak Titi sayang Chocho."
"Meski sayang tetap gak boleh minta pangku atau gendong Kak Titi. Kasihan Kak Titi, badannya kak Titi lebih kecil daripada Tuan kecil Chocho. Nih lihat contohnya.."
Paman ambil kotak besar, taruh diatas kotak kecil. Kotak jatuh.
"Kotak kecil itu ibaratnya Kak Titi, kotak besar itu Tuan Chocho. Jatuh kan kalau kotak besar dipangku kotak kecil."
"Gak kuat." Chocho mengangguk.
"Ya, Tuan Chocho pintar. Sebaliknya kalau kotak kecil ditaruh diatas kotak besar gak jatuh kan? Sekarang Tuan Chocho ngerti kan?"
Chocho ngerti. Kak Titi gak kuat. Gak bisa pangku Chocho. Gak bisa gendong Chocho.
==== >(*~*)< ====
Kak Titi nyanyi. Bagus. Lucu.
"Ta gendong kemana-mana, ta gendong kemana-mana. Enak toh, asik toh... daripada kamu..."
Chocho ketawa. Kak Titi lucu! Lucu!
"Ta gendong! Ta gendong!" Chocho ikut nyanyi.
Kak Titi ketawa. Chocho gemas. Kak Titi cubit pipi Chocho. Kak Titi sayang Chocho.
"Gendong kak Titi!"
Kak Titi diam. Kak Titi bingung. Ah, Chocho ingat. Kotak kecil gak kuat angkat kotak besar. Kotak besar kuat angkat kotak kecil. Chocho aja yang gendong. Chocho angkat Kak Titi.
"Aduh Chocho, stop. Turunin Kak Titi. Nanti jatuh! Jangan gendong Kak Titi!"
"Chocho sayang. Sayang Kak Titi."
"Tapi jangan gendong! Kak Titi takut!"
Gak boleh gendong. Pangku aja. Chocho pangku Kak Titi. Kak Titi kaget. Terus diam. Terus senyum. Kak Titi cantik. Chocho gemas. Chocho cium. Cium pipi Kak Titi.
Cup. Kak Titi diam. Chocho bingung. Napa ada yang dag dig dug kencang? Ya disini. Dalam dada Chocho. Kayak ada yang main drumband. Gak ngerti. Tapi ingin cium lagi. Chocho mau cium lagi. Cium pipi Kak Titi enak. Baru mau cium, Paman datang. Dia kaget!
"Titi, Mengapa kamu minta pangku bayimu?! Gak tahu malu, kamu! Dia itu bayimu, kamu baby sitternya!! Sinting!!"
"Om, aku bukan minta dipangku. Chocho yang maksa memangkuku! Sebelumnya malah mau menggendongku! Aduh, aku sampai takut kalau jatuh, pantat seksiku bisa tepos! Ya, lebih aman di pangku ajalah daripada digendong bayi raksasa ini."
"Astaga, ngomong gak difilter! Jangan ngomong kotor didepan Tuan kecil Chocho. Dan jangan panggil dia Chocho saja, panggil Tuan kecil Chocho."
"Gak mau, Om! Saya bukan bawahan jaman feodal kayak situ. Kita sama-sama manusia kok!"
"Panggil aja Baby Chocho."
"Emang dia bayi? Kalau masih bayi bisa ta gendong kemana-mana! Dia bukan bayi, Om! Badannya besar gini lho!"
Kak Titi pegang dada Chocho. Ih ada setrum. Darimana? Aneh!
"Panggil aja Dedek Chocho. Pokoknya jangan panggil Chocho saja! Gak sopan kamu!"
"Dedek, ya Dedek.."
"Lah, mengapa kamu jadi keenakan dipangku bayimu?! Apa ada baby sitter yang dipangku bayinya?"
"Dedek Chocho yang pengin kok. Bukan salahku, Om!"
"Ck! Dia masih polos! Paling kamu yang ngajarin!"
"Ish, gak percaya. Tanya sendiri deh sama Dedek Chocho!"
Chocho bingung. Mereka marahan? Tentang apa?
"Apa memang Tuan Chocho yang ingin memangku dan menggendong Kak Titi?" Paman tanya. Chocho angguk-angguk.
"Kotak besar angkat kotak kecil.. Chocho ngerti kok. Chocho pintar?"
Paman bingung. Terus tepok jidatnya.
Napa sih?! Chocho salah apa? Chocho gak nakal kok. Chocho baik. Chocho cuma sayang. Sayang Kak Titi. Banget! Jadi pengin. Gendong.. pangku... cium pipi Kak Titi. Tapi, gak mau gendong, pangku.... cium Paman! Meski sayang, tetap gak mau gitu sama Paman. Napa? Chocho bingung.
Ta gendong kemana-mana, Kak Titi. Enak toh?
==== >(*~*)< ====
Bersambung
SETAHUN KEMUDIAN... TITI POV Akhirnya setelah setahun, hati Chocho luluh juga. Dia mau menemui Mommy, di rumah sakit. Yah, penyakit Mommy semakin kronis, dia sedang kritis dan ingin bertemu Chocho di penghujung hidupnya. Meski bersedia datang, Chocho masih terlihat enggan. “Haruskah kita kemari?” tanya sembari menggigit kuku tangannya. Aku menghela napas panjang. Ini ketiga kalinya dia bertanya hal yang sama padaku. “Hanya sekali, temui dia sebentar Chocho. Please..” Aku memohon padanya bukan hanya sekedar demi Mommy mertua, tapi demi Chocho. Supaya di kemudian hari tak ada peny
XANDER POV “Om...” panggil Gladhys yang langsung meralatnya begitu aku melotot padanya, “Xander, aku cuma sekedar mengingatkan.. tak memaksa. Jika kamu ada waktu, kamu boleh mendampingiku kontrol ke dokter kandungan.” Dia mengangkat dagunya angkuh saat aku menatapnya datar. Ck, lagaknya seperti nyonya besar saja. Tapi bukannya kesal, aku justru gemas padanya. Kutowel dagunya hingga wajahnya menghadap padaku. “Apa yang kau harapkan? Aku mengantarmu atau tidak?!” desisku sembari menatapnya lekat. Bibir mungilnya bergerak seakan ingin mengatakan sesuatu yang frontal, namun kembali ter
TITI POV Belakangan ini Chocho sibuk sekali. Entah apa yang dikerjakannya. Dia sering mengadakan meeting bersama orang-orang kepercayaannya. Di satu pihak aku bangga melihat kesuksesan Chocho, tapi di lain pihak aku nyaris tak mengenali Chocho yang sekarang. Bukan berarti cintanya padaku berubah. Aku yakin dia masih mencintaiku seperti dulu. Hanya saja, aku kehilangan sosok Chocho yang polos dan berhati hangat. Dia menjadi keras, dingin, dan sulit mempercayai orang lain. Hanya padaku Chocho masih bisa bersikap hangat dan penuh kasih. Malam ini dia pulang larut, dan segera menemukanku yang tertidur di sofa menungguinya. Dia memandangku penuh cinta, lalu mengecup dahiku.&
GLADHYS POVAku hamil.Tapi tak ada yang menyambut kehamilanku dengan riang gembira. Papa mertuaku hanya mengucapkan selamat dengan wajah datarnya. Sebelas duabelas dengan anaknya yang sekaligus suamiku."Jaga kandunganmu baik-baik."Uni mengangkat sebelas alisnya, gemas."Hanya itu yang dia ucapkan?" cetus Uni menanggapi ucapanku sebelumnya.Aku mengangguk, "mending. Awalnya kupikir dia tak menghendaki bayi kami."Bukan aku yang kesal, malah Uni yang panas hati."Eyke dah bilang, jangan bucin Say. Keluarga suami lo emang gak beres semua! But btw, dimana mom mertua lo. Mestinya dia yang antusias kalau tahu lo hamil."Seharusnya begitu. Tapi udah lama aku gak melihat Mommy."Itulah, dia menghilang. Aku juga heran. Kemana dia gerangan?""Jangan-jangan..." Uni men
XANDER POV Kabar itu sangat mengagetkanku. Titikoma mengalami musibah. Aku juga tak jelas musibah seperti apa yang menimpanya, tapi sepertinya ada kaitannya dengan keterlibatan Mommy di dalamnya. Kali ini Mommy sungguh keterlaluan! Aku harus menegurnya. Namun untuk saat ini aku memutuskan untuk memastikan keadaan Titi. Apakah Chocho dapat mengurusnya dengan baik? Bergegas aku meraih kunci mobilku dan melangkah meninggalkan rumah. Menuju ke mobilku. "Tunggu!" Aku mendengus mendengar seseorang yang berusaha menahan kepergianku. "Om, aku ikut!" Eh, dia bukan berniat memintaku tinggal? Aku tersenyum sinis padanya. "Jangan sembarangan meminta ikut bila kau tak tahu tujuanku hendak kemana! Bagaimana seandainya aku berniat pergi ke tempat pelacuran?" Gladhys balas tersenyum mencemooh, bibirnya yang manyun membuatku gemas ingin meng
TITI POVSudah malam.Chocho masih belum menyusul tidur. Aku penasaran, apa sih yang dilakukannya sedari tadi? Main game di laptop? Secara Chocho asik sekali berkutat dengan laptopnya sejak siang tadi.Kuhampiri Chocho sambil membawakannya camilan tengah malamnya, sate buah."Hei cowok gantengku, bisakah kau berhenti sebentar dari apapun yang kau kerjakan untuk menikmati sate buah manis ini bersamaku?" tanyaku dengan mata mengerling kenes.Chocho melirik dengan gaya menggoda."Ya, buahnya terlihat manis dan menantang."Menantang? Sepertinya itu bukan istilah yang tepat untuk menggambarkan sate buah yang kubawa. Kecuali yang Chocho maksud.. Aku melirik dadaku sendiri. Buah dada? Chocho tertawa terbahak melihat respon yang kutunjukkan. Ohhhhhh, pasti itu yang dimaksudnya!! Astaga, bocah ini berubah jadi mesum sekali! Dengan gemas k