Share

Chapter 5 : Masalah Hati

Di dapur, aku memilih untuk memasak masakan rumahan yang sederhana. Alasannya sih, karena simpel dan cepat matangnya. Aku cuma membuat tiga menu masakan andalanku. Yaitu tumis sayur, omelette, dan sambal. 


"Kira-kira Al doyan sama masakan gue nggak ya. Eh, tapi bule zaman sekarang sudah pada doyan makan sambal kan," gumamku.


"Anna?"


Tiba-tiba saja Albern muncul dari belakang, mengagetkanku. Hampir saja aku memukulnya dengan sendok nasi, untung saja aku masih bisa menahannya. Kalau tidak, betapa sayangnya bila jidatnya yang mulus itu menjadi benjol karenaku.


"Iya, Al. Ada apa?" tanyaku pada akhirnya.


"Masakanmu harum," jawabnya.


"Oh, apakah kamu suka dengan aromanya?" tanyaku lagi.


"Ya. Anna, itu masakan apa?" tanyanya balik.


"Kamu pasti belum pernah mencobanya. Ini adalah masakan yang biasa kumakan saat aku masih di negara asalku. Yaitu tumis sayur sederhana, omelette dari campuran telur dan mie instan, lalu yang terakhir adalah sambal," jelasku.


"Tadi aku mendengarmu bicara dengan bahasa asing. Dari mana asalmu?" tanyanya yang sepertinya mulai penasaran denganku.


Aku pun menjawab, "Indonesia, kamu tahu?" 


"Tidak."


"Kalau Bali, tahu?" tanyaku lagi.


"Ya."


"Nah, Bali itu adalah salah satu provinsi di Indonesia. Huft, kamu tahu Bali, tapi tidak dengan Indonesia. Orang bule itu benar-benar aneh, ya?" gerutuku di akhir kalimat.


"Ya sudah, Al, ayo kita makan sekarang. Sebelum masakannya menjadi dingin," lanjutku.


"Ya, Anna."


~Anna POV End~


***


Albern terlihat mengernyit ketika pertama kali mencicipi masakan buatan sang gadis. Mungkin, karena dia belum pernah memakan makanan yang kaya akan bumbu dan rempah.


"Bagaimana rasanya, enak?" tanya Anna, si gadis dengan penasaran.


"Not bad."


"Bagus deh kalau begitu. Kupikir kamu nggak akan doyan sama masakanku. Secara, orang di sini selalu makan makanan yang hambar, bukan. Tidak seperti masakanku yang banyak mengandung bumbu-bumbu ini," jelas Anna.


"Kalau sambalnya, bagaimana? Kamu suka?" lanjut gadis itu bertanya.


"Aku suka."


Wajah Anna pun kembali berubah menjadi cerah, setelah dia mendengarkan pujian dari Albern untuknya. Membayangkan saja dia sudah sangat senang, apalagi ini saat dia bisa mendengarnya langsung dari Albern sendiri.


Jika diingat kembali sebelum-sebelumnya, gadis itu hanya makan seorang diri di apartemen miliknya. Tidak seperti sekarang ini, karena sudah ada Albern yang menemaninya. Rasanya, seperti ada sesuatu yang menghangat di dalam hatinya.


Setelah mereka selesai makan, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Pantas saja mata mereka berdua sudah mulai terlihat merah dan sayu.


"Kamu tidur di kamar sebelah, ya?" tanya Anna mengkonfirmasi.


"Ya."


"Di sana ranjangnya sudah jarang sekali dipakai, kamu bersihkan dulu ya nanti. Maaf kalau aku cuma bisa memberi yang seperti itu padamu," ujar si gadis tidak enak hati.


"Tak apa, aku sudah senang kau mau mengizinkanku tinggal di sini," balas sang pria menenangkan.


"Kalau begitu kamu tidur saja sekarang, aku akan menyusul setelah kamu masuk ke kamar. Aku juga sudah sangat mengantuk, hoam," titah gadis itu pada sang pria.


"Ya, Anna. Terima kasih."


"Sama-sama," balas Anna.


Setelah memastikan Al sudah memasuki kamar, Anna lantas pergi ke kamar mandi. Cuci muka dan gosok gigi, adalah hal yang wajib dilakukan sebelum dia pergi tidur.


Sesudahnya, Anna pun langsung masuk ke kamarnya dan mematikan lampu kamar tidurnya. Belum sampai sepuluh menit, Anna sudah mulai tertidur dengan lelapnya.


***


Keesokan harinya, Anna dikejutkan dengan kehadiran Albern di kamarnya. Pria itulah yang sedari tadi memanggil dan membangunkannya.


"Anna, bangun. Sudah siang," titah Albern dengan wajah yang sedikit kesal. 


Sudah 15 menit berlalu, dari awal dia memasuki kamar sang gadis. Sudah selama itu dia berusaha untuk membangunkan Anna. Tapi sepertinya gadis itu adalah tipe manusia yang susah untuk dibangunkan.


"Hm, lima menit lagi," jawab Anna sembari menguap lebar.


"Bangun, Anna."


"Al, jam berapa sekarang?" tanya Anna dengan suaranya yang masih serak.


"07.15."


"Oh, shit. Aku terlambat!" seru gadis itu.


"Kau mengumpat," gumam Albern tidak percaya.


Dia pikir gadis seperti Anna tidak akan pernah mengumpat, tapi sepertinya anggapannya salah. Dia baru saja mendengar gadis itu mengumpat. Hal ini masih mengejutkannya.


"Aku mandi dulu, Al. Kamu tunggu saja dulu di luar," ujar Anna dengan panik.


Setelah itu, Anna pun melompat dari kasurnya dan pergi bergegas ke kamar mandi. Anna memutuskan untuk tidak mandi hari ini, gadis itu hanya sekadar cuci muka dan menyikat giginya. Kalau dia mandi, bisa makin terlambat nanti dia.


Sesudah membersihkan diri dan berganti pakaian, Anna pun mengambil tas yang akan dibawanya berkerja dan pergi keluar kamar. Dia masih tidak percaya, kalau Al sudah melihat versi dirinya yang susah bangun alias kebo. Mau ditaruh di mana wajahnya itu, dia malu.


"Al, aku berangkat dulu!" teriak gadis itu.


"Sarapan!" balas Al berteriak.


"Nanti aku telat, nanti saja!"


Al lantas mengambil beberapa roti bakar yang sudah dibuatnya, lalu bergegas ke arah pintu depan. Al harus segera memberikan roti itu sebelum Anna berangkat.


"Anna."


"Ya, Al. Nanti saja, ya. Aku buru-buru nih," jawab gadis itu tanpa menoleh kepada sang lawan bicara.


"Ini," balas Albern sambil menyerahkan beberapa potong roti bakar kepada si gadis.


"Makanlah di jalan," lanjutnya.


"Astaga, terima kasih. Al, nanti jangan lupa untuk mengunci pintu setelah aku pergi, ya," ujar gadis itu.


"Ya."


Setelah mendengar jawaban dari Al, tanpa membuang waktu lagi. Anna pun segera pergi dari apartemennya, dan mulai berangkat ke kantor sambil memakan roti yang telah disiapkan Al untuknya.


***


Pakaian dan rambutnya sangat kusut saat dia telah sampai di kantor. Belum lagi jam yang menunjukkan pukul delapan, yang artinya dia sudah terlambat 15 menit. Gawat, pikirnya.


"Miss Anna."


Suara Bu Joanna terdengar dari arah sampingnya. Sialan, kenapa harus bertemu dengan beliau, pikir gadis itu panik. Gadis itu teringat, baru saja kemarin dia terkena masalah dengan Bu Joanna. Dan sekarang dia ketahuan terlambat, itu oleh Bu Joanna juga.


"Ya, Bu?" tanya gadis itu takut-takut.


"Baru kemarin anda membuat ulah, dan sekarang pun anda juga terlambat datang ke kantor. Astaga, kenapa kinerja anda akhir-akhir ini sangat memburuk, Miss Anna?" tanya Bu Joanna balik.


"Maaf, Bu."


"Ya sudahlah, terserah. Kali ini kumaafkan, tapi ingat ... jangan pernah berpikir untuk mengulanginya lagi," ancam Bu Joanna.


"Baik, Bu," jawab Anna dengan susah payah.


Dari kejauhan, terlihat Liam berdiri menyender di dinding tembok sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celananya. Liam terlihat sangat keren bagi para rekan kerja wanita Anna. Tapi tidak baginya.


Diam-diam Liam sudah mengawasi Anna dari tadi, sepertinya pria itu sudah sedikit paham dengan masalah yang dialami oleh pujaan hatinya itu. Apakah dia harus menghampiri dan menolong gadisnya, pikir Liam.


Setelah berpikir panjang, Liam pun memutuskan untuk menghampirinya setelah Joanna pergi. Dia turut merasa khawatir apabila melihat raut wajah gadisnya yang pucat itu.


"Anna, kamu baik-baik saja?" tanya Liam khawatir.


"Saya baik-baik saja, Pak Liam."


"Wajahmu pucat, apa yang sudah dilakukan Joanna padamu?" tanya Liam dengan wajah yang geram.


"Tidak ada, Pak. Bu Joanna hanya menegur keterlambatan saya hari ini, hanya itu saja, tidak ada yang lain," jawab Anna menjelaskan.


"Bagus kalau begitu," ujar Liam lega.


"Mau saya antar sampai atas?" lanjutnya menawarkan diri.


"Tidak perlu, Pak. Saya bisa pergi sendiri."


Liam hanya bisa menatap kepergian Anna dari sini. Dia tidak ingin Anna merasa terganggu karena dirinya yang terlalu agresif. Keinginannya sangatlah sederhana, dia hanya ingin Anna memberikannya kesempatan untuk mendekatinya.


"Anna," gumam Liam kecewa.


Sudah berkali-kali dia ditolak, diabaikan, dan dihindari oleh gadisnya itu. Meski sudah terbiasa dengan itu semua, tetap saja hal tersebut membuatnya merasakan sesak dan sakit di dalam dadanya.


Dia benar-benar tulus menyayangi Anna.  Mencintai Anna. Tak bisakah dia menerimanya, barang sekali saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status