Beranda / Thriller / MY SECRET WIFE / 6. Amanda Harper

Share

6. Amanda Harper

Penulis: Emma Deef
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-17 18:27:00

Sarapan pagi Andrew Chayton tanpa kehadiran kedua anaknya. Lelaki dengan uban di pelipis kanan dan kiri itu hanya menatap piring kosong di depannya. Tangannya memegang tepi meja. Marcus yang berada di dekatnya, sibuk mengawasi pelayan yang menghantarkan piring demi piring.

Agenda makan keluarga Chayton adalah agenda yang nyaris sakral bagi Andrew. Harus dilalui dengan doa khusuk bersama, tanpa ada percakapan sia-sia hingga makan selesai. Terkadang, Andrew mengundang beberapa teman dekatnya, hanya sekedar untuk menjalin hubungan baik dan mengenalkan pada kedua anaknya.

Marcus punya catatan khusus siapa saja yang pernah diundang untuk makan bersama. Karena Andrew terkadang bertanya padanya, siapa saja temannya yang belum diundang. Di lain waktu, Andrew sesekali mengundang semua pelayannya untuk makan bersama di meja makan.

Dia tipe lelaki yang ingin dihormati dan disegani, dan dia memang membuktikannya.

“Levin masih sakit kepala?” tanya Andrew pada Marcus.

Marcus mengangguk hormat. “Tuan Levin hanya minta susu diantar ke kamarnya. Pagi ini dokter Bella akan datang untuk mengganti perbannya. Beliau tidak mau dirawat pelayan.”

“Tidak. Aku tidak menginjinkan Bella menyentuhnya. Panggil dokter Artwater saja.”

Marcus mengangguk sembari menyatakan akan menghubungi dokter Cleve Artwater, setelah Andrew Chayton menyelesaikan sarapan.

“Aku mau makan di kamar Devin.”

Andrew bangkit dari duduknya, sembari melepas sapu tangan dari kerah lehernya.

“Tuan Devin masih tidur. Beliau tidak tidur semalaman.”

Andrew tidak mengindahkan informasi Marcus. Baginya, begadang hanya untuk melihat kembang api, seharusnya tidak membuat tidur di pagi hari. Kecuali semalaman telah melakukan pekerjaan berat, menguras pikiran dan tenaga. Apakah para pialang yang ditemui anak sulungnya telah membuat Devin sulit tidur?

“Kurasa aku harus membantunya menghadapi para pialang dari kota. Mungkin itu yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman.”

“Sepertinya bukan karena itu, Tuan,” sahut Marcus sembari berjalan di belakang majikannya, mengiringi seorang pelayan yang membawa nampan sarapan Marcus dan Andrew. Mereka melintasi kamar Levin dan melihat pintunya terbuka separuh.

Andrew berhenti melangkah sejenak, menoleh ke arah pintu Levin. Marcus menduga, majikannya akan berbelok. Namun dia salah. Andrew hanya melihat sekilas, lalu menuju kamar si sulung. Tanpa mengetuk pintu, langsung menarik handle.

“Terkunci?” Andrew mengerut kening. “Sejak kapan dia mengunci pintu kamar?”

Marcus bergegas mengeluarkan serumpun anak kunci dari saku celananya. “Sebenarnya sudah lama Tuan Devin selalu tidur dengan mengunci pintu kamar. Itu karena beliau ingin tidur tanpa diganggu.”

“Memangnya, siapa yang sering menganggunya?”

Marcus memasukkan anak kunci, dan sejurus kemudian pintu pun berhasil dibuka. Andrew mendorong daun pintu itu perlahan, memindai kamar dengan curiga. Apakah Devin ketularan Levin menyembunyikan perempuan di dalam kamarnya? Sehingga dia merasa perlu untuk menguncinya? Tidak hanya sekali Levin melakukan hal itu. Sehingga Andrew memutuskan pintu kamar Levin tidak boleh dipasang kunci.

Andrew melangkah ke dalam kamar dan keningnya semakin mengernyit heran. Kamar Devin sangat berantakan.Sepatu dan sandal berserakan di sudut, bahkan ada yang berlumpur. Baju ada yang menggeletak di sandaran kursi, ada yang di ujung tempat tidur. Lemari pakaian, sebelah daun pintunya menganga. Dan tirai jendela yang berkibar tertiup angin dari jendela yang terbuka separuh.

Bekas bungkus makanan, memenuhi tempat sampah dan sebagian jatuh berceceran. Tidak hanya Andrew, Marcus juga membeliak melihat ruangan paling kacau balau seMansion Batista.

“Apa-apaan ini?” tanya Andrew geram. Dia mendekati tempat tidur. Devin tidur tertelungkup di sana, dengan pakaian lengkap. Bahkan sebelah sandalnya masih terpakai. Dia benar-benar tidak peduli, apakah dia tidur di kandang kuda atau di kamarnya.

“Devin!” bentak Andrew.

Devin sama sekali tak bergerak. Hanya napas teraturnya yang naik turun. Marcus memberi kode pada pelayan untuk meletakkan nampan di meja dan membereskan ruangan.

Melihat Devin yang tak merespon panggilannya, Andrew mendelik ke arah Marcus. “Marcus! Apa kerja pelayan Devin? Anakku sampai tidak terurus seperti ini. Pecat saja dia!”

Marcus membungkuk hormat, lebih tepatnya membungkuk dengan rasa bersalah menyelimuti dirinya.

“Mohon maaf, Tuan. Liliana, pelayan sebelumnya mengundurkan diri karena menikah. Sampai saat ini, belum ada pelayan yang cocok untuk menggantikan Liliana. Dan Tuan Devin tidak ingin membebani anda, jadi …”

Andrew menarik selimut yang hanya menyelimuti sebelah kaki anaknya. Dia yakin, masih banyak yang berserakan di bawah selimut. Benar saja. Kertas-kertas dokumen dengan logo Salina Beauty. Sudut bibir Andrew terangkat. Rupanya, Devin tidak sempat mengurus dirinya karena sibuk dengan Salina Beauty yang dalam waktu dekat akan bekerja sama dengan perusahaan kosmetik dari China.

“Carikan dia pelayan, segera!” perintah Andrew.

Marcus mengangguk hormat. “Sebenarnya sudah ada, Tuan. Tapi saya masih perlu melatihnya agar dia memahami tugasnya sebagai pelayan di sini.”

“Tidak usah pakai latihan, suruh dia menghadapku.”

***

Gadis berambut coklat itu masih lemah. Wajahnya pucat, tapi dia sudah bisa duduk dan menelan bubur yang disuapkan oleh pelayan padanya. Seiring dengan semangkuk bubur itu mengisi lambungnya, Devin melihat wajahnya sedikit lebih segar.

“Jam berapa ayah menyuruhnya menghadap?” tanya Devin pada Marcus yang berdiri di sampingnya. Devin duduk di sebuah kursi kayu, berjarak dua meter dari gadis berambut coklat pekat di hadapannya. Meyakinkan dirinya, bahwa dialah wanita yang sama dengan wanita yang berada dalam fotonya.

“Setelah tamu dari Gedung Walikota pulang, Tuan.”

Devin melipat tangan. Sebenarnya dia berusaha menahan kantuk yang masih belum terbayar lunas. Marcus membangunkannya karena keputusan Andrew yang sejalan dengan perintahnya tadi pagi. Menjadikan gadis berambut coklat ini pelayan pribadi Andrew.

“Siapa lagi yang tahu tentang dia?” tanya Devin setengah berbisik pada Marcus.

“Irene dan Sabrina.”

Devin menatap pelayan yang sudah selesai menyuapi gadis berambut coklat--Irene.

“Irene, aku minta kamu merawat dia sampai sembuh. Aku yakin dia belum begitu kuat untuk menjadi pelayanku. Jadi kuminta, kau membantu dia. Aku akan memberikan fee tambahan untukmu sampai dia sembuh.” Devin melihat senyum gembira mengembang di wajah Irene. Dia mengangguk lalu pamit keluar kamar.

Devin mengangkat kursi, memperpendek jarak dengan tamu di depannya.

“Siapa namamu?”

Gadis berambut coklat itu mengangkat dagunya, hingga sepasang netra coklatnya bertatapan dengan manik mata Devin. Beberapa detik, dan Devin merasakan ada yang merayap halus di dadanya. Dia tidak memahami, apa itu. Tapi rasanya menggelitik.

“Amanda.”

Suaranya terdengar lemah, namun jelas. Devin mengangguk. Dia tahu, gadis di depannya berbohong, tapi dia akan mengikuti permainannya. 

“Hanya Amanda?” tanya Devin

“Amanda … Harper,” ucap gadis itu kemudian, sedikit tersendat.

“Bagaimana kamu mendapat luka itu? Dan kenapa datang ke sini? Ada klinik kesehatan, tidak jauh dari sini.”

Amanda menggeleng. “Aku tidak mau mereka membunuhku.”

“Siapa?”

Gadis itu menunduk, menatap lengannya yang dibebat perban. “Orang yang menembakku.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MY SECRET WIFE   84. Ulah Dua Anak

    "Bukankah aku sudah transfer kemarin?" bantah Levin di sambungan telepon."Itu untuk penyelidikan dalam kota Tuan Chayton. Dan kami menemukan petunjuk bahwa Bella Artwater pergi ke luar negeri."Levin terdiam. Ke luar negeri pasti membutuhkan lebih banyak lagi dana. Tidak hanya untuk melacak, tapi juga untuk membawa Bella pulang. Sedangkan dia tidak punya lagi uang simpanan. Beberapa orang yang dikerahkannya selalu meminta uang tambahan bila penyelidikan semakin berlanjut karena menemukan bukti baru.Levin tak ingin melibatkan polisi. Melaporkan istrinya telah menghilang di kantor polisi hanya akan mempermalukannya karena status mereka belum tercatat resmi di negara. Apalagi Cleve tak lagi menghendaki Bella bersama Levin. Hanya karena kesalahan yang menurutnya sangat sepele. Toh dia biasa meladeni wanita-wanita peng

  • MY SECRET WIFE   83. Sudah Menikah

    “Kau adalah satu-satunya orang yang tahu kalau aku sudah menikah.”Bella tercekat. Menatap Devin yang juga menatapnya dengan wajah berseri-seri dan pipi bersemu merah. Kepuasan dan kebahagian terpancar jelas di wajahnya. Mereka duduk berhadapan, di sebuah cafe dengan pemandangan menara Eiffel yang berselimut senja. Devin memintanya menunggu di sini, dan baru muncul dua jam kemudian.Pasti Devin masih menyelesaikan permainannya yang terhenti karena kedatangan Bella. Sementara Bella menanti di cafe, setelah mendapat pesan dari Devin untuk menunggunya di sana. Pesan yang dikirimkannya satu menit setelah lelaki itu menutup pintu rumahnya dan meninggalkan Bella berdiri di seberang rumahnya seperti perempuan bodoh.“Siapa dia?”“Istr

  • MY SECRET WIFE   82. Patah Hati

    “Anda tidak akan percaya, Devin Chayton ada di Paris.” Bella tercekat, ludahnya terasa tertahan di kerongkongannya. Bagaimana mungkin Devin bisa ada di kota romantis itu? Kota idamannya yang akan dikunjunginya dengan lelaki pujaannya, Devin. “Bagaimana kau bisa menemukannya?” tanya Bella di sambungan telepon. Tangannya terasa gemetar dan dadanya serasa meledak, ketika mendengar kabar dari Detektif yang disewanya. Untuk mendapatkan Devin kembali, dia nekad melakukan apa saja, bahkan mengeluarkan uang tabungannya. Dia harus mendapatkan cinta Devin karena pada Levin dia tak lagi punya harapan. Meski sudah menyerahkan jiwa raganya pada bungsu Chayton, lelaki itu itu masih saja haus dan mereguknya dari wanita lain. Seolah Bella tak pernah bisa memuaskannya. Padahal setiap malam Bella selalu

  • MY SECRET WIFE   81. Maaf Yang Terlambat

    Untuk pertama kali dalam hidupnya, Andrew merasa hidup seorang diri. Makan malamnya sejak kepergian Devin, hanya ditemani Marcus. Dia meminta Marcus duduk di sebelahnya, bukan untuk melayaninya makan, tapi untuk makam malam bersamanya.“Sebentar lagi Tuan Levin pasti datang,” hibur Marcus, melihat gurat kecewa di wajah majikannya. Sudah hampir tengah malam, Levin belum juga memberi kabar apakah akan pulang ke Batista atau tidak. Sejak kepergok Marcus di cafe milik Bella, Marcus belum melihat Levin memasuki Batista hampir dua hari. Lelaki itu pasti disibukkan dengan memohon maaf pada Bella Artwater.Dan Andrew tak pernah menyebut nama Levin semenjak surat dari Devin datang. Lelaki sebaya Marcus itu diliputi kerinduan pada anak sulungnya, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kadang tanpa sadar dia menanyakan pada Marcus apakah Devin sudah pula

  • MY SECRET WIFE   80. Dua Chayton Berbeda

    Andrew meremas surat di tangannya. Dadanya terasa berat, sepertinya sesak napasnya akan kambuh. Marcus yang berada di sebelahnya, sudah melihat gelagat majikannya. Napas Andrew mulai pendek dan berat.“Saya ambilkan obat, Tuan?”Andrew menggeleng. Dia lalu melemparkan surat yang sudah diremasnya ke lantai. Marcus hanya melirik gumpalan kertas itu jatuh tak berdaya. Masih bagus Andrew tidak merobeknya, jadi dia bisa menyimpan surat itu nanti. Biasanya Andrew akan mencari surat itu lagi bila hati dan kepalanya sudah dingin.“Mana Levin?”Marcus menelan ludah. Pertanyaan tentang Levin adalah soal yang paling sulit untuk dijawab. Marcus tidak ingin anak itu menjadi sasaran kemarahan ayahnya lagi. Lagipula dengan dimarahi, tidak akan membuat Levin menj

  • MY SECRET WIFE   79. Polisi dan Pembunuh Bayaran

    Devin tak melepas sedetik pun tangan istrinya. Meski Beverly berjanji untuk tidak melepaskan diri, namun kini Devin bukan lagi orang yang sama dengan dua puluh empat jam sebelumnya. Kini mereka sama-sama tahu bahwa pasangan mereka adalah orang yang diberi tugas untuk membunuh pasangannya.Bukan hal yang mudah bagi keduanya kini untuk membangun rasa saling percaya, meski setelah semua rahasia itu terbongkar, napas dan kulit mereka menyatu berbalur peluh. Baik Devin maupun Beverly tak hendak menanyakan apakah masih ada cinta di dada mereka masing-masing setelah apa yang terjadi. Bahwa mereka telah saling mengejar untuk saling membunuh–demi sebuah tugas dari organisasi tempat mereka bernaung.Kapal yang ditumpangi keduanya sudah memasuki perairan lepas dan mereka kini bebas hendak pergi ke manapun. Meski yakin para polisi pasti akan memburu bahkan mungkin me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status