Share

9. Kecurigaan Bella

Satu demi satu, pelayan Mansion Batista memasuki ruang kerja Andrew Chayton. Setiap akhir bulan, dokter Cleve Artwater selalu datang untuk memeriksa kondisi kesehatan keluarga besar Mansion Batista. Kali ini dia datang bersama dokter Bella Artwater, putrinya.

Beberapa pelayan senior yang mengetahui masa kecil Bella, sangat senang melihat gadis cantik itu kini sudah menjadi dokter. Namun sayang, mereka tidak bisa meminta diperiksa Bella. Karena Bella adalah dokter hewan. Dia hanya memeriksa kuda dan sapi di peternakan milik Andrew Chayton.

“Aku ingin diperiksa dokter Bella,” ucap Marcus sembari menoleh ke arah dokter Bella yang sedang mempersiapkan beberapa peralatan medisnya.

“Kau mau disuntik seperti kuda?” gurau dr Cleve. “Kadar gula darahmu bisa turun dengan cepat. Hari ini, naik 400. Sudah kubilang kan, tidak lagi konsumsi permen.”

“Dia memang bandel,” sahut Andrew sembari menyimpan botol-botol obat untuknya ke dalam laci. Dia menghembus napas berat. Hari ini dia mendapat tambahan satu botol obat baru, karena sesak napasnya kemarin.

“Marcus, panggil Levin. Lukanya harus diperiksa dokter Cleve.”

Marcus mengangguk, sembari mengancingkan kembali kemejanya. Tensinya naik lagi, padahal dia sudah mematuhi anjuran dokter Cleve untuk berolahraga.

“Kalau kau tetap bandel, aku tidak mau memeriksamu bulan depan,” ucap dr Cleve sembari mengembang senyum.

“Sudah kubilang, aku ingin diperiksa dokter Bella. Dia pasti mengatakan aku baik-baik saja. Tensiku normal, gula darahku normal. Semua normal.”

Tawa ketiga lelaki sebaya di ruangan itu pecah. Terdengar akrab dan hangat. Marcus, meski berstatus sebagai pelayan, mereka bertiga bisa main bilyard layaknya teman satu angkatan yang sedang reuni. Sesekali Andrew mengajak Marcus ke kota, memperlakukannya layaknya sahabat baik. Namun bila di Mansion, Marcus tak pernah alpa untuk menghormati Andrew sebagai majikannya.

Selesai Marcus diperiksa, Irene masuk sesuai gilirannya. Dia berpapasan dengan Bella yang hendak berangkat ke kandang.

“Ah, Irene. Bella, tunggu sebentar,” ucap Andrew sembari bangkit dari mejanya dan mendekati kedua wanita itu. “Bisakah kau memeriksa pelayan Devin? Dia sedang sakit. Aku tidak bisa meminta dr Cleve memeriksanya, karena dia baru saja keguguran. Kurasa dia akan lebih nyaman bersamamu. Irene, bisa kau antar dr Bella?”

Irene melirik Marcus. Marcus mendekati Bella dan menjulurkan secarik kertas.

“Ini pesanan obat dari Tuan Devin, dr Bella,” ucapnya. Bella menerima secarik kertas itu dan membaca tulisan di dalamnya. Dia mengernyit sejenak, membuka mulut hendak bertanya. Tapi tatapan Marcus ke arahnya, membuat Bella mengurungkan niat.

“Obat? Memang Devin bisa jadi dokter untuk pelayannya sendiri?” tanya Andrew heran.

“Tuan Devin membawa Amanda ke klinik,” ucap Marcus pelan, sama sekali tidak terlihat menyembunyikan sesuatu. Irene mengakui Marcus piawai sola ini. “Dia butuh diinfus karena ternyata masih pendarahan akibat kegugurannya.”

Keguguran? Pelayan? Bella membaca tulisan di kertas. Tidak ada obat untuk itu di sini. Saat Bella kuliah kedokteran, Devin kerap mencoba-coba meminta obat ini dan itu padanya. Bahkan hanya luka tertusuk duri saja, dia minta Bella menuliskan resepnya. Semakin lama, lelaki itu banyak tahu obat-obatan untuk penyakit tertentu. Kadang bila ada pelayan sakit sebelum jadwal kunjungan dokter Cleve ke Mansion Batista, Devin yang menentukan obat yang harus dibeli Marcus.

Tentu saja Marcus mengkonfirmasi dulu ke Bella, apakah obat yang ditulis Devin itu benar. Dia tidak ingin pelayan menjadi korban coba-coba majikannya. Dan Marcus kerap dibuat heran, karena obat yang dipesan Devin mayoritas tidak salah.

“Aku akan siapkan obatnya. Kurir dari apotek Papa akan mengantarnya ke sini. Bersama obat dan vitamin untuk Batista.” Bella memasukkan kertas itu ke kantong bajunya.

Andrew mengangguk. “Marcus dan Irene yang akan mengatur semuanya, Bella.”

“Aku ke peternakan sekarang.”

Bella meninggalkan ruang kerja Andrew. Melintasi beberapa pelayan yang sedang mengantri menunggu giliran diperiksa. Seharusnya dia berbelok ke kanan, melewati kamar Levin dan menuju dapur, terus ke bagian belakang rumah dan langsung menuju ke peternakan.

Namun dia mengambil jalan ke kiri, melewati kamar Devin. Kamar itu tertutup. Tentu saja Devin tidak ada di sana. Mobil Devin berpapasan dengannya, setelah gerbang mansion. Lelaki itu tampak tergesa, sehingga tidak memperhatikan Bella yang mengklaksonnya.

Sebuah titik merah di lantai menarik perhatian Bella. Tetesan darah segar. Bella berjongkok dan mengambil tetesan itu dengan tangannya. Segar dan encer. Ini jelas bukan darah dari wanita yang keguguran. Ini ..

“Dokter Bella.”

Bella sontak berdiri. Irene sudah ada di sebelahnya.

“Tuan Levin ingin anda memeriksanya. Di kamar.” Irene menatap dokter muda di hadapannya lekat-lekat. Bukan tanpa alasan dia mengucapkan kalimat itu, meski ketika Bella melihat pintu kamar Levin yang tepat berseberangan dengan pintu kamar Devin, tertutup rapat. Pintu kamar Levin, tidak lagi mempunyai anak kunci. Sehingga kerap terbuka sendiri.

“Oh ya? Kukira Tuan Andrew tidak mengijinkan aku memeriksanya.”

“Saya sendiri juga tidak mengerti,” ucap Irene. “Anda tahu sendiri kan bagaimana Tuan Levin?”

Bella tersenyum. “Dia selalu mengusiliku, Irene. Aku malas mengurusnya.”

Irene mengangguk. “Kalau begitu, saya akan mengantar anda ke peternakan.”

Bella mengibas tangan ke udara. “Tidak perlu. Aku tahu jalannya.”

Irene menggeser badannya, memberi jalan pada Bella. Wanita itu berjalan melintasi ruang televisi, melewati kamar Levin tanpa menengok, lalu menuju dapur. Saat gestur langsing itu menghilang di balik dapur, Irene sontak menghembus napas lega. Dia tidak merasa bersalah harus membohongi Bella, karena dia tahu Bella tidak akan mau menemui Levin. 

Pintu kamar Levin terbuka. Dia menoleh sekeliling dan mendapati Irene sedang mengepel di depan kamar Devin. 

“Apa dokter Bella sudah datang?” tanya Levin. “Semua sudah selesai diperiksa?”

Irene mengendik bahu. “Sepertinya mereka menunggu anda di ruang kerja Tuan Andrew.”

“Bella?”

“Sepertinya. Saya kurang begitu memperhatikan sejak tadi.”

Levin bergegas menuju ruang kerja ayahnya. Tentu saja, dia tidak akan melewatkan momen kunjungan rutin dokter Artwater ke Mansion Batista. Saat yang tepat untuk menggoda Bella Artwater, yang ayahnya tidak akan bisa melarangnya. 

Levin bersumpah, tidak akan berhenti menggoda Bella, hingga dokter cantik itu jatuh dalam pelukannya. Dia memang menyebalkan ketika mereka masih kecil, karena selalu menyuruhnya pergi karena mengganggunya saat bermain kartu dengan Devin. Tapi sekarang, situasinya sudah berbalik. Levin tak akan pernah berhenti mendekati dan mengganggunya. Banyak wanita dingin dan angkuh, ditaklukkannya dalam waktu singkat. 

Bella hanyalah gadis jinak jinak merpati yang akan jatuh ke dalam dekapannya dalam waktu dekat.

Irene bergegas membereskan kain pel dan memastikan tidak ada tetesan darah hingga ke garasi. Dan dia merasa lega ketika kemudian Marcus mendapatinya sudah menyelesaikan penghapusan jejak darah itu.

“Irene? Kau sudah membereskan kamar Tuan Devin?” tanya Marcus berbisik. “Spreinya masih banyak darah.”

Irene mengangguk, lalu mengeluarkan anak kunci dari sakunya lalu masuk ke kamar Devin. Bertepatan dengan Levin keluar dari ruang kerja ayahnya.

“Mana Irene?” tanya Levin. “Bella tidak ada.”

“Oh, anda mencari Irene apa dokter Bella?” tanya Marcus, berdiri di depan pintu kamar Devin, khawatir majikan mudanya itu tahu-tahu hendak mencari Bella di kamar kakaknya.

“Bella. Aku mau dia memeriksa luka sialan ini,” ucap Levin sembari menunjuk dahinya.

“Dia ke peternakan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status