Share

Bab 5

Ketika mobil Seno berhenti depan rumah mereka. Ia melihat kearah Karra yang ternyata tertidur. Meski kesal dan benci dengan kelakuan Karra, ia tak tega membangunkan gadis itu.

Kemudian Seno turun dari mobil, ia bergegas menggendong Karra hingga masuk dalam rumah mereka berdua.

Saat Seno menggendong Karra, sebenarnya ia sudah terbangun. Namun membiarkan dirinya digendong Seno.

"Thank you." Seru Karra membuka lebar mata ketika suaminya itu meletakkan di sofa. Ia menyengir tanpa rasa bersalah, melupakan sesaat kejadian menyebalkan di sekolah.

"Kamu ngerjain aku." Tuduh Seno jengkel. Ia membuang mukanya saking kesal kepada Karra.

"Gak! Kapan lagi coba aku digendong sama Pak Seno." Ledek Karra membuat Seno tambah kesal.

Seno menahan amarahnya, ia memilih meninggalkan Karra daripada harus berdebat tak ada habisnya.

"Eh.. Mas, tunggu. Aku belum selesai bicara." Ucap Karra lagi. Sadar betul dia harus meminta maaf kepada Seno, walaupun bagaimanapun Seno suaminya. Dan dia merasa bersalah karena Rangga dan menghilang saat dihukum.

Seno berbalik menghentikan langkahnya. "Mau apa lagi kamu?" hardik Seno berdiri tegap.

Karra menghembuskan napasnya berulang kali, ia tersenyum lebar berusaha memasang wajah paling manis. "Aku mau minta maaf sama kamu, mas. Aku harap kamu ngerti keadaan sekarang. Aku nikah sama kamu terpaksa, sebelum menikah dengan kamu, aku udah pacaran sama Rangga." Lirih Karra jujur.

Ya.. Memang benar itu kenyataannya. Harusnya Seno bisa terima. Tapi Seno adalah Seno dia tak akan perduli dengan alasan apapun. Sebab yang dia ketahui sekarang Karra itu istrinya.

"Kamu pikir aku gak terpaksa nikah sama bocah ingusan seperti kamu." Balas Seno dingin membuat Karra membuka lebar mulutnya kesal. Baru kali Karra merasa sama sekali gak dipandang dengan laki-laki, dan buruknya laki-laki itu ada suaminya.

Karra berkacak pinggang menantang Seno. "Maksud kamu bilang aku ingusan itu apa, hah?" ucapnya.

"Terus apa kalau bukan ingusan. Emangnya anak sekolah seperti apa?" Karra menghentakkan kaki tak terima, lalu dia mendorong Seno bertubuh tinggi itu hingga terjatuh di sofa.

Karra dengan lancang mencium bibir Seno. Mungkin usia Karra lebih muda dari Seno, tapi ia yakin Seno yang kaku tidak memiliki ciuman.

Seno mendorong perlahan menolak ciuman Karra. "Kamu udah siap hamil." Ujarnya mendelik sedikit sinis pada Karra.

"Kamu sendiri udah siap jadi bapak. Aku paling gak suka dibilang ingusan. Kamu mau lebih dari ini." Karra membuka kancing atas bajunya.

Saat itu juga Seno menghentikannya, ia tak menduga Karra bisa memancing gairahnya. Bagaimana Seno laki-laki, baru beberapa hari menikah Karra sudah membuatnya hampir gila.

"Jangan pernah kamu memancing laki-laki, karena kamu bisa menyesal jika aku sudah terpancing." Karra menaik alisnya satu sambil menatap Seno dari atas hingga ke bawah. Dia tak percaya laki-laki super datar seperti Seno bisa melakukan hal diluar nalar.

"Aku nggak perduli!" Seno mendengus sebal.

"Daripada kamu marah gak jelas. Lebih baik bersihkan toilet sana. Kamu gak akan dapat jatah makan, kalau enggak selesaikan tugas kamu." Karra memajukan bibirnya kesal.

"Hah? Apa kamu bilang barusan bersihkan toilet. Enggak salah?" Seno menggeleng tegas.

"Enggak! Bersihkan sekarang!" perintah Seno membuat Karra ingin mengeluarkan amarahnya yang memuncak.

"Ih.. Menjijikkan. Tega banget jadi suami, kamu tuh udah kayak ayah tiri bukan suami gak cocok." Rungut Karra, kemudian ia pergi ke kamar mengganti pakaiannya.

Seno sadar yang dia lakukan luar batas, tapi melihat tingkah Karra nggak bisa bertanggungjawab atas semua perbuatannya, ia harus lebih tegas kepada Karra.

Karra memasuki toilet, ia membersihkan toilet. Baru pertama kali ia harus bekerja dulu baru dapat makan. Kalau saja bukan karena Seno yang memberikan makan dan uang jajan, ia tidak akan rela melakukan hal menjijikkan baginya sendiri. "Gue sebal banget sama Seno. Emang dia pikir gue pembantu disini!" Karra menyikat toilet dengan kuat hingga ia tergelincir jatuh.

"Auh.. Sial banget gue."

Namun seketika suara tawa membuatnya menoleh, ternyata Seno daritadi mengawasi Karra.

"Makanya jangan ngomel terus, dosa kamu sama suami." Ucap Seno masih terkekeh kecil. Karra tak menggubris, ia tampak terkesima dengan senyumam bersemayam di wajah Seno.

Ya.. Maklum ini pertama kalinya Seno tertawa, sejak menikah laki-laki itu hanya memasang muka datarnya tanpa senyum. 'Senyumnya manis juga' batin Karra.

"Karra.." Panggil Seno berdiri di depan toilet. Karra tersadar, ia bangkit dari jongkoknya.

"Hemm.. By the way aku baru pertama kali liat kamu senyum, mas. Adem lihatnya, gitu dong jangan galak kayak monster." Seru Karra menggoda.

Seno langsung kembali menerbitkan muka galaknya. "Lanjutin kerja kamu!" suruh Seno lagi.

Karra kembali jengkel, baru juga dia memuji dengan gombalannya itu malah sekarang Seno kembali jadi monster galak. "Dasar suami gak punya perasaan!" hujat Karra menjerit.

"Jangan berteriak! Aku kurangi uang jajan kamu!" gertak laki-laki itu meninggalkan Karra sambil tersenyum kecil.

Karra melanjutkan kembali pekerjaannya dengan terpaksa, sebab sekarang dia tidak meminta uang kepada orang tuanya lagi.

Walau harus meronta kemarahannya sendiri, Karra bisa apa kecuali harus menerima pasrah penderitaannya, mau sekolah ataupun di rumah.

Setelah selesai Karra langsung terbaring di sofa ruang tengah, keringatnya menetes terus menerus. Sungguh dia lelah sekali, napasnya terhengap seharian ini harus membersihkan toilet yang dia sendiri tak pernah lakukan di rumahnya dulu.

Seno baru kembali dari membeli bahan makanan, ia melihat Karra tertidur. Laki-laki itu malah menggendong istrinya menuju dapur membuat Karra terbangun kaget. "Astaga, mas. Kamu itu bisa gak sih bangunin aku dulu." Karra mengucek matanya, ia masih mengantuk.

"Kamu tidurnya udah kalah dari kebo gitu, mana bisa bangun." Karra menggerucutkan bibirnya.

"Gara-gara kamu ganggu tidur nyenyak aku. Perut aku jadi lapar." Seru Karra sambil memegangi perutnya.

"Kalau lapar ya masak, aku udah beliin bahan makanan." Karra yang tadinya mengantuk, ia langsung melotot kesal melihat bahan makan yang di atas counter kitchen.

"Mas, kamu bercanda 'kan." Seno mendelik sekilas, laki-laki itu bisa menebak dari ekspresi Karra, pasti dia tak bisa memasak.

"Kelihatannya gimana?"

Argh.. Bercanda mana mungkin Seno bercanda. Dia orang terkaku yang pernah Karra kenal. Karra merasa bukan menjadi istri, tapi jadi pembantu.

"Kenapa kamu nggak cari pembantu aja sih? Kalau gini kan aku yang susah, aku gak bisa masak." Protes Karra.

Seno tak perduli Karra mau bisa masak atau tidak, seperti pesan dari ayah Karra kepadanya. Dia bukan harus menjaga Karra, namun menjadikan Karra sosok lebih baik dari sebelumnya.

"Kamu ada disini gunanya apa?"

Salah saran Karra, dia malah merasa benar-benar Seno menyebalkan. Dia bersumpahkan akan mencari tahu kelemahan Seno.

"Jadi aku harus masak sendiri."

"Hemm."

Karra membuang muka malas, ia berjalan berlahan menatap beberapa sayuran. Ia menggaruk kepalanya tak gatal.

Entah bagaimana Karra harus memulai masak, membedakan micin dan garam dia sama sekali tak tahu.

"Benaran aku yang masak nih? Kalau gak enak, gimana?" tanya Karra sambil mengeluarkan beberapa sayur dan ayam. Seno tak menjawab.

Sedangkan Seno dengan santai duduk sambil membaca buku. Ia sesekali melihat kearah Karra yang mukanya kebingungan.

Kepala Karra rasanya mau pecah menatap sayuran ini, ia lebih memilih mengerjakan tugas daripada masak.

"Mas, kamu yakin aku yang masak?" tanya Karra lagi, jujur ia merasa ragu untuk memasak apalagi bukan keahliannya.

"Kamu masak aja dulu. Enak atau nggak itu urusan terakhir." Tutur Seno. "Anggap ini hukuman kamu karena berani pacaran dengan Rangga." Mendengar nama Rangga disebut, ia terdiam sesaat.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
rahma hasan
ditunggu cerita selanjutnya... semoga cepet tampil.. terimakasih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status