( POV 3 )
"Kau sudah mendapatkan data dari wanita itu?" Tim Johnson bertanya pada Hendrix Brows sekretaris sekaligus asisten kepercayaannya."Sudah Mr. Johnson," jawab Hendrix tegas kemudian ia pun mulai membaca lembaran kertas yang ia bawa, hasil dari penyelidikannya."Michelle Scullys, 22 tahun lahir di Arlington, Dallas.Yatim piatu, ibunya meninggal ketika ia berumur 13 tahun karena bunuh diri, atas tuduhan pembunuhan suaminya sendiri karena melakukan pembelaan kepada putrinya yang dilecehkan.Diadopsi oleh pendeta Raymen Perez selama 2 tahun yang tewas karena dihakimi massa oleh penduduk setempat atas tuduhan aliran sesat.Selama 7 tahun hidup seorang diri di flat kecil di Dallas, bersekolah di North High School Dallas dengan beasiswa prestasi.Menjalin hubungan dengan pria bernama Mattew Steward selama 5 tahun dan tinggal bersama."Kedua mata Tim menyempit mendengar penjelasan dari Hendrix."Menyedihkan...," ucapnya lirih."Apa dia tak kuliah atau bekerja?" tanya Tim ingin tahu."Disini dijelaskan, Michelle Scullys pernah bekerja di sebuah mini market 24 jam selama 4 tahun dan yang terakhir kini ia bekerja di kantor farmasi selama 3 tahun, Walgrenn di Dallas." Hendri menjelaskan."Walgreen, perusahaan farmasi yang tidak sembarang mempekerjakan orang, aku rasa wanita itu mempunyai otak yang cukup cerdas dibalik hidupnya yang menyedihkan," Tim berkomentar."Siapkan mobil Hendrix! aku akan ke rumah sakit untuk menemuinya," perintah Tim seraya berdiri dari tempat duduknya."Baik, Mr Johnson"....Dalam perjalanan menuju rumah sakit malam itu, pikiran Tim tak berhenti pada kisah hidup wanita yang ditolongnya itu, Michelle Scullys."Wanita yang malang, pantas saja tak ada satupun keluarga yang mencarinya saat ia hilang dan tak pulang ke rumah," pikirnya dalam hati.Tapi yang menjadi pertanyaannya sekarang kenapa kekasihnya yang bernama Mattew Steward itu tak berusaha mencarinya?Bukankah mereka tinggal bersama? seharusnya dia tahu kalau wanita itu tak pulang kan?Sungguh ironis, dan Tim berpikir mungkin terjadi sesuatu pada mereka berdua, dan dugaan itu semakin kuat karena Michelle Scullys nekad berdiri di tengah jalan seakan sengaja ingin membunuh dirinya sendiri."Ah, sungguh membuatku kepalaku sakit jika memikirkannya. Kenapa aku jadi ikut terlibat dalam kisah wanita itu dan kini aku merasa simpatik terhadapnya?" tanyanya dalam hati.Apakah ini takdir atau hanya kebetulan?Ini untuk kedua kalinya Tim Johnson bertemu dengan Michelle Scullys, setelah kecelakaan itu dan ini untuk pertama kalinya ia bertemu dengan wanita yang ditolongnya malam itu dalam keadaan sadar.Mata coklatnya yang tajam tak lepas menatap wanita yang kini tepat didepannya.Cantik dan bahkan sangat cantik, pikirnya dalam hati.Walaupun tanpa riasan dan kepalanya dibalut oleh perban dengan tampilannya sangat sederhana tetap tak bisa menutupi wajah cantiknya yang alami tanpa riasan.Bibirnya penuh dan merekah, rambut coklatnya panjang berombak kini tampak diikat ke belakang. Sesaat ia berpikir, kenapa wanita secantik ini hidupnya begitu malang dan bahkan sangat menyedihkan?Tak mau pikiran sentimentilnya semakin larut, dengan langkahnya yang berwibawa ia melangkah masuk ke dalam ruangan di mana Michelle Scullys sedang di periksa oleh dokter dan beberapa perawat saat itu.( POV 1 )Aku cukup terkejut ketika seorang pria berjas hitam tiba-tiba datang dan masuk ke ruangan tempat aku dirawat."Tampan dan memikat, siapa dia?" pikirku dalam hati dan aku terkejut, saat dokter dan para perawat yang datang mengecek keadaanku bersikap hormat dan menyapanya."Selamat malam Mr. Johnson..," sapa sang dokter.Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis."Bagaimana keadaannya?" tanyanya dengan suara yang begitu berwibawa."Baik Mr. Johnson, sepertinya Miss. Scullys bisa pulang hari ini dan selanjutnya akan mendapatkan perawatan jalan untuk pemulihan tangan dan kakinya saja," sahut sang dokter menjelaskan."Kalau begitu kami permisi Mr. Johnson," sang dokter berpamitan keluar ruangan.Kini di ruangan ini hanya ada aku dan pria asing berjas itu.Kami saling bertatapan dalam diam, seakan hanyut akan pikiran masing-masing."Kau sudah siap untuk pulang?" tanyanya memecah keheningan."Pulang?Aku tak punya tujuan untuk pulang Mr -""Johnson, panggil aku Tim Johnson" selanya padaku."Maaf, apakah kau yang membawaku ke tumah sakit ini Mr. Johnson?" tanyaku penasaran."Mobilku yang menabrakmu malam itu dan aku hanya bertanggung jawab pada apa yang aku lakukan," sahutnya tenang."Aku justru berharap kau tak perlu melakukannya," ucapku lirih, kedua mataku menatapnya lemah kini."Kenapa? Apa kau tak ingin hidup lagi?" sahut Tim padaku dan aku cukup terkejut dengan ucapannya sekarang.Tak ada jawaban, aku hanya diam dengan kepala menunduk."Aku tak tahu apa aku harus berterima kasih padamu atau tidak, karena aku tak mengharapkan untuk hidup lagi," ucapku jujur."Tuhan memberikanmu kehidupan kedua Miss. Scullys tak seharusnya kau menolak itu," tutur Tim Johnson, ucapannya membuatku berpaling menatapnya."Aku tak punya tujuan untuk hidup lagi, untuk apa aku harus hidup?" dahutku keras kepala."Itu pilihanmu Miss. Scullys, yang jelas kini kau diberikan kehidupan sekarang dan mau tak mau kau harus siap menerima apa yang ada di depan matamu," ucap Tim Johnson dengan suara yang tegas.Aku diam dan berpikir dengan ucapannya.Itu memang benar, kenapa aku begitu pengecut? Sungguh bodoh!"Bagaimana apakah kau sudah siap untuk pulang Miss. Scullys?" tanya Tim Johnson kembali."Ah...? aku tak tahu harus pulang kemana?" tanyaku spontan.Pria itu tersenyum menyejukkan, hati siapapun mungkin akan meleleh jika melihatnya."Kau bisa pulang ke rumahku, aku punya villa yang tak ditinggali, itu jika kau mau.Lagipula sekarang kau masih dalam tanggung jawabku karena lukamu masih dalam tahap pemulihan," tawarnya.Sungguh pria asing yang baik hati.Mungkinkah ada di dunia ini? karena sejauh yang kualami selama hidupku, belum pernah menemui pria baik hati seperti dia.Mengetahui keraguanku, Mr. Johnson tersenyum kembali dan menghampiriku yang masih tampak duduk setengah terbaring di ranjang rumah sakit."Tak perlu cemas dan banyak berpikir, aku berani menjaminnya kau aman dalam pengawasanku. Selama kau mau, kau boleh tinggal di villa milikku dan aku akan mengutus seseorang untuk menjagamu di sana, tentunya selama kau masih dalam tahap pemulihan kau tak mungkin bisa melakukan segala hal sendirian bukan?" tuturnya perhatian."Terima kasih Mr. Johnson, aku banyak berhutang padamu," ucapku kemudian."Tak perlu sungkan, kau bisa percaya padaku Miss. Scullys karena akulah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi padamu sekarang dan aku hanya melakukan tugasku selama aku bisa melakukannya," sahutnya, senyuman tak lepas di wajahnya yang tampan.Semua ucapannya terasa tulus terdengar.Apakah ini anugerah yang Tuhan berikan padaku di antara kemalangan nasibku yang begitu menyedihkan?******( POV 1 )Kulihat Gillian menangis terisak di depan parkiran restoran, kedua matanya menatap sendu mobil milik Michael yang melaju begitu saja tanpa memperdulikannya. Melihatnya seperti itu aku semakin yakin jika Gillian begitu mencintai Michael Rouis, hal itu membuatku semakin puas karena berhasil membuatnya merasa menyesal. Rasa cintanya begitu besar pada pria sebaik Michael Rouis namun sifat picik dan serakahnya tetap tak berubah.Ya, pria bernama Alex Miles adalah orang suruhanku yang kuperintahkan untuk menggodanya. Jika ia wanita yang setia, ia tidak mungkin menerima ajakan pria yang baru dikenalnya bukan? Namun, seperti yang aku tahu, sifat Gillian yang serakah itulah yang telah menghancurkan dirinya sendiri. Dengan kata lain ia gagal menjadi wanita yang setia hanya dengan iming-iming pria tampan dan kaya, sungguh ironis."Apa sekarang kau merasa menyesal Gillian Moore? Akan aku pastikan Michael Rouis tak akan mau kembali dengan wanita serakah dan picik sepertimu," sindirku saa
Siang itu di butik milik Gillian Moore kedatangan seorang pria tampan dengan penampilan perlente yang luar biasa. Gillian dapat menebak jika pria itu mungkin seorang CEO di sebuah perusahaan besar, karena mobil yang pria itu kendarai adalah mobil sports edisi terbatas berharga fantastis. Tahu mendapatkan calon pelanggan dan mangsa empuk yang rupawan, Gillian Moore pun melayani pria itu dengan memasang penampilan sebaik mungkin di depannya sekarang."Selamat siang, Tuan. Selamat datang di butik saya, apa ada yang bisa saya bantu?" sapa Gillian dengan senyuman ramah dan paling cantiknya.Pria itu melepas kacamata hitam yang dipakainya dan itu membuat Gillian semakin terpesona dengan mata biru pria di depannya sekarang."Carikan aku jas dan kemeja yang terbaik untukku, Miss," sahut sang pria."Oh, tentu. Silakan, Tuan. Di sebelah sini! Banyak pilihan yang cocok untuk anda pilih dan bisa anda coba," tawar Gillian penuh semangat.Gillian pun sibuk mempromosikan koleksi jas dan kemeja terba
( POV 3 )Sepulangnya dari apartemen Judith Hills, Michael Rouis tak bisa berhenti berpikir dengan semua cerita yang wanita cantik berambut merah itu ceritakan. Tentang kisah pilu sebuah pengkhianatan hingga berujung kehilangan. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah nama kekasih tercintanya disebut dalam cerita Judith Hills. Apakah Judith berbohong dengan ceritanya? Dan apakah Judith hanya mengarang cerita saja agar ia bersimpati padanya?Namun mungkinkah itu? Lalu jika iya apa motifnya? Hati kecil Michael menyangkal itu semua, jika Judith Hills tak mungkin berbohong dengan semua yang baru saja ia ungkapan padanya. Wanita itu berkata jujur, karena sebodoh apa pun dirinya, Michael tahu orang yang berkata jujur atau tidak. Semua terlihat di mata Judith Hills, jika wanita itu memang memiliki trauma atas masa lalu buruk yang pernah ia alami. Jika semua yang Judith Hills ungkapan adalah benar, lalu berarti benar jika Gillian Moore adalah sahabat sekaligus pengkhianat yang ada dalam ce
( POV 3 )Michael Rouis melajukan mobilnya cukup kencang, ia menuju ke alamat yang dikirim Kelly. Sebuah apartemen di pusat kota Dallas. Entah kenapa ia merasa cemas pada Judith Hills, wanita yang belum lama ia kenal dan pastinya tak ada hubungan apapun antara dirinya dengan wanita cantik berambut merah itu. Apa penyebabnya Michael sendiri tak tahu pasti, kenapa Judith Hills begitu istimewa di matanya? Dan keluarganya pun seperti merasakan hal yang sama seperti dirinya. Sungguh berbanding terbalik dengan Gillian sang kekasih, Michael sendiri tak tahu apa penyebab adiknya Kelly dan putrinya, Lizzy kurang menyukai dan tidak bersimpati pada sang kekasih? Apakah ada yang salah dengan pilihannya? Namun, untuk saat ini Michael tak ingin peduli, ia akan memperjuangkan Gillian agar putri semata wayang dan adiknya mau menerima pilihan hatinya.Ia sendiri tak menyangka tindakan impulsif dirinya pada Judith Hills, hingga ia sampai meninggalkan sang kekasih dan lebih memilih untuk menemui wanita
( POV 3 )Di sebuah apartemen, tampak sepasang kekasih sedang memadu cinta bersama. Mereka berdua saling memagut dan bermain bibir dengan panas. Sang wanita berambut blonde yang duduk di atas pangkuan sang pria tampak agresif dan mendominasi. Suara deru nafas yang saling beradu pun terdengar jelas di dalam apartemen itu. Sang wanita kini tampak dengan tak sabaran melepas kancing kemeja yang dikenakan sang pria sedangkan sang pria hanya pasrah di bawah kendali wanitanya yang kini telah berhasil melepas kemeja kekasihnya dan melemparkannya ke sembarang tempat, sang pria kini hanya mengenakan celana panjang saja, dadanya yang bidang terekspos dengan jelas membuat suasana malam itu menjadi panas karena dilingkupi gairah dari sepasang kekasih yang tengah di mabuk asmara itu.Mereka melepaskan ciumannya dan kini kedua netra mereka saling bertemu satu sama lain dalam diam. kedua bibir mereka merekah dan berkilau karena saling bertukar saliva sejak tadi dengan panas. Tatapan mereka bertemu, t
( POV 1 )Pagi itu aku sengaja bangun lebih pagi dari biasanya, setelah mandi dan berganti baju dengan pakaian yang aku bawa dan kupersiapkan sebelum aku sampai di sini, di rumah Michael Rouis, aku pun turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur. Di sana kulihat Kelly sedang sibuk memasak di dapur seorang diri, dan karena itu aku berinisiatif untuk mendekatinya."Ada yang bisa dibantu, Kelly?" tawarku padanya saat kulihat wanita berambut pirang itu tengah sibuk meracik sayuran."Ah, Judith. Anda sudah bangun? Bagaimana tidurmu semalam? Apakah nyenyak?" Kelly bertanya perhatian."Nyenyak, bahkan sangat nyenyak. Mana mungkin aku tidak tidur nyenyak di rumah keluarga Rouis yang hangat dan menyenangkan seperti ini?" sahutku dengan tersenyum tulus."Terima kasih, syukurlah kalau begitu," Kelly menjawab dengan tersenyum lebar."Biar saya bantu menyiapkan sarapannya ya?" tawarku sekali lagi."Ah, tidak perlu Judith. Anda adalah tamu, tidak perlu repot membantu di dapur seperti ini." Tolak Kell