Ubud, Bali 2021..
Melodi melemparkan kertas yang ia pegang. Fikri rekan kerjanya menarik napas lelah, Melodi yang tadinya sangat bersemangat dengan pekerjaannya untuk menuliskan perjalanan hidup Gilsha Alyne, kini ingin membatalkan pekerjaan tersebut.
"Gil...kita udah sampai disini, dan kita beruntung karena Bu Gilsha mau di wawancarai."
"Aku tidak bisa Fik! dia adalah wanita yang sudah merebut Papa ku." Fikri sudah tahu hal ini karena tadi saat di perjalanan Melodi sudah menceritakan amarahnya itu.
"Aku tahu, tapi kita tetap harus melanjutkan ini. Apalagi kalau sampai dia mau membuka hubungannya dengan papa mu dimasa lalu, itu akan menjadi artikel besar. Bukan hanya tentang perjalanan karirnya saja. tapi juga kehidupan pribadinya."
"Kau ini gila ya?! mau membuat nama baik keluargaku hancur begitu?"
Melodi masih tidak ingin menemui Gilsha hari ini untuk melanjutkan wawancaranya, Gilsha wanita itu adalah ketidaksempurnaan yang terus membayangi keluarganya. Hanya saja, jika dia terus melakukan wawancara ini, dia bisa kena pecat. Ini adalah pekerjaan yang dia inginkan, bukan karena uangnya, tapi dia mencintai pekerjaan ini.
"Pantas Mama selalu melarangku jika membeli poster Gilsha Alyne."
***
Jakarta 1997...
Seorang wanita yang membuka pintu itu tidak berkedip melihat pemandangan diruangan kerja suaminya. Wilya, kakinya terasa lemas saat ini matanya tidak lepas melihat suaminya memeluk tubuh wanita lain, dan mereka terlihat sangat akrab.
"Ah..sayang maaf, sini aku kenalkan kepada Gilsha." Keterkejutan Wilya menjadikan ia canggung, isi kepalanya masih mencerna semua ini. "Aku harap kamu tidak salah paham dengan pelukan kami tadi. Dia temanku, namanya Gilsha kamu pasti sudah kenal kalau namanya ya," ucap Noah yang membuat Wliya mengangguk tersenyum seadanya saja. Dia memang mengenali wajah Gilsha yang seorang artis ternama, tapi tetap saja sebagai seorang istri dia merasa cemburu melihat suaminya memeluk wanita lain. Dia pikir, wanita dari masa lalu suaminya yang pernah Ibu mertua ceritakan datang lagi.
Ya, Ibu mertua Wilya pernah bercerita kalau dia harus lebih ekstra membuat Noah mencintianya, karena dulu pernah ada seorang wanita yang begitu Noah cintai. "Hai...aku Wilya, istri Noah." Sengaja Wilya menekan kata istri kepada wanita berparas cantik didepannya itu. Gilsha tersenyum ramah, dia meraih uluran tangan tersebut.
"Aku Gilsha, senang bisa berkenalan denganmu. Oh..ya Noah aku pamit dulu, masih ada pekerjaan yang menunggu. Mengenai salinan surat kerja samanya bisa kau kirim saja kepada managerku. Sampai jumpa Wilya," ucap Gilsha jelas terlihat tidak ada yang wanita itu tutupi. Wilya bernapas lega, dia sudah berpikir macam-macam tadi.
"Kamu kenapa datang kesini tiba-tiba?" tanya Noah saat hanya ada mereka berdua saja.
"Kalau aku tidak datang kesini, mungkin lebih dari sekedar berpelukan yang terjadi. Iya kan?" Noah melirik Wilya sekilas, dia menggelengkan kepala.
"Jangan berlebihan, aku sudah jelas-jelas mengenalkannya kepadamu." Noah memang seperti itu, jika tidak suka aura dan nada bicaranya menjadi dingin. Wilya takut dibuatnya, dia juga merasa keterlaluan karena sudah mengatakan hal seperti itu, padahal Noah dan wanita itu hanya berteman.
"Apa kau berhubungan dekat dengan artis itu?"
"Ya, dulu. Kami hanya baru bertemu lagi karena masalah pekerjaan," jawab Noah tanpa menatap wajah istrinya. Dia terus fokus pada kertas dihadapannya, sementara Wilya duduk di kursi depannya.
"Maaf sayang...aku hanya takut, kalau kau berselingkuh dibelakang ku."
"Aku tidak akan melakukannya, jika aku ingin aku akan mengatakannya kepadamu." Noah menatap wajah Wilya yang membeku, sedetik kemudian dia tertawa. Wilya merasa sangat konyol karena suaminya sudah mempermainkannya.
"Ah...Noah itu tidak lucu."
"Tapi wajahmu lucu sekali Wilya," ujar Noah tertawa sambil memegang perutnya. Mereka tidak menyadari kalau dibalik pintu itu Gilsha masih mendengarkan semuanya. Sekertaris Noah yang tadi pergi kini sudah kembali ke mejanya, dia menyapa Gilsha.
"Maaf Nona Gilsha apa ada yang bisa saya bantu."
"Ah...itu ada apa-apa. Aku hanya sedang mengingat apakah meninggalkan sesuatu tadi." Aldi sekertaris itu mengangguk sambil tersenyum ramah. Gilsha melangkahkan kakinya, tidak jauh dari ruangan Noah, ada sebuah ruangan lagi yang pintunya terbuka. Samar-samar dia mendengar ocehan para wanita didalam sana.
"Oh..iya satunya cantik, dan satunya tampan. Bagaimana tidak seras sekali."
"Mereka juga selalu romantis kalau kita lihat kan, aku juga pernah loh..ketemu Bu Wilya dan Pak Noah saat berbelanja. Pak Noah sedang menggandeng tangan istrinya, tipe-tipe suami yang posesif itu loh...duh..idaman banget ya..."
Mendengar hal itu Gilsha tertegun, dengan berat kakinya melangkah meninggalkan kantor Noah. Dalam perjalanan dia memikirkan kehidupan sempurna yang Noah dan Wilya dapatkan, sementara hidupnya terasa sangat menyedihkan. Gilsha memakai kaca mata hitamnya saat turun dari dalam taksi. Kali ini dia harus bertemu dengan Sutradara, tidak ada Lina dia harus seorang diri kemana-mana.
Larut dalam perbincangan mengenai proyek film terbarunya, Gilsha lupa kalau dia harus menemani Dika. Gilsha kembali ke rumahnya yang terbilang cukup mewah, Gilsha menaiki anak tangga yang melengkung itu dan berpegang pada gagang spiral kayunya. Tubuhnya terasa lelah, baru saja masuk kedalam kamar tiba-tiba bel rumah itu berbunyi. Dia menerka siapa yang datang, tetapi dia tidak keluar dari kamarnya. Akan ada asisten rumah tangganya yang membukakan pintu, tetapi tiba-tiba Gilsha teringat sesuatu. Dia mulai cemas, tepat saat itu pintu kamarnya dibuka dengan kasar.
"Dika maaf," baru dia mengucapkan kata maaf rambutnya sudah ditarik oleh Dika. "Dika...lepaskan sakit," pinta Gilsha tetapi malah tamparan yang cukup kuat dia dapatkan. Gilsha memegang pipinya, bibirnya bergetar. Tidak sampai disitu, Dika kembali menarik rambut Gilsha dan menyeretnya keluar dari dalam kamar.
"Kau berani sekali mempermainkan ku hah?! kau ingin aku mengulanginya Gilsha IYA?!" Dika menampar Gilsha hingga tidak sengaja Gilsha jatuh dan berguling dari anak tangga itu. Dua pelayan disana mengejarnya, mereka menutup mulut saat Dika tidak terlihat kasihan sama sekali kepada Gilsha, bahkan dua tamparan lagi Gilsha dapatkan.
"Tuan Dika sudah tuan...kasihan Nona Gilsha, dia bisa mati jika terus tuan pukul seperti ini." Salah satu pelayan senior disana memegang kaki Dika sambil berlutut, sementara Gilsha sudah dipeluk pelayan satu lagi tubuhnya yang terkulai lemas itu. Ada darah yang mengalir dari sudut bibir dan juga kening Gilsha, wajahnya memar seperti habis mendapatkan tinju.
"Kalian....jangan ada yang memanggilkan Dokter untuknya, biar dia tahu rasanya jika tidak menuruti keinginanku."
"Aku akan melaporkanmu ke Polisi brengsek!" umpat Gilsha di sisa tenaganya. Selama ini Dika selalu mengancamnya dengan semua koneksi pria itu, dia juga yang merasa sangat bergantung kepada Dika dan merasa tidak memiliki siapapun yang bisa ia percaya selain pria itu. Hanya karena Dika lah yang pertama kali mengulurkan tangan untuk membantu Gilsha, disaat semua orang tidak yakin dengan bakatnya. Mendengar hal itu, Dika kembali memukul wajah Gilsha.
"DIKA!" teriak Lina yang untungnya datang tepat waktu. "Jangan menyentuh dia lagi, atau aku akan bertindak tegas kali ini." Dika tertawa mengejek Lina, wanita itu dia yang mengenalkan kepada Gilsha. Bisa-bisanya Lina mencoba mengancamnya.
"Kau beritahu kepadanya, jika tidak ingin wajah cantiknya itu rusak turuti kataku. Jika ingin melaporkan silakan saja, aku pastikan uang dan tabungan kalian habis, serta karir mu ini hancur, baru mungkin polisi akan datang menjemputku. Itu juga kalau aku bisa mereka tahan!" tantang Dika kemudian pria itu pergi setelah meludah di depan pintu rumah itu. Lina segera membantu Gilsha masuk ke kamar kembali setelah Dika pergi, dia juga menelpon Dokter untuk segera datang.
"Kau ingin aku membuat laporan untuk Dika?"
"Tidak perlu! dia benar, aku hanya akan menghabiskan serta menghancurkan karir ku saja. Aku yang salah karena lupa untuk menemaninya."
"Tapi Gil...kau bukan budaknya." Lina tidak habis pikir dengan jalan pikiran Gilsha. Tidak ada respon dari Gilsha, dia hanya menahan sakit yang kembali ia rasakan. "Gil, tapi kau belum melakukan hubungan it- tu dengannya kan?" tanya Lina ragu-ragu.
"Aku lebih baik dia pukuli daripada berhubungan badan dengan monster itu." Lina mengucap syukur karena Gilsha masih waras. Gilsha menutup mata, tiba-tiba air mata yang ia tahan tadi kembali ingin tumpah. Semua tidak lain karena dia menangisi jalan yang ia pilih, sementara ditempat lain banyak orang bahagia. Dia harus kesepian tanpa ada pasangan yang memperhatikannya, tanpa teman disetiap dia ingin pergi berlibur atau melakukan sesuatu berdua. Banyak yang mendekatinya, tapi itu hanya sebatas karena wajah, tubuh, dan popularitasnya saja. Tidak ada yang benar-benar ia rasakan tulus, seperti Noah dulu mencintainya.
Noah...pria itu begitu dia rindukan. Dia ingin memilikinya lagi, dia rindu perhatian Noah untuknya. Sudah sangat lama bahkan dia merindukannya, salahkah jika dia ingin pria itu kembali padanya?
Bersambung....
Dua minggu berlalu...Wilya sibuk melihat pakaian apa yang akan dia kenakan di acara ulang tahun perusahaan Noah malam ini, dia tersenyum bahagia karena Noah memintanya untuk mendampingi bukan Gilsha. Wanita yang menjadi madunya itu belakangan jarang terlihat, cerita Noah karena Gilsha sibuk dengan kegiatan artis yang wanita itu miliki. Wilya tidak perduli, yang terpenting Noah selalu kembali ke rumah dan tidur dengannya. Wilya berharap agar dia segera hamil, supaya Noah lebih mementingkannya daripada Gilsha si pelakor itu.Disaat Wilya sibuk memilih gaunnya, Gilsha sedang melakukan pemotretan untuk sampul majalah. Noah juga ada disana menunggunya, sudah dua minggu ini Gilsha jarang kembali ke rumah. Jika pulang juga larut malam, hanya pesan yang Gilsha kirimkan kepada Noah, memberitahu apa saja kegiatannya dan juga mengingatkan Noah untuk makan. Namun, setiap pesan Noah tidak wanita itu balas, bahkan pintu kamar Gilsha selalu terkunci sehingga Noah tidak dapat untuk masuk.Noah tahu
Dari balik pintu kamar Noah dan Wilya, dia mendengarkan semuanya. Isak tangis Wilya, dan juga permintaan maaf Noah. "Apa yang kau inginkan lagi dariku Noah? kenapa kau ingin aku bertahan menjadi istrimu sementara kau mengatakan mencintai wanita itu?""Aku menyayangi mu Wilya, aku mencintai Gilsha itu benar. Namun, setelah dua tahun ini aku bersama denganmu aku juga menyayangimu, aku tidak bisa melepaskanmu. Lagi pula aku sudah setuju untuk tidak mencatatkan pernikahan kami, apa lagi yang kau mau? bukankah itu syaratmu agar kau menyetujui pernikahanku dengannya?" Mendengar hal itu Noah ucapkan Gilsha berang, dia melangkahkan kaki untuk masuk menuju kamarnya sendiri. Di sana ia berusaha menahan tangisnya, Noah setuju tidak mencatatkan pernikahan mereka? apa maksudnya semua ini. Apakah Noah akan membuat dia seperti istri simpanan begitu?Tubuh Gilsha bergetar hebat, dia tidak terima jika harus diperlakukan seperti itu. Bagaimanapun dia adalah wanita yang Noah cintai, Wilya tidak bisa mem
Teriknya panas Kota Jakarta tidak membuat Wilya gerah menunggu kedatangan Riska di warung soto betawi yang terkenal di daerah jalan menuju pantai Ancol. Wilya memang sengaja memilih tempat itu, selain dia suka masakannya tempat itu juga sangat nyaman untuk Wilya. Dulu dia dan Riska sering ke warung soto ini untuk sekedar beristirahat setelah pulang kuliah."Wil maaf, tadi aku harus ketemu sama klien dulu.""Iya aku ngerti kok," jawab Wilya tersenyum. Riska langsung menatap sendu wajah Wilya, dia tahu sahabatnya ini baru saja menangis atau mungkin sudah dari kemarin Wilya menangis."Wil, ada apa? kamu sama Noah baik-baik aja kan?" tanya Riska langsung, hal itu membuat Wila menarik napas berat. Dia mencoba tenang dan tidak lagi menumpahkan air mata ditempat umum seperti ini. Dengan berkaca-kaca Wilya menyuruh Riska untuk memesan makan serta minuman lebih dulu. Riska benar-benar cemas melihat Wilya, dia tahu ada yang sangat berat menimpa sahabatnya.Sambil makan Wilya menceritakan apa ya
Seorang pemuda melihat mobil Fortuner putih yang masuk ke pekarangan rumah milik wanita yang sudah sejak lama dia cintai, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Wanita itu percaya, jika dia masih menjadi istri dari pria lain yang tidak lagi mengingat dirinya. Pria yang belasan tahun sudah membiarkan wanita itu seorang diri.Di tempat lain, Gilsha yang duduk di kursi roda tersenyum melihat orang yang datang mengunjunginya. "Kau kembali Melodi?" tanya Gilsha lalu dia memutar kursi roda tersebut agar bisa berhadapan dengan wanita muda yang menatapnya penuh kebencian."Ya, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku. Jika Anda tidak keberatan, apakah boleh saya bertanya mengenai kehidupan pribadi anda Ibu Gilsha Alyne?""Gilsha Alyne Oliver, itulah nama lengkap ku setelah menikah secara diam-diam dengan ayahmu." Melodi menghembuskan napasnya lelah, dia heran mengapa wanita seperti Gilsha, yang cantik pintar dan memiliki ke-populeran mau menjadi wanita ke-dua dalam rumah tangga ayah dan ibunya."B
Gilsha sudah bangun pagi-pagi sekali seperti biasa, bedanya bagi dia saat ini ia berada di rumah Noah. Gilsha turun ke bawah masih gelap, dia kemudian menghidupkan lampu. Mencari dimana sapu dan alat kebersihan lainnya, mungkin apa yang dia lakukan itu membuat pelayan dirumah tersebut bangun. Dia melihat wanita yang sudah tidak lagi muda itu."Maaf, anda siapa?""Saya Gilsha Bu, saya istri baru Noah." Wanita itu melihat penampilannya, tapi Gilsha tidak menghiraukan. "Bu letak peralatan kebersihan ada dimana ya," kata Gilsha hingga pelayan itu terkejut."Biar saja saya yang kerjakan Nyonya.""Aduh tidak perlu Bu, saya bosan dan memang biasa olahraga lagi saya itu bersih-bersih rumah. Nanti juga kasih tau saya letak peralatan masak ya, Ibu tidur aja lagi. Kalau sudah Mbak Wilya bangun, akan saya bangunkan.""Jangan begitu Nyonya.""Aduh...jangan panggil Nyonya. Panggil saya Gilsha saja, atau Nak Gilsha. Dan saya beri perintah untuk tidak mengganggu saya pagi ini juga selanjutnya, setela
Cinta memang tidak salahHanya waktu dan tempatnya yang terkadang menjadikannya salah.****Selama tiga hari Wilya menata hati dan pikirannya, dia mencoba menerima segala yang terjadi. Rumah tangga yang dia kira sempurna, ternyata hanya awalan saja. Wilya belum bercerita kepada siapapun mengenai semua ini, dia memendam kecewa itu seorang diri.Hari ke–empat, dia mulai kembali beraktivitas seperti dulu, yang berbeda hanyalah gairah dalam menjalani kesehariannya. Noah belum pulang selama empat hari itu, tidak juga menelpon menanyakan kabarnya. Wilya tidak berharap, pasti pria itu sedang menikmati hari-hari yang indah bersama istri barunya.Kehidupan sunyi Wilya itu berakhir tepat satu minggu, karena di hari sabtu malam Noah kembali ke rumah dengan membawa Gilsha. Rasanya Wilya ingin membakar wajah wanita yang suaminya bawa itu. Dia hanya diam menatap Noah dan Gilsha yang sudah masuk ke ruang tamu rumah mereka. "Wilya aku sudah meminta Gilsha untuk tinggal di rumah ini. Aku harap kau bis