Hari...bulan...dan tahun, kini berganti.
Bahkan kamu yang ku tunggu, tak lagi kembali.Entah kamu lupa, atau memang tidak lagi perduli.Padaku, yang setia menanti...****
Jakarta 1997
Deretan cincin yang berada didalam etalase perhiasan ternama disalah satu toko di Jakarta begitu memukau mata Gilsha. Beginilah dia jika tidak ada jam kerja, berbelanja apapun yang dia inginkan. Sekarang dia sedang mencari cincin, karena merasa cincin yang lama sudah terlalu kuno. Karena dia seorang artis, tentu penampilan adalah hal yang penting untuk dia jaga.
"Mbak boleh lihat yang ini," ucap Gilsha dan seorang wanita lagi secara bersamaan. Gilsha melihat wanita itu, begitu juga dengan wanita tersebut. Mungkin karena Gilsha memakai kaca mata dan topi, wanita yang tengah tersenyum lebar kearah dirinya itu tidak tahu siapa dia sebenarnya.
"Ah...maaf, ternyata aku juga menyukai model cincin yang kau suka." Gilsha hanya tersenyum seadanya untuk menanggapi.
"Kau saja, aku akan cari model lain." Gilsha memilih untuk mencari ditempat lain. Tepat saat dia memutar tubuhnya, sosok Pria yang begitu dia kenali itu berjalan ke arahnya. "Noah," katanya seperti berbisik.
"Sayang apa cincinnya yang kau mau sudah dapat?" Noah bertanya, tapi Gilsha tahu itu bukan untuknya. Pertanyaan itu untuk wanita yang tadi juga menginginkan cincin yang sama dengannya. Sontak Gilsha kembali memutar tubuhnya, melihat interaksi pria itu dengan wanitanya. Tentu wanitanya, karena Noah memanggilnya 'sayang'. Setelah lima tahun mereka tidak bertemu, kini Noah bersama wanita lain. Gilsha tersenyum miris, menertawakan apa yang tengah ia pikirkan sekarang.
"Gilsha," panggil seorang Pria dengan suara yang keras, sehingga menarik perhatian seseorang dibelakang tubuh Gilsha. Menutup matanya, Gilsha menunduk kemudian dia menoleh ke belakang, mata Noah mengamatinya. Entah dorongan dari mana, tapi Gilsha ingin agar Noah melihatnya disana.
Perlahan Gilsha membuka kaca mata yang dia gunakan, sorot mata Noah jelas terkejut. Gilsha menyunggingkan senyuman tipis, dan pergi dari sana. Meninggalkan Noah dengan keterkejutannya."Gil, kenapa lama sekali."
"Iya maaf," jawab Gilsha kemudian dia merangkul lengan pria itu. Dia adalah Dika Maheswara, seorang anak dari pemilik statisun tv. Dika juga yang mengenalkannya kepada Lina, manager yang saat ini mengurus semua pekerjaan untuk Gilsha. Gilsha dan Dika selalu dekat, bahkan sekarang Gilsha mulai merasa begitu bergantung kepada Dika. Semua itu terjadi ketika dia kehilangan kedua orang tuanya, Gilsha tidak ingin lagi mengingat masa-masa itu.
"Kamu tidak jadi beli perhiasan?" tanya Dika begitu perhatian kepadanya, dan Gilsha menggelengkan kepala.
"Lain kali saja," jawabnya kemudian mengajak Dika segera pergi dari tempat itu. Kepala Gilsha rasanya panas, dia merasa Noah masih terus memperhatikannya. Ada apa dengan Noah? apa pria itu bahkan tidak ingin menyapa dirinya, apa karena dia takut wanitanya akan cemburu. Setelah tujuh tahun, mereka akhirnya bertemu seperti ini. Tujuh tahun ini, banyak sekali hal yang membuat Gilsha harus berdiri kuat. Banyak teman, serta lingkungan yang pergi meninggalkannya, bahkan juga kedua orang tuanya.
"Gilsha besok apa kamu ada pekerjaan?" Dika kini sudah menyetir mobil untuk mengantarkan Gilsha ke rumahnya.
"Ya, ada pertemuan penting dengan Pimpinan Perusahaan yang menjadikanku sebagai ikon model produk mereka."
"Kalau begitu kosongkan waktumu setelahnya."
"Aku tidak bisa Dika, setelahnya aku harus bertemu Sutradara lagi." Mendengar hal itu Dika langsung menghentikan mobil tiba-tiba. Matanya penuh dengan kabut amarah, menatap Gilsha tajam. "Dika lepaskan! sakit," pinta Gilsha karena cengkraman Dika di wajahnya.
"Aku tidak perduli kau ada pekerjaan apa, besok aku ingin kau menemaniku!" Beginilah sikap buruk Dika, sangat kasar dan emosinya tidak bisa dikontrol. Hal ini yang membuat Gilsha belum mau menikah dengan pria ini. "Jangan buat aku merusak wajahmu ini lagi Gilsha, kau sudah tahu bukan bagaimana rasanya." Dika membuang kasar wajah Gilsha begitu cepat, setelah tadi dia menariknya dengan sangat kasar.
***
Pagi yang cerah, Wilya sudah sibuk didapur mencoba membuat sarapan untuk suaminya tercinta. Meski dia belum bisa memasak, tapi setidaknya dia mencoba. Ada satu orang asisten rumah tangga yang dia pekerjakan untuk membantunya dirumah, dia dan Noah sudah dua tahun menikah dan semua terasa sempurna untuk mereka berdua. Meski menjadi istri dari Pria tampan seperti suaminya adalah ujian paling berat yang harus dia lalui, tapi dia tidak ambil pusing karena Noah adalah tipe pria yang setia. Pulang tepat waktu, dan selalu menemaninya jika sedang libur bekerja.
Wilya buru-buru meletakkan nasi goreng buatannya ke atas meja makan saat melihat suaminya sudah keluar dari dalam kamar mereka. "Sayang tidak sarapan dulu?" tanya Wilya ketika Noah langsung keluar dari dalam rumah. Wilya dibuat bingung dengan kelakuan Noah setelah mereka pulang dari toko perhiasan. Wilya berpikir mungkin Noah marah, karena dia terlalu lama memilih cincin kemudian malah tidak jadi membeli apapun.
"Aku ada pekerjaan penting pagi ini. Aku tidak sempat sarapan," kata Noah kemudian mengecup kening Wilya yang masih berdiri tepat didepan mobil Noah. "Aku pergi dulu, jangan terlalu lelah dirumah." Wilya tersenyum mendengar perhatian dari suaminya itu. Dia pikir Noah marah, tapi ternyata tidak. Mungkin memang benar pekerjaan Noah sangat banyak di kantornya.
Noah mengemudikan mobil dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya, dia memang sudah terlambat datang pagi ini. Meski posisinya adalah pimpinan perusahaan, dia tetap harus tepat waktu datang ke kantor. Begitu memarkirkan mobil, Noah langsung buru-buru menuju ruangannya. Saat dia masuk kesana, sudah ada seorang wanita yang duduk membelakangi Noah. Dia kenal postur tubuh ini, tapi apakah benar? dia memang ada janji dengan model yang dipilih tim promosi untuk iklan produk, tetapi apakah model itu adalah Gilsha? cinta lama yang harus dia buang jauh dari kehidupannya saat ini.
Wanita itu berdiri dan menyambut Noah dengan senyumnya "Selamat pagi Bapak Noah Oliver, perkenalkan saya Gilsha Alyne. Model yang dipilih untuk membintangi iklan produk perusahaan Anda." Gilsha terdengar sangat formal, seperti tidak ingin mengakui kalau mereka dulu pernah memiliki sebuah hubungan.
"Gilsha," ucap Noah tidak menyambut uluran tangan Gilsha. Melihat hal itu Gilsha menurunkan tangannya, dia menarik napas dalam sebelum kembali berkata "aku tidak tahu kalau pimpinan perusahaan ini adalah dirimu.Jika memang ingin mengganti dengan model lain, aku tidak keberatan." Wajah Gilsha berubah menjadi dingin, dia melangkahkan kakinya untuk melewati Noah, tetapi lengannya ditahan oleh pria itu. Sorot mata Gilsha dan Noah bertemu, sadar akan keadaan saat ini Noah melepaskan tangannya.
"Aku tidak bermaksud seperti itu. Kita bisa bekerja layaknya rekan bisnis, tetapi jika kau terganggu tidak mengapa Gilsha, aku mengerti."
"Aku tidak terganggu sama sekali, bukankah kita sudah punya jalan hidup masing-masing." Gilsha tersenyum lagi, tapi Noah merasa ada yang kurang dari senyuman Gilsha biasanya. Noah kemudian mempersilakan Gilsha kembali duduk, mereka akan membahas kerjasama yang akan dilakukan. Gilsha memperhatikan Noah, dia sadar kalau ia sangat merindukan Noah. "Gilsha apa ini nomor telpon mu?"
"Bukan! itu nomor Manager, dia yang biasa mengurus hal mengenai kontrak dan sebagainya. Saat ini dia sedang ada di Rumah Sakit, jadi aku mengurusnya seorang diri. Apa kau mau nomor telponku?" tanya Gilsha kemudian dia mengeluarkan sebuah benda berwarna hitam dan tebal itu dari dalam tasnya.
"Gilsha aku sudah menikah," kata Noah membuat wajah Gilsha yang tadi tersenyum kini terlihat berubah. Namun, cepat-cepat dia mengubah lagi mimik wajahnya.
"Selamat kalau begitu, tapi aku tidak bertanya bukan? aku hanya tanya apa kau butuh nomor telponku. Bukan aku ingin kita berbaikan seperti dulu lagi," kata Gilsha yang membuat Noah jadi merasa bersalah. Gilsha yang dia kenal, tidak ketus dan sombong seperti ini gaya bicaranya. Selesai dengan urusan kontrak yang disepakati serta ketentuan yang ingin Noah beritahu Gilsha, mereka berdiri karena Gilsha akan pergi saat itu.
"Terima kasih sudah menerima tawaran ini Gilsha." Noah sudah bisa tersenyum kepada wanita yang masih dia simpan fotonya itu.
"Sama-sama Noah, ini adalah pekerjaanku. Hanya saja tidak menyangka, akan berkerja denganmu. Selamat kau sudah jadi orang yang hebat, aku bangga melihatnya." Gilsha memeluk Noah, dia ingin menangis rasanya. Pelukan itu dibalas oleh Noah, bukan karena dia ingin memanfaatkan keadaan, hanya saja dia menganggap Gilsha adalah temannya saat ini.
"Sayang aku datang...,"
Bersambung....
Dua bulan berlalu...Cahaya matahari pagi masuk menyinari seluruh bagian rumah Gilsha. Lina datang kali ini bersama dengan seorang pegawai bank. Satu bulan yang lalu Gilsha memang sudah tidak lagi menerima tawaran di dunia hiburan, tapi bukan berarti Gilsha berhenti untuk mencari pundi-pundi dari jerih payahnya. Dia suadh berbicara dengan Lina ingin membuka usaha, sehingga pendapatannya yang sisanya tak begitu banyak itu bisa dia gunakan untuk memulai bisnis baru. Gilsha memilih untuk menekuni investasi di bidang wisata, dia juga berniat untuk membeli tanah di Bali untuk dia buka tempat makan atau yang lainnya.Hal ini sudah Gilsha bicarakan dengan Noah, pria itu setuju dan akan membantu jika Gilsha membutuhkan bantuan dana darinya. Namun, terbiasa mandiri Gilsha tidak ingin memakai uang yang Noah. Dia hanya akan memakai jatah bulanan yang Noah berikan kepadanya, itu saja sudah cukup untuk Gilsha.Ketika Lina datang, Gilsha masih sibuk di ruang olahraga. Melambaikan tangan kepada Lina
Wilya berang, sepanjang pesta Noah tidak memperdulikannya. Dia bagaikan boneka pajangan saja disana. Begitu juga saat makan disatu meja, Noah mengikuti istri mudanya tersebut dan membiarkan Wilya makan dimeja yang lain bersama Aldi dan istrinya. Sungguh Gilsha membalas perbuatannya, wanita itu benar-benar berani pikir Wilya.Karena pesta sudah usai, Wilya ikut bergerak keluar dari ballroom. Sempat berpelukan mengucap perpisahan kepada kedua orang tua Noah. Gilsha juga ikut melakukan hal yang sama, Indah juga bahkan sempat berbisik kepada Gilsha dan mereka berdua tertawa bersama. Begitu cepat ibu mertuanya itu melupakan apa yang sudah wanita murahan itu ucapkan kepadanya. Itulah pemikiran Wilya.Wilya dikejutkan dengan sentuhan Noah di pundaknya. "Sayang kita pulang sekarang?" tanya Wilya manis kepada suaminya itu."Ya, tapi kau diantar oleh Aldi saja ya. Aku sudah meminta bantuan Aldi tadi," kata Noah kemudian Aldi dan istrinya mendekat kearah mereka."Ada apa? kau mau pergi kemana?"
Dua minggu berlalu...Wilya sibuk melihat pakaian apa yang akan dia kenakan di acara ulang tahun perusahaan Noah malam ini, dia tersenyum bahagia karena Noah memintanya untuk mendampingi bukan Gilsha. Wanita yang menjadi madunya itu belakangan jarang terlihat, cerita Noah karena Gilsha sibuk dengan kegiatan artis yang wanita itu miliki. Wilya tidak perduli, yang terpenting Noah selalu kembali ke rumah dan tidur dengannya. Wilya berharap agar dia segera hamil, supaya Noah lebih mementingkannya daripada Gilsha si pelakor itu.Disaat Wilya sibuk memilih gaunnya, Gilsha sedang melakukan pemotretan untuk sampul majalah. Noah juga ada disana menunggunya, sudah dua minggu ini Gilsha jarang kembali ke rumah. Jika pulang juga larut malam, hanya pesan yang Gilsha kirimkan kepada Noah, memberitahu apa saja kegiatannya dan juga mengingatkan Noah untuk makan. Namun, setiap pesan Noah tidak wanita itu balas, bahkan pintu kamar Gilsha selalu terkunci sehingga Noah tidak dapat untuk masuk.Noah tahu
Dari balik pintu kamar Noah dan Wilya, dia mendengarkan semuanya. Isak tangis Wilya, dan juga permintaan maaf Noah. "Apa yang kau inginkan lagi dariku Noah? kenapa kau ingin aku bertahan menjadi istrimu sementara kau mengatakan mencintai wanita itu?""Aku menyayangi mu Wilya, aku mencintai Gilsha itu benar. Namun, setelah dua tahun ini aku bersama denganmu aku juga menyayangimu, aku tidak bisa melepaskanmu. Lagi pula aku sudah setuju untuk tidak mencatatkan pernikahan kami, apa lagi yang kau mau? bukankah itu syaratmu agar kau menyetujui pernikahanku dengannya?" Mendengar hal itu Noah ucapkan Gilsha berang, dia melangkahkan kaki untuk masuk menuju kamarnya sendiri. Di sana ia berusaha menahan tangisnya, Noah setuju tidak mencatatkan pernikahan mereka? apa maksudnya semua ini. Apakah Noah akan membuat dia seperti istri simpanan begitu?Tubuh Gilsha bergetar hebat, dia tidak terima jika harus diperlakukan seperti itu. Bagaimanapun dia adalah wanita yang Noah cintai, Wilya tidak bisa mem
Teriknya panas Kota Jakarta tidak membuat Wilya gerah menunggu kedatangan Riska di warung soto betawi yang terkenal di daerah jalan menuju pantai Ancol. Wilya memang sengaja memilih tempat itu, selain dia suka masakannya tempat itu juga sangat nyaman untuk Wilya. Dulu dia dan Riska sering ke warung soto ini untuk sekedar beristirahat setelah pulang kuliah."Wil maaf, tadi aku harus ketemu sama klien dulu.""Iya aku ngerti kok," jawab Wilya tersenyum. Riska langsung menatap sendu wajah Wilya, dia tahu sahabatnya ini baru saja menangis atau mungkin sudah dari kemarin Wilya menangis."Wil, ada apa? kamu sama Noah baik-baik aja kan?" tanya Riska langsung, hal itu membuat Wila menarik napas berat. Dia mencoba tenang dan tidak lagi menumpahkan air mata ditempat umum seperti ini. Dengan berkaca-kaca Wilya menyuruh Riska untuk memesan makan serta minuman lebih dulu. Riska benar-benar cemas melihat Wilya, dia tahu ada yang sangat berat menimpa sahabatnya.Sambil makan Wilya menceritakan apa ya
Seorang pemuda melihat mobil Fortuner putih yang masuk ke pekarangan rumah milik wanita yang sudah sejak lama dia cintai, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Wanita itu percaya, jika dia masih menjadi istri dari pria lain yang tidak lagi mengingat dirinya. Pria yang belasan tahun sudah membiarkan wanita itu seorang diri.Di tempat lain, Gilsha yang duduk di kursi roda tersenyum melihat orang yang datang mengunjunginya. "Kau kembali Melodi?" tanya Gilsha lalu dia memutar kursi roda tersebut agar bisa berhadapan dengan wanita muda yang menatapnya penuh kebencian."Ya, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku. Jika Anda tidak keberatan, apakah boleh saya bertanya mengenai kehidupan pribadi anda Ibu Gilsha Alyne?""Gilsha Alyne Oliver, itulah nama lengkap ku setelah menikah secara diam-diam dengan ayahmu." Melodi menghembuskan napasnya lelah, dia heran mengapa wanita seperti Gilsha, yang cantik pintar dan memiliki ke-populeran mau menjadi wanita ke-dua dalam rumah tangga ayah dan ibunya."B