Seperti biasa di minggu pagi, Alice akan pergi ke pasar bersama bik Mar untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Namun, pagi ini Alice sedikit merengut karna Fitri tidak ikutnya, biasanya madunya itu selalu menemankannya ke pasar. .
"Kenapa Non, kok mukanya cemberut?" tanya bik Mar melihat Alice sejak tadi hanya diam saja.Alice menoleh pada bik Mar. "Mbak Fitri kok akhir-akhir ini sibuk banget ya, jadi gak seru deh! Apa memang biasa Mbak Fitri, selalu pergi pagi-pagi gitu setiap hari minggu. Sampai-sampai Mas Tian pun gak tahu Mbak Fitri pergi kemana?" cerocos Alice panjang lebar.Sebelum pergi ke pasar tadi Alice memang sempat bertanya pada Bastian, kemana Fitri pergi, namun Bastian sendiri tidak tahu kemana perginya Fitri.Bik Mar menggaruk kepala sesaat. "Hm, Bibi juga ndak tahu Non, baru sebulan ini Non Fitri Bibi perhatikan memang agak sibuk. Sudah lah ndak usah terlalu di pikirkan, lebih baik sekarang kita bergegas ke pasar sebelum hari semakin siang."Alice menghembuskan nafas panjang, mengikuti langkah kaki bi Mar, yang berjalan cepat di depannya. Dia masih kesal kenapa Fitri seakan memberi jarak padanya akhir-akhir ini...Pagi menjelang siang, Alice dan Bastian tengah makan bersama tanpa kehadiran Fitri. Sejak tadi Alice takut-takut mengajak suaminya mengobrol.Ketika pulang dari pasar tadi Alice sempat melihat Fitri bersama seorang pria, yang entah pergi kemana, dia juga sempat merekam Fitri dan pria yang tidak di kenalinya itu menggunakan ponsel.Setelah makan Alice pun lansung memperlihatkan video tersebut pada suaminya dan bertanya siapa pria yang tengah bersama madunya itu.Seketika rahang Bastian mengeras. Alice jadi takut sendiri, tadinya ia mengira pria di dalam video itu adalah keluarga Fitri. Namun, melihat reaksi suaminya, Alice menebak jika gosip yang pernah di dengarnya dari iparnya dulu benar adanya, kalau madunya memang berselingkuh dari suaminya.Suasana di ruangan itu mendadak mencekam. Alice tak berani bergerak dari duduknya, sesekali bola matanya hanya bergerak mencuri-curi pandang pada Bastian."Bas!"Rita tiba-tiba muncul dari balik pintu, memperlihatkan wajah kesalnya.Bastian dan Alice serempak menoleh."Ada apa?" Suara Bastian terdengar dingin membuat Alice bergidik mendengarnya."Bas, istri tuamu itu berduaan dengan seorang pria! Sungguh memalukan! Dia sekarang jadi buah bibir orang-orang dikampung kita! Tetangga sebelah menyalahkan kamu yang tidak becus mendidiknya! Kenapa tidak kamu ceraikan saja istri tuamu itu! Merusak nama baik keluarga kita saja!" ucap Rita menggebu-gebu.Bastian lalu bangkit dari duduknya, dengan tangan yang mengepal kuat. . "Diam kau! Ini urusan rumah tanggaku, tak perlu kau ikut campur! Lebih baik kau pergi dari sini sekarang juga!" sentak Bastian dengan nafas yang memburu. Satu tangannya menunjuk ke arah pintu, menyuruh kakaknya pergi.Sama dengan Bastian, dada Rita juga sesak menahan emosi, mendengar Bastian tega mengusirnya."Assalammualaikum.""Fitri!" teriak Bastian ketika mendengar istrinya mengucap salam. Segera ia melangkah melewati tubuh Rita yang tersenyum sinis melihat kedatangan adik iparnya.Fitri yang tidak tau apa-apa tersentak melihat wajah merah suaminya. "Ada apa Mas?""Ikut aku!"Bastian lansung menarik tangan Fitri, membawanya keruangan lain, meninggalkan Rita dan Alice yang kini saling pandang satu sama lain. ."Mbak, apa benar Mbak Fitri selingkuh?" tanya Alice setelah Bastian menghilang dari pandangan mereka.Rita mendengus, lalu mendelikkan mata. Ia mulai jengah dengan sikap Alice yang terlalu polos. "Karna kamu sudah tau kebusukan madumu itu, apa kamu masih mengaguminya?"Alice terdiam sejenak."Kalau kamu masih mengaguminya! Berarti kamu wanita paling bodoh yang pernah ku kenal!" ucap Rita sinis.Alice menatap kakak iparnya itu, ia sedikit tersinggung dengan perkataannya Rita yang mengatai dirinya bodoh."Kalau kamu tidak mau di bilang bodoh! Susunlah rencana untuk menyingkirkan madumu itu! Aku tak mau adikku di bodohinya! Kamu pernah bilang sendiri kan, kalau Fitri memiliki alasan sendiri meminta Bastian agar berpoligami? Bisa jadi karna ingin menutupi aib perselingkuhannya ini!"Alice tak menyahut, ia tampak berpikir keras....Di lantai dua, tepatnya di balkon ruang kerja Bastian. Fitri berdiri dengan wajah menunduk. Sementara Bastian berdiri membelakanginya. Sedari tadi tak ada diantara mereka yang bersuara, hanya helaan nafas Bastian yang terdengar memburu.Bastian memandangi hamparan sawah yang membentang luas di hadapannya. Ia juga tengah mengatur emosi di dadanya yang bergemuruh hebat. Sungguh, ia tak menyangka desas-desus yang beredar. Sekarang ia membenarkan gosip perselingkuhan istrinya setelah melihat bukti rekaman video di ponsel Alice.Selama ini Bastian hanya mendengar gosib yang beredar tentang istrinya, namun ia tak menggubris sama sekali, mengira itu hanyalah kabar burung yang di karang segelintir orang yang iri pada istrinya.Cukup lama Bastian diam, sambil menatap petani yang tengah menggarap sawah di depan sana.Setelah emosinya sedikit reda, Bastian berbalik badan menatap Fitri yang masih menunduk, dia mendekat lalu mengangkat dagu Fitri."Siapa pria itu?" tanya Bastian pelan.Fitri membisu, menatap dalam netra suaminya.Bastian menghela nafas kasar, melihat tak ada tanda-tanda bibir Fitri akan bergerak."Fitri, tolong jujur padaku? Siapa pria itu?" tanyanya lagi dengan suara bergetar.Sunyi, tak ada sahutan sama sekali dari Fitri. Wanita itu tak berniat sedikitpun menjawab pertanyaan suaminya.Bastian memejamkan mata sesaat, meraup udara sebanyak-banyaknya. Kemudian ia menangkup kedua pipi Fitri, menatap lebih dalam kedalam matanya. Ia berharap praduganya salah."Fitri, apa dia selingkuhanmu?"Fitri tersentak, matanya mulai berembun. Segera ia mengalihkan pandangan dari suaminya, membuat nafas Bastian kembali memburu."Fitri kamu tuli atau apa? Apa dia selingkuhanmu? Cepat jawab!" Bastian lansung mencengkram kedua bahu Fitri.Fitri menutup matanya, yang mulai meneteskan air bening."Berarti benar dia selingkuhanmu, Fitri!"Dada Bastian semakin naik turun."Kenapa kamu menduakanku, apa salahku, Fitri?""Aku minta maaf jika selama ini melakukan kesalahan tanpa sadar."Bastian mengatur nafas yang semakin sesak."Fitri aku mencintaimu, apakah kamu tidak lagi mencintaiku? ""Kenapa kamu tega padaku? Apa ini alasanmu memintaku menikah lagi!?"Cecar Bastian beruntun, dengan mata yang mulai berkaas-kaca. Fitri hanya terisak pelan, tak menyangkal tak juga mengiyakan apa yang di tuduhkan Bastian. Lama keduanya menangis tanpa suara. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing."Aku kecewa padamu, Fitri," ucap Bastian sambil menghapus cepat air matanya kemudian berlalu pergi dari hadapan Fitri.Bruk!Fitri menjatuhkan tubuhnya, ia terduduk lemas diatas lantai sambil terisak kuat."Aku juga mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu." Fitri bergumam lirih sambil memegang dadanya yang begitu sesak.Ingin sekali ia mengatakan semuanya tadi, tapi semua tertahan di tenggorokannya. Sebuah rahasia yang selama ini ia tutupi rapat, hingga tak ada seorangpun yang tau.Fitri menggigit bibir bawahnya dengan kuat, berharap tangisnya dapat reda. Namun, bukannya berhenti, malah semakin menjadi-jadi.Selang beberapa menit kemudian, Fitri menyeka air matanya, kemudian beranjak ke kamar.Sesampainya dikamar. Ia mengambil sesuatu di dalam tasnya. Terlihat obat berukuran besar dipegangnya. Ia membuka tutup botol kemudian memasukkan sebutir pil berwarna putih ke mulutnya dan meneguk air putih hingga tandas. Setelah itu ia menaruh obat tersebut ke dalam laci yang selalu di kuncinya."Walaupun aku tahu penyakitku ini tidak akan bisa sembuh, tapi aku akan berusaha meminum obat ini. Mas, setelah aku pergi nanti, aku berharap kamu bahagia bersama Alice."Fitri biergumam sendiri sambil duduk di tepi ranjang. Melamunkan kejadian tadi pagi. Saat Aldo, teman teman sekolahnya sewaktu SD, yang kini berprofesi sebagai dokter spesialis bedah, meminta bertemu dengannya pagi ini."Fitri, penyakitmu mulai memasuki stadium akhir apa kamu tidak mau di operasi?" tanya Aldi, pria berperwakan semampai yang berprofesi sebagai dokter spesialis bedah.Aldi sangatlah geram karna Fitri sengaja mengulur-ulur waktu, padahal penyakit kanker otak yang menggerogoti tubuhnya semakin parah. Hal itu bisa terlihat pada tubuhnya yang semakin kurus.Sudah beberapa bulan ini Aldi di tugaskan di desa tempat tinggal Fitri. Sewaktu itu dia yang baru di pindah tugaskan, begitu terkejut saat bertemu Fitri di klinik sebagai pasiennya."Iya aku tau itu, tapi aku tidak mau di operasi sekarang, tunggu saatnya tiba, aku akan meminta bantuanmu nanti," jawab Fitri."Tapi sampai kapan, Fit? Maaf jika aku terlalu ikut campur, tapi apakah suamimu sudah mengetahui penyakitmu ini? Karna selama kamu meminta obat padaku kamu tidak pernah mengajaknya," tanya Aldi penasaran.Fitri menggeleng.Aldi menghembuskan nafas kasar. "Fitri, sebaiknya kamu ketakan penyakitmu pada suamimu. Ini obat makanlah dengan
Fitri segera keluar dari kamar menuju ke sumber suara."Wow, wow, enak sekali kau ya! Menyuruh-nyuruh Alice memasak! Sedangkan kau? Dasar kau ini memenag istri tidak tau di untung! Alice itu bisa saja saat ini tengah hamil! Seharusnya kau yang mengerjakan semua pekerjaan rumah!"Fitri tersentak, baru saja ia tiba, namun sudah di teriaki kakak iparnya."Maaf Mbak aku tidak ada menyuruhnya, tadi aku malah menyuruhnya agar istrahat saja," terang Fitri karna memang setelah mencuci pakaian Alice tadi dia menyuruh Alice agar istrahat."Benar begitu Alice?" Rita mengalihkan pandangan pada Alice.Alice menggeleng. "Nggak, Mbak Fitri gak ada bilang sama aku untuk istirahat. Sudahlah Mbak, aku ingin memasak untuk Mas Tian juga." Alice berbohong, sengaja ingin membuat Fitri tak betah tinggal di rumah."Ck ck ck, lihat ini menantu pertama Bunda, bisa-bisanya dia mengarang cerita!" Rita beralih menatap Bunda Ira yang sedari tadi duduk dengan tenang di sofa."Rita, sudahlah, jangan dibesar-besarkan
"Tidak bisa, aku sibuk! Buang-buang waktu saja!" Bastian mendengus kesal.Senyuman di wajah Alice seketika lenyap. Rita, menyenggol lengan bunda Ira, memberi isyarat pada bundanya itu agar mau membujuk sang adik yang keras kepala."Bas, Bunda mohon, turuti kemauan Bunda dan kakakmu." Bunda Ira menatap sendu putranya sambil menyatukan kedua tangan ke depan dada.Bastian di terpa dilema, karna sampai sekarang ia belum bisa menerima Alice sepenuhnya. Apalagi melihat sikap asli istri mudanya yang kasar, membuat Bastian semakin tidak menyukainya. Cukup lama Bastian diam, berpikir sebelum menjawab permintaan sang Bunda.Bunda Ira kemudian mendekat, menangkup kedua pipi putranya. "Bas, Bunda mohon."Bastian terhenyak, melihat pancaran mata sang bunda semakin menyiratkan kesedihan. Setelah menimbang-nimbang sesaat akhirnya Bastian memutuskan."Baiklah, tapi dengan satu syarat.""Syarat?" Mata Rita dan Bunda Ira terbuka lebar. "Ya, aku ingin Fitri juga ikut."Mata Alice dan Rita seketika terbe
"Fitri!"Reflek Fitri memutar tubuh kebelakang. Dan seketika matanya membola melihat Bastian yang berjarak beberapa meter darinya tampak terengah-engah mengatur nafas yang tersengal."Mas, kenapa ada di sini? Alice dimana?" tanya Fitri penasaran. Dia mengedarkan pandangan mencari keberadaan madunya di sekitar, namun sama sekali tak ada ia lihat. Bastian enggan menjawab pertanyaan Fitri, dia malah berlari mendekati istrinya itu, kemudian menarik dan memeluk pinggangnya sangat erat."Mas."Fitri kebingungan, ada apa dengan suaminya. Bukankah seharusnya dia makan malam bersama Alice, tapi kenapa Bastian ada di sini."Mas," panggil Fitri sekali lagi. Namun, masih tak ada sahutan dari suaminya.Sekarang dahi Fitri berkerut kuat. "Mas, dimana Alice?"Bastian melepaskan pelukan, kemudian menempelkan jari telunjuknya di bibir Fitri. "Sssttt, diamlah Sayang, Alice berada di tempat yang aman.""Tapi--"Bastian membungkam bibir Fitri, melabuhkan kecupan. Fitri terkejut, matanya bergerak kesegala
Dua hari sudah, Bastian dan Alice menikmati bulan madunya di Bali.Fitri bahagia, melihat Bastian memperlakukan Alice dengan sangat baik. Dia juga berharap Alice segera hamil. Tanpa Fitri ketahui jikalau semua yang di lakukan Bastian hanyalah untuk memancing rasa cemburunya saja.Bohong, jika Fitri tidak cemburu melihat kebersamaan suami dengan madunya. Namun,wanita itu sekuat mungkin meredam rasa cemburu yang menyesakkan hatinya. Tak jarang Fitri juga menangis dalam diam tanpa di ketahui siapa pun. Alice pun mulai mengerti kenapa suaminya bersikap baik dan romantis padanya. Semua itu hanya sengaja di lakukan suaminya agar bisa membuat Fitri cemburu. Walau Alice sudah tahu perlakuan suaminya hanyalah sandiwara, namun dia tidak peduli. Bahkan dia menikmati dan seperti bekerja sama dengan Bastian ingin membakar rasa cemburu di hati madunya. Alice juga akan memainkan perannya, bersikap dewasa dan bertutur kata lemah lembut agar bisa membuat Bastian jatuh hati padanya.Lain hal dengan Bas
"Sayang, bangunlah," desis Bastian sambil menyeka peluh di dahi Fitri. Bukannya bangun, Fitri malah merubah posisi tidurnya, memeluk tubuh di sampingnya yang juga lansung di balas oleh Bastian seraya membelai pipi tirus istri pertamanya."Mas aku mencintaimu, aku harap kamu selalu bahagia." Fitri bergumam dalam tidurnya.Bastian tersenyum mendengar perkataan istrinya yang sedang menggigau itu. "Aku juga mencintaimu Sayang. Tapi kenapa kamu malah menduakanku, kamu sunguh membuatku bingung?" balasnya pelan sembari memandangi wajah Fitri dengan seksama.Hening sejenak, yang terdengar hanya deru nafas mereka. Bastian lalu melabuhkan kecupan di kening dan bibir Fitri seketika. Kemudian mengeratkan pelukannya."Maafkan kesalahanku selama ini Mas," ucap Fitri lirih disertai air mata yang kini mengalir di pipinya.Hati Bastian tercubit, melihat Fitri menangis dalam tidurnya, pria itu tidak mengucapkan satu patah katapun, bibirnya seakan terkunci, walau Fitri sedang tidur tapi percakapan mere
"Fitri di vonis dokter terkena kanker otak stadium akhir, Bik," ucap Fitri dengan bibir bergetar."Astaghfirullah, Non!" Bik Mar memeluk Fitri seketika. "Yang sabar ya, Non, Bibik yakin Non akan sembuh," kata bik Mar sambil mengusap punggung Fitri."Apa ini alasan Non meminta Den Bastian menikah lagi?"Bik Mar kembali bertanya. Sebenarnya dia pun tidak setuju dengan keputusan Fitri meminta Bastian poligami. Tentu saja bik Mar selama ini penasaran apa yang membuat Fitri begitu ngotot meminta Bastian menikah lagi. Padahal menurutnya pasangan suami istri itu selalu terlihat mesra, jarang bertengkar seperti pasangan suami istri pada umumnya."Iya, Bik," ucap Fitri dengan air mata yang semakin mengalir deras.Bik Mar terdiam, ia bingung harus melakukan apa untuk menenangkan mantan majikannya.Ruangan kecil berdinding kayu itu kini di penuhi isakan tangis Fitri yang menyayat hati.Bik Mar membiarkan Fitri meluahkan segala kesedihannya, wanita paruh baya itu mengusap-usap punggung Fitri.Bebe
Sudah tiga bulan lamanya Fitri menyandang status sebagai istri pertama. Selama tinggal satu rumah dengan madunya. Ia baru memahami karakter Alice yang sebenarnya.Jika di depan Bastian, Alice akan bersikap baik dengannya, namun kalau suaminya tak ada di rumah Alice hanya menganggap Fitri angin lalu saja. Bersikap semena-mena terhadapnya.Hari ini, Bastian Off bekerja. Fitri terlihat amatlah senang, ia memasak makanan kesukaan suaminya. "Mas mau aku ambilkan sayuran yang mana?" tanya Alice ketika mereka tengah berada di ruang makan.Bastian menoleh. "Aku mau sayur capcaai buatan istriku," jawab Bastian cepat."Tapi aku kan gak ada masak sayur capcai, Mas. Aku hanya masak tumis kangkung tadi.""Maksudku, sayur capcai buatan istri pertamaku."Mendengar perkataan Bastian, Alice lansung cemberut."Mas, cobalah masakan Alice, tadi dia sudah bersusah payah memasak untuk Mas." Fitri menimpali saat melihat mimik wajah Alice yang cemberut.Bastian menghela nafas sejenak. " Baiklah, ambilkan aku