เข้าสู่ระบบKupikir satu tahun pengabdianku sebagai istri mampu membuatnya menerima pernikahan ini, tapi ternyata aku salah, dia tetap memilih mantan kekasihnya dan meninggalkan aku
ดูเพิ่มเติม"Kamu ingat Anggita? Perempuan yang pernah kuceritakanpadamu waktu itu.” Laki-laki bergelar suamiku itu berkata dengan halus dan hati-hati. Kopi yang masih mengepulkan asap diseruputnya sedikit demi sedikit.
“Ya?” Aku menjawab singkat. Aku pasti sangat ingat.Anggita—mantan kekasih Mas Husain yang membuatnya hampir gila karenameninggalkannya karena menikah dengan laki-laki lain pilihan orang tuanya. Dan sebab itu juga, Mas Husain menerima perjodohan denganku begitu saja. “Dia mengalami KDRT,” ucap Mas Husain prihatin. “Kasihan sekali.” Aku bergumam lirih. Turut merasakankeprihatinan pada sesama mahkluk bergelar istri itu. “Maka dari itu, aku sedang berupaya membantu prosesperceraiannya dan setelah itu, aku akan menikahinya.” Ucapan Mas Husain lolostanpa beban. Bersamaan dengan itu, sendok yang sedang kupegang turut lolos,benturan lapisan mellanium dan lantai keramik, menimbulkan suara gaduh. Aku segera berjongkok untuk mengambil kembali sendok itu.Sebelum berdiri, kuhapus dahulu air mata yang tanpa tahu diri melewati pipi. “Aww ....” Sial sekali, saat hendak berdiri, kepalakumembentur atap meja. Membuatku meringis dan reflek mengusap kepala. “Kamu nggak apa-apa, Nash?” Mas Husain menatapku perhatian. Dia lalu mengusap kepalaku dan meniupnya pelan. Tanpa terasa airmataku kembali meleleh. Selama ini aku begitu terlena dengan perlakuan baiknya. Kupikir, dia sudah bisa melupakan Anggita dan menerimaku, tapi kenyataannya .... “Enggak apa-apa kok, Mas. Cuma kaget aja, terus gimana Anggita?” Meski sakit, aku berusaha tetap terlihat tegar dan baik-baik saja. Selama menikah, aku berusaha untuk menjadi teman baiknya.Menjadi teman curhat saat dia banyak masalah. Selalu mendukungnya. Dan kamimenjalaninya dengan nyaman selama satu tahun ini. “Kamu nggak apa-apa?” “Nggak apa-apa, Mas Cuma kejedot meja.” “Bukan, maksudku ....” Dia menjeda ucapannya. Terlihat beratuntuk mengungkapkan. “Mungkin setelah ini ... Kita akan ... Cerai.” “Ce-cerai?” Tubuhku mendadak lemas setelah mendengarucapannya. Gerombolan air mata berebut keluar tanpa bisa kutahan. Tetesannyabahkan sampai jatuh ke atas meja makan. “Nash, kamu tahu kan seperti apa perasaanku sama Anggita, dia cinta pertamaku.” Mas Husain memegang tanganku dan reflek kutepis. “Selamat ya, Mas. Akhirnya Mas Husain bisa menggapai cintasejati Mas. Aku ikut seneng.” Kuakui, aku pandai bersandiwara. Jika ada istilah manusia bertopeng, akulah orangnya. Aku yang menutup kesedihanku dengan topeng kebahagiaan. “Kamu nggak apa-apa,kan, Nash—“ “Jadi kapan kita akan cerai?” Aku memotong ucapannya.Rasanya ingin segera mengakhiri pembicaraan ini dan berlari sambil menjerit. “Nggak secepat itu, Nash, butuh waktu. Kita juga perlumembicarakan dengan orang tua kita, supaya mereka bisa menerimanya.” Oh, rupanya dia masih memikirkan perasaan orang tuanya juga.Meskipun tidak memikirkan perasaanku sedikitpun. “Oke!” Aku memaksakan bibir untuk tersenyum. “Oiya, Mas, bekalnya—“ “Kamu nggak usah siapin bekal, nanti aku ada janji makansiang sama ... Anggita.” Dia canggung mengucapkannya. “Oh ....” Aku membulatkan mulut. Dan untuk kesekian kali,hati terasa remuk. “Dia sekarang kerja di kantor.” Mas Husain memberi informasitanpa kutanya. “Oh ya udah, Mas hati-hati ya kalo berangkat.” Aku lagi-lagimemaksakan senyum. Sambil mengambilkan tas miliknya dan memberikan padanya agarsegera pergi ke kantor karena sarapan sudah selesai. “Nggak salim sama aku?” Dia menyodorkan tangannya, dengansenyum tanpa rasa bersalah. Buat apa cium tangan segala, kalau pada akhirnyaakan menjadi mantan. Aku lalu meraih tangannya dan menempelkan ke hidung. Nggakapa-apa, anggap saja pengabdian terakhirku sebelum kami benar-benar berpisah. Setelah mengantar Mas Husain sampai depan pintu, aku berlarikecil ke dalam kamar. Kutumpahkan tangisku di atas bantal. Kupikir, setelahsatu tahun kebersamaan kita, dia akan membuka hati padaku dan bisa menerimapernikahan ini. Tapi, ternyata masa lalu tetap menjadi pilihannya. Terlalu larut dalam kesedihan, aku sampai lupa kalau tadibaru saja tes urin. Alat tes kehamilan itu masih kuletakkan di kamar mandi. Tadibelum sempat melihat hasilnya karena mas Husain memanggil. Sudah satu Minggu aku tidak kedatangan tamu bulanan. Kepalajuga sering pusing akhir-akhir ini. Tapi semoga saja hasilnya negatif. Aku cepat-cepat masuk ke kamar mandi untuk mengambil tespektadi. Setelah menemukan benda itu. Tubuhku merosot melihat alat tes kehamilanbergaris dua itu. “Ya Allah, cobaan apa lagi ini.”"Nashwa!"Aku benar-benar terkejut melihatnya tergeletak di tengah-tengah pintu kamar mandi. Tubuhnya dingin sekali, sepertinya dia sudah lama tak sadarkan diri. Segera aku mengecek nadinya, takut terjadi apa-apa. Alhamdulillah masih ada detakan di pergelangan tangannya. Ku baringkan tubuhnya di atas kasur. Rupanya makanan yang tadi malam kupesan masih dengan kondisi sama seperti saat aku pergi. Obat yang kusiapkan juga tidak diminum. "Astaga, Nashwa."Sedikit geram, tapi juga khawatir. Aku segera membawanya ke rumah sakit. Jangan sampai terjadi apa-apa dengannya. Bisa-bisa aku dikeluarkan dari garis keturunan Papa kalau sampai menantu kesayangan Mama ini kenapa-kenapa. "Jaga mantu Mama baik-baik, jangan sampai ada lecet sedikitpun!" Mama memberi peringatan setelah aku dan dia sah. Kata Mama dia itu lebih berharga dari berlian. Menantu idaman yang bisa jadi investasi di akhirat nanti. Aku nggak ngerti sama Mama."Mama ini udah tua, Sen. Udah saatnya mempersiapkan--""Mamaa ...." A
Aku segera keluar rumah. Bersiap memberi pelajaran pada dua orang itu. Terutama Nashwa. Begini rupanya sifat aslinya. Dibalik sifat lugu dan sok nurut itu, ternyata dia diam-diam pergi dengan laki-laki lain. "Maaf, Bapak suaminya mbak ini?" Laki-laki yang tadi membukakan pintu untuk Nashwa, tiba-tiba sudah berada di depan ku. "Ini obat Mbaknya!" Dia menyodorkan plastik putih berlogo rumah sakit."Obat?" Aku mengerutkan kening."Tadi mbaknya pingsan di jalan, terus kita bawa ke rumah sakit." Pingsan?Aku menoleh ke arah Nashwa yang keluar mobil. Dia dipapah seorang wanita. Rupanya dia tidak hanya berdua dengan laki-laki ini. "Pelan-pelan aja, Mbak masih lemes." Wanita itu dengan lembut memapah Nashwa, meskipun Nashwa berusaha menolak.Bingung mau melakukan apa, aku mengambil alih Nashwa untuk kugandeng dan kubawa masuk, tapi dia menolak."Nggak, apa-apa, Mas, saya bisa kok, oh iya silahkan masuk dulu, Pak, Bu. Saya ambil uang dulu." Dia berbalik ke arah dua orang yang sepertinya su
"Aku mau cerai, Sen." Anggita berkata sambil menyusut air matanya. Ada lebam kebiruan di sekitar pipinya. Wanita yang dulu sangat kucintai itu terlihat rapuh. Demi tuhan, rasanya sakit sekali melihatnya seperti ini. Lebih menyakitkan daripada ditinggalkannya saat itu. "Apa sudah nggak ada jalan lain?" Aku menggenggam tangannya, menyalurkan kekuatan. Dia menggeleng lemah. Entah aku harus sedih atau bahagia dengan rencana perceraiannya.Terus terang, aku masih sangat menginginkannya. Dan mungkin ini bisa jadi jalan untuk kami bisa bersatu lagi, tapi bagaimana dengan Nashwa. Mungkin dia akan setuju saja kami berpisah, karena memang tidak ada cinta di antara kami. Tapi bagaimana dengan orang tua kami, terutama mama yang sangat menyayangi Nashwa."Aku tertekan, Sen." Ucapan Anggita membuyarkan lamunan. Dia terlihat begitu terluka. Membuatku turut merasakan perih. Aku benci melihat Anggita begini. Aku ingin Anggita--ku ceria seperti dulu. Menjadi wanita elegan yang selalu dikagumi banyak l
Aku menatap nanar alat tes kehamilan yang kupegang. Alat panjang bergaris dua itu basah karena air mata.“Apa salahmu, Nak?” Aku mengelus perutku yang masih rata. Malang sekali masibumu, Nak, akan terlahir sebagai anak Broken Home. Bahkan baru saja janinnya bersemayam di rahim, kamu sudah menjadi anak broken home.“Salahku apa ya, Allah ....” Aku merintih. Kutelungkupkan wajah ke ke atas lutut.Baru saja aku merasa bahagia saat tidak mendapat tamu bulanan. Aku cepat membeli tespek dan melakukan tes urin yang hasilnya akan kujadikan kejutan untuk Mas Husain. Sayangnya, sebelum memberikan kejutan, dia sudah terlebih dulu memberi kejutan yang menyakitkan.“Nashwa, kamu di dalam?” Suara panggilan Mas Husain diiringi ketukan pintu.Aku terperanjat. Segera bangun dan mencuci muka. Wajahku sangat berantakan. Aku tidak mau terlihat rapuh di depannya. Dan tespek ini, kulemparkan ke tong sampah. Mas Husain tidak perlu tahu kehamilan ini. Toh, nanti kita akan cerai. Jadi, biarkan anak ini menjad
Flashback“Apa alasan kamu mau nerima perjodohan ini?” tanya Mas Husain saat kami diberi waktu untuk ngobrol waktu itu.Sebelum hari pernikahan ditentukan, keluarganya dan keluargaku bertemu dalam acara makan malam. Sebagai sarana untuk saling mengenal antara aku dan Mas Husain.Raut wajahnya tidak terlihat keberatan, tapi juga tidak antusias. Datar saja. Bahkan terlihat pasrah saja.“Aku cuma nurut sama orang tua, sebagai bentuk baktiku,” jawabku jujur.“Cuma itu? emang kamu nggak punya pacar, atau laki-laki yang sedang dicintai?” Dia terlihat heran. Aku hanya menggeleng.“Kamu nggak punya pilihan sendiri yang sesuai kriteriamu?”“Aku percaya, pilihan orang tua pasti yang terbaik untuk anaknya.”Memang aku tidak punya kriteria suami idaman. Tidak juga mencari-cari mana laki-laki yang baik untuk menjadi imam. Aku lebih suka memperbaiki diri agar kelak dapat jodoh tebaik. Bukankah laki-laki baik untuk wanita baik pula?“Masih ada, ya wanita seperti kamu di jaman sekarang.” Dia menggele
"Kamu ingat Anggita? Perempuan yang pernah kuceritakanpadamu waktu itu.” Laki-laki bergelar suamiku itu berkata dengan halus dan hati-hati. Kopi yang masih mengepulkan asap diseruputnya sedikit demi sedikit.“Ya?” Aku menjawab singkat. Aku pasti sangat ingat.Anggita—mantan kekasih Mas Husain yang membuatnya hampir gila karenameninggalkannya karena menikah dengan laki-laki lain pilihan orang tuanya. Dan sebab itu juga, Mas Husain menerima perjodohan denganku begitu saja.“Dia mengalami KDRT,” ucap Mas Husain prihatin.“Kasihan sekali.” Aku bergumam lirih. Turut merasakankeprihatinan pada sesama mahkluk bergelar istri itu.“Maka dari itu, aku sedang berupaya membantu prosesperceraiannya dan setelah itu, aku akan menikahinya.” Ucapan Mas Husain lolostanpa beban. Bersamaan dengan itu, sendok yang sedang kupegang turut lolos,benturan lapisan mellanium dan lantai keramik, menimbulkan suara gaduh.Aku segera berjongkok untuk mengambil kembali sendok itu.Sebelum berdiri, kuhapus dahulu air ma






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น