Maduku Tak Tahu Aku Kaya
Part 13**
Hari berganti sore, semilir angin mulai berhembus menerpa tubuhku yang kini telah berubah lebih ideal lagi. Tak ada lemak bergelambir serta wajah kusam. Kini aku telah menjelma sebagai Humaira yang baru. Zahra begitu bangga dengan perubahanku. Ia terus mendukungku untuk balas dendam kepada suami dan seluruh keluarganya yang telah membuatku sakit hati.
Dan benar saja, tak lama berselang setelah aku mengunggah foto setelah aku selesai membeli perhiasan bersama Zahra tadi, ada banyak sekali orang yang mengomentarinya. Mereka sangat heran dengan perubahan yang terjadi denganku sekarang, tak terkecuali Risma dan Kak Hani.
[Perhiasan palsu saja bangga]
Itulah sebuah komentar yang dibubuhkan oleh Riska pada foto yang baru saja aku unggah. Terlihat Kak Hani juga mengomentari tak kalah pedas dengan Riska.
[Beli perhiasan hasil merampok uang suami]
Aku tersenyum kecut setelah membaca komentar dari
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 14**Suara alunan musik sopir taksi online yang tengah aku kendarai ini membangunkanku yang terlelap di kursi belakang kemudi. Perjalananku masih setengah jalan lagi, membuatku terduduk tegak dan melihat jalanan sekitar yang tengah aku lalui ini. Tepat pukul lima sore tadi aku berangkat menuju rumah Bapak dengan sebuah taksi online yang telah aku pesan sebelumnya.Tentunya setelah sebuah insiden yang sangat membuat mentalku mendadak hancur berkeping-keping. Bermula ketika dengan tak sengaja keluarga Mas Hafiz dan istri mudanya itu datang ke kedai, dan pada akhirnya Riska jatuh hingga pendarahan karena ulahnya. Serta kejadian tak senonoh yang dilakukan oleh kakak iparku di dalam toilet perempuan membuatku semakin hancur dan dendam kepada seluruh anggota keluarga itu.Aku meraba tubuhku yang telah berhasil di jamah oleh lelaki biadab itu, merasa jijik dengan diriku sendiri karena telah di cumbu olehnya meski hanya b
Akhirnya hari ini aku meresmikan cabang kedaiku yang kedua. Ditemani Bapak, Ibu dan juga Mak Nining, aku resmi membuka tempat usahaku yang baru. Semoga saja ini adalah awal yang baik untukku kedepannya. Akan aku buktikan pada Mas Hafiz dan juga seluruh keluarganya bahwa aku bisa berdiri tanpa lelaki sepertinya."Nduk, Mamak bangga padamu," ucap Mak Nining ketika aku baru saja selesai menyambut beberapa tamu yang sengaja kuundang keacara peresmian ini."Terimakasih, Mak. Berkat kebaikan Mamak lah sekarang Huma bisa sampai di sini." Aku memeluk seorang wanita yang sudah aku anggap sebagai ibu kandungku sendiri.Kehidupan ini memang lucu, orang sebaik Mak Nining harus disia-siakan oleh suaminya yang dulu. Andai saja orang itu tidak buta, pasti sekarang hidup Mak Nining akan jauh lebih bahagia. Sayang sekali, pria yang dicintai Mak Nining dengan sepenuh hati itu nyatanya malah menghancurkan hidup Mak Nining."Semua ini tak lepas dari jeri payahm
"Hidup akan terus berjalan sekalipun kita sedang terpuruk dan sedang dalam kesulitan. Sesungguhnya Tuhan akan selalu menyertai langkah kita jika kita selalu mengikuti jalan yang benar."Kata-kata itulah yang selalu terngiang dibenakku ketika ada masalah apapun yang menerpa hidupku. Serumit apapun masalah yang sedang aku hadapi, aku tak pernah lupa menyertakan tangan Tuhan dalam setiap langkah yang kuambil. Berbekal sebuah pondasi kuat sejak kecil, aku selalu berusaha berjalan pada jalan yang sesuai dengan aturan Tuhan.Begitupun dengan hari ini, satu mimpiku terwujud. Aku mampu membahagiakan ketiga orang tuaku dengan jerih payahku sendiri, meskipun cikal bakal dari semua ini adalah karena Mak Nining. Namun tanpa aku bekerja keras dan terus berdoa, semua kenikmatan ini tak akan pernah aku dapatkan.Sesuai janjiku pada diriku sendiri, aku akan menuntut balas kepada mereka yang telah menyakiti hatiku. Terutama kepada mereka yang telah merendahkan mart
Malam ini terlihat begitu mendung. Tak ada cahaya bintang yang berkerlipan di atas sana. Pukul sepuluh malam aku masih termenung, duduk di kursi teras depan kamarku yang menghubungkan langsung dengan taman kecil di sebelah kanan rumah. Terdapat sebuah kolam ikan kecil dan bunga aster yang mulai tumbuh subur. Dan sialnya kamarku menghadap langsung ke rumah Mas Hafiz. Samar-samar terlihat rumahnya masih terang, itu artinya penghuninya belum juga tidur.Ternyata hidup sendirian itu tidak menyenangkan, ada rasa kesepian di dalam hati sana. Rutinitasku hanya berkutat pada satu kedai ke kedai lain. Sepertinya aku butuh liburan. Besok rencananya aku ingin mengajak Zahra pergi jalan-jalan untuk melepas penat.Aku mengambil ponsel dan membuka media sosialku. Terpampang foto pada jendela awal, sebuah toko baju kecil dengan bertuliskan 'Riska's Collectian', serta sebuah keterangan fotonya bertuliskan "Siapa bilang hanya kamu sendiri yang bisa membuka usaha? Akupun j
Pov RiskaNamaku Riska Amalia, seorang sekretaris bos di sebuah perusahaan. Pak Hafiz namanya. Ia adalah seorang bos yang sangat disegani oleh karyawannya, termasuk diriku. Meskipun telah berumur, namun usia tak melunturkan ketampanannya. Ia juga tengah merintis karirnya agar bisa naik jabatan lagi.Seiring dengan seringnya kita bertemu, ada debaran yang tak biasa dalam hati untuk bosku itu. Hingga pada suatu kesempatan, aku bisa mempromosikan Pak Hafiz pada atasan kami. Dan ternyata jabatan Pak Hafiz diangkat setelah itu, membuatnya lebih memperhatikanku. Karena berkat diriku lah kini ia bisa menduduki jabatan itu.Tanpa kusadari, ternyata Pak Hafiz pun juga menyimpan rasa yang sama denganku. Ia mengungkapkan perasaannya ketika kami selesai rapat suatu siang. Dan juga memintaku untuk menjadi istri keduanya. Hatiku bimbang, akankah aku harus menjadi istri kedua untuknya.Namun, rasa cinta dalam hatiku mengalahkan segalanya. Aku rela menjadi istri si
Zahra menginjak pedal rem secara tiba-tiba. Membuat badanku terjerembab kedepan. Ia mengumpat kasar ketika tahu ada seseorang yang menghadang mobil yang kami tumpangi.Dia ... Mantan Ibu mertuaku."Turun! Aku ada urusan dengan mantan menantuku yang tak tahu diri itu!" Teriaknya dari luar mobil."Keluar! Dasar wanita tidak tahu diri!" umpatnya dari luar sana.Membuat suasana hatiku hancur seketika. Aku yang semula ingin memperbaiki suasana hatiku, kini justru hancur berantakan sebelum aku memperbaikinya. Sial!Aku lantas keluar dan menemui mantan ibu mertuaku yang kini tengah berkacak pinggang di depan mobil Zahra. Sedang Zahra memilih tetap di dalam mobil untuk menungguku menyelesaikan masalahku dengan mantan mertuaku itu."Ada apa lagi, Bu?" tanyaku malas."Heh ... Kamu menjual semua aset Hafiz dan kini malah membeli mobil baru? Jadi semua harta anakku kamu gunakan untuk kesenanganmu sendiri?""Kesenanganku sendi
Pagi ini aku telah dibuat geram oleh Riska. Ia menghadangku yang tengah menutup pagar rumah saat akan pergi ke kedai."Wah, sekarang kamu jadi pelakor, ya?" ucapnya mengagetkanku.Aku memicingkan mata kearahnya. Apa maksudnya? Pagi-pagi begini sudah membuat moodku rusak."Kamu pura-pura bodoh atau memang bodoh?" Ia tersenyum miring, "bukankah sekarang kamu menjalin hubungan dengan Kak Ryan?"Kedua mataku membeliak seketika."Kalau memang pada dasarnya sudah miskin, tak perlulah kamu menjadi duri dalam rumah tangga orang lain. Apalagi sampai menyuruhnya untuk menjual mobilnya," lanjutnya."Sudah pandai ceramah, ya? Kamu tidak ingat siapa yang lebih dulu menjadi duri dalam rumah tangga orang lain? Dan kamu pun menikahi Mas Hafiz juga cuma karena hartanya, kan?"Riska yang semula menggebu-gebu terlihat menciut akibat perkataanku."Tak usahlah kamu mengataiku miskin dan merebut suami orang, sekarang kita buktikan saja
Aku melangkah gontai masuk ke dalam rumah setelah gagal mencari bukti bahwa Riskalah dalang dari semua keonaran ini. Zahra berusaha menenangkan dan menyuruhku untuk memikirkan rencana berikutnya. Cepat atau lambat aku harus segera membuktikan bahwa Riska yang tengah menjalin hubungan dengan Kak Ryan.Sejak tragedi beberapa hari yang lalu, Bapak terlihat lebih mendiamkanku. Itulah yang menjadi beban pikiranku, aku tidak bisa terus menerus seperti ini. Riska harus menanggung semua yang ia lakukan."Bu, sungguh aku tidak ada hubungan dengan Kak Ryan. Bagaimana bisa aku menjalin hubungan dengannya, sedang aku sangat membencinya." Aku menghampiri Ibu yang tengah memasak di dapur.Beliau menghentikan aktivitasnya, lalu duduk menemaniku. Hanya beliaulah yang mengerti perasaanku selama ini. Memang ikatan batin antara Ibu dan anak sangatlah erat."Ibu percaya padamu, Nak. Tidak mungkin anak Ibu ini akan berbuat seperti itu," ucap ibu menenangkanku.