Home / Romansa / Magang Di Pelukan CEO / Masih Belum Mau Mengakui

Share

Masih Belum Mau Mengakui

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-06-30 20:12:11

Author Note : Mohon maaf ada kesalahan publish di chapter sebelumnya yang mana Author mempublish salah satu chapter Novel Karena Utang, Dinikahi Sultan tapi sudah Author ganti jadi mohon dibaca ulang chapter sebelumnya, terimakasih.

***

Suasana begitu kontras, di kamar Aurelie. Gadis cantik blasteran Jerman itu merebahkan diri di kasur.

Tablet dan ponselnya tergeletak di meja.

Layar ponselnya berkedip.

Tak ada pesan baru dari Shaquelle.

Aurelie melirik jam dinding.

Sudah lewat tengah malam.

Dia menggigit bibir bawahnya. Menahan sesuatu di dadanya yang entah kenapa terasa berat.

“Dia marah ya gara-gara aku ngambek soal ciuman di pantry?” gumamnya pelan, nyaris seperti penyesalan.

Aurelie menghela napas. Panjang.

Menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.

Dia tidak ingin Shaquelle menganggapnya gampangan tapi rasanya … ada yang hilang.

Dia mencoba menghibur diri.

“CEO gitu loh, sibuk. Mungkin ada rapat dadakan. Mungkin ketiduran.”

Tapi hatinya gelisah.

Ada sesua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Magang Di Pelukan CEO   Tidak Memaksa

    Shaquelle duduk dengan laptop terbuka, tangan kirinya menahan dagu, dan pandangan tertuju ke skema struktur sistem backend SamaSama.id yang terproyeksi di layar.Aurelie berdiri di depan papan, memegang spidol hijau. Ia baru saja selesai menggambar alur UX baru yang lebih sederhana untuk pengguna lansia. Outfit casual office yang ia kenakan membuatnya tampak seperti designer startup sungguhan. Tapi raut wajahnya menunjukkan ia tahu ruangan ini … terlalu sunyi.Shaquelle bicara duluan.“Alur kamu bagus. Tapi ada satu titik bottleneck di form verifikasi.”Aurelie menoleh. “Maksudnya waktu user harus unggah KTP?”Shaquelle mengangguk. “Untuk pengrajin yang gaptek, itu bisa jadi titik gagal.”Aurelie berpikir. “Mungkin pakai sistem pendampingan dari relawan? Atau justru verifikasi manual via call?”“Berisiko overload. Tapi bisa kita coba.”Mereka diam lagi. Suara AC menjadi satu-satunya suara.Aurelie membalikkan badan, menyandarkan spidol ke meja. “Shaq.”“Hm?”Aurelie terdiam

  • Magang Di Pelukan CEO   Hari Pertama

    “Rel!” seru Rania dari depan meja resepsionis. Aurelie menoleh kemudian balas melambaikan tangan begitu melewati pintu kaca besar yang dengan sensornya bisa terbuka sendiri.“Terimakasih sudah menunggu … Sorry aku telat.” “Santai aja, kita juga baru sampe kok,” sahut Dipo santai. Matanya mengedar ke sekeliling, mengagumi desain interior dan eksterior gedung Neuverse Technologies yang futuristik ini. “Yuk … kita ke lantai 21, tadi malam Shaq … eh maksud aku, pak Shaquelle infoin kalau ruangan kita ada di lantai 21.” Aurelie berjalan lebih dulu memandu mereka masuk ke dalam lift.Tentu dia sudah hapal denah gedung ini.Lift berdenting pelan saat tiba di lantai 21. Pintu terbuka, memperlihatkan lorong dengan penerangan hangat dan aroma lem kayu yang masih baru. Aurelie melangkah keluar duluan, diikuti Rania dan Dipo yang menenteng laptop dan tote bag penuh post-it, kabel, dan semangat yang sedikit gugup.“Jadi… ini lantainya?” tanya Rania pelan, menoleh ke kanan dan kiri dengan

  • Magang Di Pelukan CEO   Pondasi Baru

    Shaquelle baru saja menekan tombol lift menuju lantai 21 ketika suara pintu ruang R&D terbuka dan tiga sosok familiar keluar sambil membawa laptop dan kopi dingin masing-masing.Mira menatap Shaquelle dari pintu dan langsung menyipitkan mata penuh kecurigaan.Reza, yang paling cerewet sekaligus jago coding, langsung menyikut Rika dengan ekspresi datar yang bisa berubah sangat sarkastik dalam lima detik.“Eh, eh, eh… Lihat siapa yang lagi rajin naik ke lantai 21 …,” bisik Reza, cukup keras agar tetap terdengar oleh target utamanya.Shaquelle, yang sudah setengah melangkah masuk lift, menoleh perlahan.“Gue ke lantai 21 mau ngecek ruangan baru buat proyek sosial kampus,” jelasnya datar, tidak menutup-nutupi.Mira menautkan alis, lalu menyipitkan mata. “Proyek sosial kampus? Proyek sosial Aurel, maksudnya?”Shaquelle terbatuk pelan. “Nama project-nya SamaSama.id, bukan Aurel.id .…”“Oke… oke,” sahut Rika sambil mengangkat satu alis, “Tapi aneh aja. Kita udah setahun minta ruangan

  • Magang Di Pelukan CEO   Pelan-Pelan

    Aurelie mengetik kata terakhir di halaman kesimpulan. Tangannya berhenti, perlahan menekan ctrl + s.Dia tidak menangis. Tidak melompat. Tidak berteriak.Dia hanya menghela napas panjang.Skripsi selesai.Di kamar yang jadi markas belajarnya selama ini—dinding penuh sticky notes, jam dinding yang terlambat tujuh menit, dan printer yang suka mogok—Aurelie duduk diam dengan, bibirnya tersenyum lega.Tiga bulan terakhir bukan bulan yang mudah. Tapi bukan juga bulan yang hancur.Shaquelle menepati janjinya. Tidak memaksa. Tidak menghilang. Hanya hadir sebagai support sistem tak kasat mata.*Kampus – Hari Sidang SkripsiRuang sidang berpendingin udara tapi tetap terasa panas.Aurelie berdiri tegak. Presentasinya selesai. Ibu Ratna Karina—dosen pembimbing sekaligus dosen favoritnya—menyilangkan tangan.“Presentasi kamu padat. Bahasanya teknis, tapi bisa dipahami. Hasilnya nyata dan aplikatif.”Aurelie menahan napas.“Dan… saya senang kamu memilih topik ini. Karena dunia butuh le

  • Magang Di Pelukan CEO   Dari Awal

    Kampus mulai gelap. Hujan turun sejak siang, membuat semua trotoar basah dan memantulkan cahaya lampu taman yang pucat. Suasana seperti dunia yang dibungkam—hanya suara rintik, bisik daun, dan langkah kaki orang-orang yang terburu-buru pulang.Aurelie keluar dari ruang diskusi di lantai tiga gedung teknik, membawa satu map besar dan tas ransel yang berat. Wajahnya letih. Matanya sembab. Dosen pembimbingnya hari itu terlalu perfeksionis. Revisi kecil menjadi besar. Masukan singkat menjadi kuliah dua jam.Langkahnya pelan menuruni tangga. Di gerbang utama, ia hampir terpeleset karena keramik licin, tapi berhasil menjaga keseimbangan. Saat ia bersiap menyeberang, sebuah mobil hitam berhenti pelan.Jendela dibuka sedikit. Wajah dengan masker dan hoodie menunduk, lalu melambai pelan.Aurelie menahan napas.“Shaquelle?”“Bukan. Ini sopir online dengan skill membaca isi kepala kamu.”Aurelie menghela napas, setengah kesal, setengah lega. Ia membuka pintu dan masuk tanpa protes.Di da

  • Magang Di Pelukan CEO   Skripsi

    Matahari belum naik penuh saat Aurelie tiba di kampus. Langit Jakarta masih kelabu. Suara langkah sepatu berpadu dengan deru motor, klakson jauh, dan kepakan angin pelan yang membawa aroma aspal basah.Tangannya menggenggam map biru, isinya draft skripsi bab tiga yang baru dicetak semalam pukul dua pagi. Matanya sembab. Kepalanya berat. Tapi langkahnya mantap.Aurelie sudah melewati patah hati, skandal keluarga, bahkan nyaris dibunuh secara sosial di pesta pernikahan sepupunya. Tapi tak ada yang sekejam… revisi bab tiga dari dosen pembimbing bernama Ibu Ratna Karina, S.Sos, M.Si.Ruang dosen dipenuhi aroma kopi sachet dan suara printer tua. Di hadapan Aurelie, Bu Ratna duduk dengan kacamata bundar dan ekspresi yang seperti selalu menyimpan kekecewaan terhadap seluruh generasi muda.“Penjabaran kamu soal metode participatory design ini… masih dangkal,” katanya, sambil mengetuk-ngetuk halaman 14.Aurelie menahan napas. “Saya coba sederhanakan biar lebih aplikatif, Bu.”“Justru itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status