Niel berjalan menyusuri barisan anak tangga sembari membawa nampan berisikan makan malam untuk Kanna. Putri Kanna sepertinya kau ingin mengerjai aku, dengan membuatku membawakan makanan ini untukmu. Ah, lihat saja, akan ku buat kau menyesali ini seperti dulu, gerutunya dalam hati.
Kanna masih berdiri memperhatikan foto itu. Tanpa dia sadari, airmatanya mulai membasahi pipinya. Hanya isak tangisnya yang lirih yang terdengar memenuhi ruangan itu. Hingga suara ketukan pintu membuatnya langsung menghapus airmatanya dan menormalkan deru nafasnya.
Tok tok tok
"Masuk!" perintah Kanna kepada orang itu. Terdengar suara pintu yang dibuka.
Kriieet
Kanna masih bertahan di posisinya tanpa menoleh ke arah belakangnya. Sedangkan seseorang yang baru masuk itu juga tak mengeluarkan sepatah katapun, membuat keheningan mendominasi ruangan itu untuk waktu yang cukup lama.
"Bukankah sudah aku katakan untuk membawa pergi makanan itu. Aku tidak lapar. Jadi pergilah sekarang dan jangan ganggu aku, atau aku akan--" Belum selesai Kanna berucap, seseorang di belakangnya itu ikut membuka suaranya. Dari suaranya Kanna sangat mengenal suara itu.
"Atau kau akan apa? Membunuhku?" ucap seseorang itu. Sontak itu membuat Kanna langsung memutar posisinya dan ia membulatkan kedua bola matanya dan melipat kedua tangannya. Yang dilihatnya di sana juga sedang mengumbar seringai licik di wajahnya.
"Kau ... mau apa kau di sini?" tanya gadis beriris biru itu kepada seseorang di belakangnya itu. Diletakkannya nampan itu di atas tempat tidur. Membuat kedua alisnya saling bertemu tajam dan ia tak tersenyum sedikitpun bahkan dapat dikatakan itu ekspresi marah bercampur malu. Ya, malu karena mata sembabnya.
"Aah yaa, kau yang membuatku berada di sini," ucapnya dengan mengangkat kedua bahunya bersamaan sembari memalingkan wajahnya ke arah sebaliknya dan berjalan menuju ke arah jendela. Sedangkan gadis bersurai merah muda itu, terus bersungut melihat kelakuan luar biasa pria di depannya itu.
Astaga, apa yang terjadi padanya? Dia bertingkah seperti seorang pangeran yang sedang berbicara pada tunangannya saja. Sepertinya dia harus diberi sedikit pelajaran agar bersikap lebih baik. Tapi tunggu dulu, apa barusan yang dia katakan? gumam Kanna sembari mengumbar senyuman liciknya yang tiba-tiba berubah menjadi ekspresi bingung.
"Tu-tunggu dulu! Apa maksudmu aku yang membuatmu ke sini?" Suaranya mulai lantang. Membuat Niel yang yang sedari tadi hanya menatap luar jendela mulai membalikkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya. Niel hanya memberikan sebuah isyarat yang tidak di ketahui oleh Kanna. Kanna hanya melotot sembari memiringkan kepalanya. Dari air mukanya, Kanna menunjukkan ekspresi bingung yang membuat Niel tak mampu menahan tawanya.
"Pfffft." Pria itu menahan tawanya namun dirinya tak sanggup menahan tawanya melihat ekspresi yang tak biasa dari Kanna. Tawanya pun pecah begitu saja, untungnya Niel masih bisa menahan tawanya agar tidak berlebihan.
"Heii!!" teriak Kanna. Semburat merah terlukis jelas di wajahnya. Jika saja pria di depannya itu tidak menghentikan tawanya, maka gadis ini akan murka.
"Baiklah, maafkan aku. Aku kesini hanya untuk membawakanmu semua itu," tunjuk Niel kepada nampan yang sedari tadi berada di atas tempat tidurnya. Kanna mengikuti arah telunjuk itu. Dan untuk beberapa saat dirinya terdiam.
"Kau belum makan malam, kan? Sekarang makanlah, kau pasti tahu apa yang akan terjadi jika kau melanggar aturan," ucap Niel yang tiba tiba berubah tegas kepada Kanna. Airmuka Kanna berubah menjadi semakin kusut. Bagaimana tidak, pria di depannya itu membuat dirinya pusing. Niel dapat dengan cepat merubah ekspresinya, terkadang itu membuat Kanna sulit menebak pria di depannya itu. Aura di sekitar ruangan itu pun berubah, namun itu tak bertahan lama. Niel dengan cepat merubah mood-nya.
"Jika kau makan semua itu, maka aku melakukan apapun yang kau perintahkan termasuk memetik bunga-bungamu itu," ucap Niel kepada Kanna. Mendengar perkataan Niel barusan, membuat senyuman muncul di wajah mulus Kanna.
"Aah! sungguh kau mau melakukan itu?" tanya Kanna dengan mata berbinar-binar. Melihat wajah Kanna seperti itu, Niel sempat tersipu dibuatnya. Untungnya Niel berhasil mengontrol dirinya lagi.
"Ya aku akan melakukannya. Jadi ...?" tanya Niel memastikan. Kanna sepertinya menjadi sangat senang dan merasa menang, mengingat Niel yang sangat tidak ingin dan tidak menyukai kegiatan memetik bunga, lalu tiba-tiba mau memetik bunga untuknya.
"Eh aah... hmm, ya ya baiklah. Aku akan memakannya. Jadi kau boleh pergi sekarang," perintah sang Putri sembari duduk di sofanya. Sembari menarik meja kecil di depannya dan meletakkan nampan itu di atasnya. Namun Niel sepertinya tidak ingin beranjak dari tempatnya. Niel tau pasti bagaimana sifat Kanna dan dia harus memastikan bahwa Kanna menghabiskan makanan itu.
"Tidak. Aku akan tetap di sini sampai kau menghabiskan makananmu itu," ucapnya sembari membalikkan tubuhnya ke arah jendela.
"Eeeh??!" ucap Kanna yang disambut wajah tak mengenakkan.
"Makanlah, aku tidak akan melihatmu makan. Jadi kau tak perlu mengkhawatirkan apapun. Makanlah dengan cepat agar aku bisa segera pergi, Nona." Niel yang berbicara tanpa memperhatikan Kanna yang terus menggerutu namun pada akhirnya ia hanya pasrah dan menuruti kemauan Niel.
Beberapa menit kemudian.
"Aku sudah selesai. Jadi tepatilah janjimu Niel," ucap Kanna sembari mendorong nampan itu menjauhi dirinya. Aah tidak, dirinyalah yang menjauhi meja itu. Niel pun membalikkan tubuhnya dan di saat yang bersamaan, Niel kembali mengulum senyumnya. Tubuhnya sedikit gemetar karena memahan tawa.
"Pfft." Suara tawanya sedikit terdengar di telinga Kanna, lagi. Ini sudah kesekian kalinya Niel menertawakannya. Kanna mengerutkan keningnya.
"He-hei, apa yang kau tertawakan? Apanya yang lucu?" tanya Kanna yang langsung melihat ke arah cermin namun tak di lihatnya apapun yang membuatnya terlihat lucu. Bukannya tidak melihat, hanya saja jarak antara dirinya dan cermin itu cukup jauh alhasil dirinya tak tau apa yang sebenarnya ditertawakan oleh Niel.
Niel berjalan mendekatinya yang membuatnya langsung salah tingkah. Niel mencondongkan tubuhnya yang membuat keduanya memiliki jarak sangat dekat dengan Kanna.
"Ka-kau ... apa yang--" ucapan Kanna tertahan ketika ibu jari Niel menyentuh sudut bibir Kanna. Kanna yang terlihat syok langsung membatu, tak menolak tapi juga tak ingin diperlakukan seperti ini. Untuk sesaat Kanna yang begitu dekat dengannya itu mulai terpesona dengan pria beriris cokelat itu. Entah sudah berapa lama keduanya berada dalam posisi itu.
Hingga kedua mata mereka pun bertemu dan membuat Niel mulai menyadari bahwa Kanna begitu cantik. Karena begitu tersipu dengan kecantikan Kanna, Niel sampai lupa dengan keadaan sekitarnya bahkan nyaris mencium bibir gadis itu. Hingga suara kanna membuyarkan lamunannya.
"A-aku tau aku cantik. Ta-tapi bisakah kau berhenti memandangiku seperti itu. Ka-kau membuatku takut Niel." Teguran Kanna kepada Niel berhasil disambut rasa malu keduanya. Kini keduanya memalingkan wajahnya, menyembunyikan rona merah di wajah keduanya. Setelah behasil menguasai dirinya kembali, Niel pun langsung mengemasi nampan itu dan pergi meninggalkan Kanna.
Namun belum sempat Niel keluar dari pintu. Kanna membuatnya menghentikan langkahnya.
"Niel," panggil Kanna.
"Ya Nona," jawab Niel singkat. Kanna menahan nafasnya sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas itu kembali. Kanna melihat ke arah luar jendelanya, lalu bersuara.
"Apa kau mempercayaiku, Niel?" Pertanyaan Kanna membuat Niel sedikit terkejut.
"Ya. Nona. Kenapa Nona bertanya seperti itu? Apakah Nona tidak mempercayai aku?" Niel bertanya balik. Niel tak mengerti apa maksud dari pertanyaan itu. Yang dia tahu sang Putri pasti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Sungguh? Syukurlah," ucap Kanna lega.
"Tapi Nona, kenapa kau bertanya seperti itu. Apa ada sesuatu yang--" Belum selesai Niel berbicara Kanna sudah memotong pembicaraannya.
"Tidak Niel. Aku baik-baik saja. Aah, lebih baik kau kembali sekarang, kau tak mau jadi bahan masalah bukan," ucap Kanna yang masih berdiri menatap ke arah luar jendela.
"Baiklah Nona, selamat malam," ucap Niel menuruti perkataan sang Putri tanpa penolakan. Kanna masih menatap ke arah luar.
Maaf Niel, aku tak bisa mengatakan ini sekarang, gumam Kanna. Sedangkan di luar pintu, Niel tau pasti ada yang sedang mengganggu pikiran Kanna.
Kanna, apa yang begitu mengganggumu? Tidak bisakah kau menceritakan itu kepadaku? gumam Niel dalam hati.
Lalu iapun beranjak pergi meninggalkan pintu itu dan, menghilang di balik tangga.
"Moon zone," ucap gadis itu lirih.Tiba-tiba sebuah simbol mawar muncul tepat di bawah kaki Valinca. Dia tak bisa melakukan pergerakan apapun. Bahkan semua sihir yang dia gunakan lenyap begitu saja."Moon zone?" gumam sosok misterius itu cukup kuat sehingga Niel yang berada tepat di sampingnya dapat mendengarnya dengan jelas. Niel menatap sosok itu bergantian lalu menatap Kanna di sana.Bagaimana dia bisa tau?"Moon zone? Apa maksudmu?" tanya Niel bingung. Sosok itu tak menoleh sedikit pun pada Niel. Dia terus menatap Kanna terkejut. Namun di detik berikutnya dia berhasil menutupi ke bingungannya."Moon zone adalah satu diantara tiga segel
Sebelum benar-benar menghilang di dalam sihir teleporter milik Rea, Kanna meminta bantuan kepada Rea dan Roy."Bisakah aku meminta bantuan kepada kalian?" keduanya mengangguk bersamaan."Ku mohon, apapun yang terjadi bertahanlah sampai aku dan Niel kembali."Kanna yang telah berhasil keluar dari portal itu langsung mencari keberadaan Niel di hutan itu. Namun, dia kembali terpikir bagaimana caranya agar bisa menemukan Niel di hutan seluas dan selebat ini.Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kalung milik Niel terjatuh tepat di hadapannya. Di ambilnya kalung itu dan di genggamnya erat. Ditutupnya matanya dan tenggelam dalam pikirannya.Sekelebat penglihatan tiba-tiba muncul saa
Di tengah candaan Kanna, Roy dan Rea, tiba-tiba saja seberkas penglihatan muncul di kepala Kanna. Hingga membuat Kanna nyaris tersungkur karenanya. Untunglah tepat di belakangnya ada Roy yang dengan sigap berhasil menahan tubuh Kanna.Kanna menatap Roy cemas. Begitu juga Rea dan Roy menatap Kanna. Wajah Kanna yang menyiratkan kecemasan membuat dua kakak beradik itu sedikit khawatir."Kanna ada apa?" tanya Rea panik. Roy membantu Kanna untuk duduk di sofa yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Roy langsung menuang air minum ke dalam gelas dan memberikannya pada Kanna.Dengan tangan yang bergetar, Kanna menerima gelas berisi air itu dan meminumnya. Roy mengenggam tangan Kanna, mencoba untuk menenangkannya. Kanna hanya menatap Roy dalam diam. Seolah tahu apa yang baru saja terjadi Roy
Mereka tak menyadari bahwa mereka tengah diawasi oleh seseorang. Sosok itu bersembunyi di balik kegelapan. Hanya senyuman seramnya saja yang nampak di sana. Senyuman yang seolah telah menemukan target yang dicarinya."I found you!" gumam sosok misterius itu. Sosok itupun langsung melesat pergi.Niel yang awalnya mengawasi Kanna, Rea dan Roy sedari tadi, kini ikut mengawasi sosok misterius yang baru saja melesat itu. Tanpa ada yang mengira, sedari tadi Niel juga memperhatikan sosok misterius itu.Setelah kepergian sosok itu, Niel langsung mengikutinya. Namun, sepertinya sosok itu menyadari bahwa Niel mengikutinya. Sosok misterius itu mengarahkan Niel ke arah hutan di sebelah barat. Tepatnya hutan terlarang.Menyadari bah
Tiba-tiba Kanna kembali teringat dengan percakapan antara ke-empat orang yang menolongnya tadi. Salah satu di antara mereka menyebutkan nama 'Sang Cahaya'."Ka ... yato," sontak saja satu kata itu membuat Rea dan Roy tersentak. Namun di detik berikutnya Kanna kembali bergumam."Ah sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah ... kesembuhan Rea," ucap Kanna disela-sela pemikiran Roy dan Rea. Kedua kakak beradik itu tampak menghela napas lega. Tadi itu nyaris saja jika Kanna sampai bertanya tentang siapa itu maka terbongkarlah sudah semuanya.Yang tadi itu nyaris saja!Roy kembali bermain dengan pikirannya. Hingga suara lembut Kanna menyadarkannya kembali."Tapi tunggu sebentar!" ucap
Kanna menghentikan langkahnya. Kanna begitu sangat merindukan rumah tua itu beserta isinya, terutama ibunya. Kanna menatap lekat rumah tua itu, matanya berkaca-kaca. Pikirannya berkelana ke masa kecilnya dulu. Masa di mana ketenangan dan keceriaan menguak di rumah itu. Hingga suara Roy menyadarkannya. Buru-buru gadis itu menghapus air matanya. Dia tak ingin Roy ataupun Rea ikut bersedih karenanya."Putri, masih ingin menatap dari luarnya saja? kau tak ingin masuk?" tanyanya mengejutkan Kanna. Kanna tersentak lalu di detik berikutnya dia kembali tersenyum."Ah iya kak. Aku kesana!" serunya. Gadis itu lalu mengikuti Roy memasuki rumah tua itu.Matanya berbinar ketika dia sudah berada di dalam rumah itu. Matanya menyusuri seluruh isi di dalam rumah itu.