Home / Romansa / Mainan Baru Tuan Montevista / 25: Perhatian Kecil yang Mengikat

Share

25: Perhatian Kecil yang Mengikat

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-11-27 17:59:30

Kembali ke Rutinitas dan Perbedaan yang Aneh

Sejak aku kembali, hidupku kembali terbagi dalam ritme yang kupuja: pagi hari diisi oleh aroma Alexander Jr. Dan Axel, lalu sore hari yang dipenuhi oleh aroma gula dan ragi.

Axel, sesuai janjinya, memastikan pengawalan ketat dan pembatasan jam kerja. Dia tetaplah Axel yang protektif dan perhatiannya kini terbagi antara kekhawatiran sebagai ayah baru dan kesibukan Montevista yang tidak pernah berkesudahan.

Aku menyadari, semenjak Alexander Jr. Lahir, diskusi kami tentang studio semakin berkurang. Bukan karena Axel tidak peduli, tetapi dia tampak menganggap urusan baking-ku sebagai “urusan kecil” yang sudah ia percayakan pada Raka dan Mia.

“Bagaimana di studio, Sayang? Sudah aman?” tanyanya setiap malam, sering kali saat matanya masih terpaku pada laporan finansial yang tebal.

“Aman, Axel. Raka dan Mia sangat hebat. Logistik baru itu lancar, tidak ada lagi masalah pasokan,” jawabku, selalu meyakinkan.

Jawaban itu selalu memuaskannya. D
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mainan Baru Tuan Montevista    68: Aku Bukan J*Lang!

    Langkah kakiku menggema di koridor mansion yang tenang dan sunyi, tak seberisik kecamuk di dalam kepalaku. Perjalanan pulang dari vila itu terasa seperti perjalanan menuju penghakiman. Kata-kata Nenek Ria terus berputar, menghantam logikaku yang selama ini kubangun di atas pondasi kebencian dan kecurigaan.Aku membuka pintu kamar utama. Aku mengharapkan teriakan, kemarahan, atau setidaknya tatapan benci yang menusuk setelah aku menemui Ellys tanpa sepengetahuannya. Namun, yang kudapati justru pemandangan yang lebih menyakitkan.Keisha berdiri mematung di depan jendela besar kamar itu. Sinar matahari sore menyirami baju yang dipakainya, namun dia tampak seperti patung lilin yang dingin. Menatap ke arah taman dengan pandangannya kosong.“Keisha,” panggilku rendah.Tak ada jawaban. Jangankan menjawab panggilanku, menoleh pun dia enggan. Seolah kehadiranku di ruangan itu hanyalah hembusan angin yang tak berarti. Pengabaian ini lebih menyiksa daripada makiannya.“Keisha!” Lagi, namu

  • Mainan Baru Tuan Montevista    67: Banyak Sekali yang Harus Kita Bahas

    Aku meninggalkan tempat setelah memastikan Ellys tertangani dengan baik oleh suster barunya. Aku berjalan menuju tempat di mana nenek sudah menungguku untuk berbicara.Demi Tuhan, perasaanku sangat kacau. Aku tidak bisa melepaskan bayangan wajah Ellys dari pikiranku. Bayangan dia dan Alexander tumpang tindih di kepalaku. Mereka memiliki sinkronisasi gerakan yang sama. Mereka memiliki binar mata yang sama.Aku teringat saat aku berteriak di depan wajah Keisha: “Hanya demi anak haram, kau berani melakukan ini!”Kata-kata itu sekarang berbalik menyerangku seperti ribuan jarum yang menusuk jantung. Jika benar Ellys adalah darah dagingku, maka aku telah melakukan dosa yang tak termaafkan. Aku telah menyebut putriku sendiri sebagai anak haram. Aku telah membiarkan ibunya disiksa di depan mataku sendiri sementara dia telah mati-matian berjuang hidup dan mati saat mengandung dan merawat anakku yang lain.Dan ya, rasa benci yang tadi pagi begitu dominan, kini mulai terkikis. Menguap oleh r

  • Mainan Baru Tuan Montevista    66: Keisha Mini

    Nenek Ria meninggalkan kami kemudian, dengan Ellys yang tidak mengikutinya sebab tengah sibuk dengan bonekanya yang kini, pura-puranya sedang dia suapi crakers dan teh. Dan kepergian wanita itu seolah sedang memberikan kami sedikit kesempatan untuk berbicara lebih banyak dan mungkin, saling mengenal. “Uncle?” panggilnya setelah menyadari aku masih berada di sini, terdiam menatapnya.“Ya? Ada apa gadis manis?”“Apa kau tahu? Bonekaku gendut seperti beruang.”“Mungkin kau terlalu banyak memberinya minuman dan makanan yang manis?”“Benalkah? Mommy juga sering melarangku makan candy dan es krim.”“Sebenarnya boleh saja, asalkan jangan terlalu sering.”“Jadi yang baik makan apa, Uncle?”“Buah-buahan dan sayuran itu bagus.”“Eyis mau buah, Eyis juga mau sayur.”“Kau mau Uncle memesannya untukmu?” aku menawarkan.Namun Ellys menolak, menggelengkan kepalanya dan beralasan, “Eyis maunya buah yang dipotong mommy, sama sayur yang dimasak oleh mommy. Eyis kangen sama mommy.” Dengan

  • Mainan Baru Tuan Montevista    65: Aku tau semuanya. Tak terkecuali kebusukanmu!

    Mobil SUV hitamku kini berhenti di depan sebuah vila pribadi di pinggiran kota yang asri. Ini adalah tempat yang kupilihkan untuk Nenek dan anak itu—Ellys. Jauh dari lumpur, jauh dari ancaman banjir bandang, lebih luas dan lebih sehat tempatnya, semua fasilitasnya pun terpenuhi, dan yang terpenting, jauh dari jangkauan siapa pun kecuali orang-orangku. Aku turun dari mobil, merapikan jas yang terasa sedikit menyesakkan. Pikiranku masih tertinggal di mansion, pada Keisha yang baru saja kupaksa bertekuk lutut. Aku menyebut Ellys ‘anak haram’ hanya untuk menyakiti Keisha, untuk membalas luka yang dia goreskan di hatiku selama tiga tahun ini. Namun, saat aku melangkah masuk ke halaman vila yang luas itu, ada perasaan aneh yang merayap di dadaku. Sebuah debaran yang tidak masuk akal. Aku menemukan mereka di teras belakang yang menghadap ke taman bunga. Nenek—wanita tua yang terlihat jauh lebih segar setelah mendapatkan perawatan medis dasar—sedang duduk di kursi rotan. Dan di sana,

  • Mainan Baru Tuan Montevista    64: Luka dari Putra Sendiri

    Aku melangkah menuju pintu besar yang tertutup rapat. Aku mengintip melalui door viewer, mencoba mencari celah atau orang yang bisa kumintai tolong. Aku rindu Alexander. Rasa rindu itu seperti lubang hitam yang menghisap seluruh energiku. Aku ingin melihatnya, memeluknya, dan jika takdir mengizinkan, aku ingin memperkenalkan diriku sebagai ibunya.Hingga sesaat kemudian, aku melihat bayangan seseorang melintas di depan pintu, dan secara kebetulan pula orang itu adalah Rina, orang yang aku tunggu-tunggu.Sontak, aku segera menggedor pintu dengan telapak tanganku yang masih terasa lemah.“Rina! Rina! Tolong buka!” teriakku.Aku tahu Rina sekarang adalah orang kepercayaan yang memegang kendali kunci mansion setelah Nyonya Mira dipecat. Itu adalah informasi yang sempat kudengar saat pelayan mengantarkan makan siang tadi.Setelah beberapa detik, kunci diputar. Pintu terbuka sedikit, dan wajah Rina yang penuh rasa bersalah muncul di sana.“Nyonya...” bisiknya.“Rina, tolong aku. Aku

  • Mainan Baru Tuan Montevista    63: Di ambang Batas Kesadaran

    Dunia terasa berputar, namun tubuhku seolah tertanam di ranjang ini. Aku masih belum percaya, bahwa Axel telah berhasil menggauliku lagi layaknya aku istri sahnya. Dengan tanpa rasa bersalah, dia memakaiku dengan seenaknya, memuaskan hasrat dan egonya di atas ketidakberdayaanku. Segala perlawananku tadi pagi hanya berakhir sia-sia di bawah kungkungan kekuatannya yang absolut. Axel memperlakukanku seolah aku adalah miliknya yang baru saja ditemukan setelah hilang, tanpa memedulikan luka fisik dan batin yang masih menganga.Hingga saat ini, aku masih berada dalam kondisi setengah sadar. Tubuhku terasa remuk, namun pikiranku melayang di antara kenyataan dan mimpi buruk. Di ambang batas kesadaranku yang tipis, aku merasakan kehadirannya masih di sini, sebelum dia benar-benar pergi. Aku membuka mata sedikit, menemukan sorot mata Axel yang menatapku.Itu adalah tatapan yang paling membingungkan yang pernah kulihat. Ada kasih sayang yang begitu dalam, seakan diam sedang menatap hartanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status