Share

4. Kita Akan Bertemu Lagi

Wuusshhh!

Cahaya berpendar. Tubuh Kenan seolah disedot dari langit dan dia menghilang dalam cahaya dan dia tiba-tiba sudah berada di kamarnya dengan cahaya yang masih menyisa. Dia seperti seorang di sebuah panggung dan cahaya lampu yang terang sedang menyorotnya. Cahaya itu menghilang dan dia hampir jatuh.

Tangan Kenan menahan tubuhnya di meja belajar di samping kamar tidurnya. Dimana ini? Apakah aku sudah bangun dari mimpi? Pikir Kenan.

Tapi ..., itu bukanlah mimpi. Itu adalah kenyataan!

Benar! Itu terlalu aneh jika mimpi. Gadis bernama Aeera itu, dia bahkan tak bisa dilupakan oleh Kenan. Itu adalah wajah yang sangat cantik dan lugu. Itu bukan mimpi.

”Panggil aku lagi, Aeera!” teriak Kenan, tak ada jawaban dan hanya ada kesunyian.

”Tolong panggil aku lagi, Aeera. Kumohon, panggil aku lagi! Aku tidak mau hidup di dunia ini lagi! Biarkan aku hidup di dunia mimpi itu lagi!”

Kenan menjatuhkan lututnya di lantai. Dia benar-bener terpuruk, perasaan cemas, takut dan malu bercampur lagi menjadi satu. Tuhan, biarkan aku bisa bebas dan tidak lagi merasa cemas. Itu doa yang dipanjatkan oleh Kenan.

Dia menempelkan punggungnya ke tembok. Mengangkat kedua tangannya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia meratap lagi dan menangis. Dia tak berani menghadapi kehidupan. Seorang pemuda yang jiwanya tergoncang. Rasa malu dan ketakutan menjadi satu. Semua kenangan yang membuatnya terpuruk, satu persatu diingatnya.

Dan ..., dia akan menjerit lagi penuh ketakutan dan kecemasan.

”Aaaaaaaaa! Maafkan aku! Jangan sakiti aku!”

Braakk! Braakk!

Kenan memukul pintu atau memukul meja, dia bahkan kadang tidur sambil menutup dirinya dengan selimut. Dia juga akan berada di ujung kamarnya dan duduk sambil menutup wajahnya di kakinya. Menekuk kaki dan terpekur meratapi nasibnya. Untuk keluar dari kamarnya, dia seolah terbayang semua hal yang menakutkan. Dia keluar hanya untuk mengambil makanan atau meminum minuman saja.

Ketidakberdayaan, sungguh menghancurkan hidupnya.

Dari luar. Ibunya, Ghina. Dia meratapi nasib anaknya. Dia menahan dirinya dari bersuara, dia menahan sekuat tenaga dan hanya airmatanya yang terus jatuh, luruh dengan deras. Tangan bu Ghina menyentuh pintu kamar anaknya.

Sampai kapan kamu akan begini anakku, dan isaknya tertahan. Dia tak ingin terlihat dan terdengar sedih oleh puteranya. Dia harus kuat, dia akan menunggu kapanpun juga. Dia terus berdoa tanpa kenal lelah. Agar anaknya, kembali ceria dan bisa seperti orang normal pada umumnya.

Bu Ghina sudah mencoba untuk mencari keadilan, namun semua sudah berlalu. Pihak sekolah hanya meminta maaf dan tak bisa berbuat apa-apa. Mereka menyebutkan itu hanyalah kenakalan remaja sekolah yang terjadi pada umumnya.

Pihak sekolah juga beralasan, ketika mereka selesai dari sekolah, mereka akan melupakan banyak hal saat masih sekolah. Perundungan, perkelahian dan tindak kekerasan hanya akan menjadi kenangan. Mereka akan disibukkan dengan mencari pekerjaan, atau melanjutkan sekolah mereka.

Namun, tidak untuk Kenan. Mentalnya terluka dan dia tak bisa lagi menghadapi masa depan dengan baik. Hanya ketakutan dan jeritan yang dilakukan Kenan di kamarnya.

Sungguh tidak adil! Seorang ibu, yang hanya punya putera satu-satunya. Dia harus menanggung derita dan merasakan kepedihan karena anaknya menjadi sosok yang terkena tekanan mental yang berat.

Ghina juga sudah mengundang seorang psikolog, namun Kenan ketakutan dan bahkan hampir melukai psikolog tersebut. Setelah itu, Kenan tak mau bertemu dengan siapapun lagi dan tak mau membuka pintunya kecuali dia sendiri yang membukanya.

Kini ..., hanya doa yang bisa dipanjatkan oleh bu Ghina dan berhadap bahwa suatu hari nanti. Puteranya itu sehat kembali dan tekanan mental dalam dirinya dapat dihadapi.

Bu Ghina menghapus airmatanya dan meninggalkan pintu kamar anaknya tersebut. Sebenarnya, Kenan tahu kalau ibunya berada di depan pintu. Dia dapat melihat dari lubang di bawah pintu. Seseorang tengah berdiri di depan pintunya.

Namun, ketidakberdayaan yang membuat dirinya seolah tak bisa bergerak. Tubuhnya gemetar jika mengingat perlakuan buruk teman-temannya yang selalu berbuat jahat padanya. Apalagi, saat hari wisuda sekolah.

Kenan dipermalukan dengan dimasukkan dalam sebuah kotak kardus besar dan dibuka di hadapan semua rekan sekelasnya. Kenan hanya memakai celana dalam dan disoraki, dipermalukan dan ditertawakan.

Kenan menggelengkan kepalanya, dia tak tahan mengingat itu semua. Dia hancur dan seolah hanya ingin kematian.

Namun, dia teringat dengan dunia mimpi yang baru saja dialami. Benar! Dia harus kembali lagi ke dunia itu. Dia harus tampil lebih hebat nantinya. Kenan mempersiapkan senjata apa yang akan digunakannya ketika dia dipanggil lagi. Dia memikirkan hal itu, semua harus ditaruh di meja dan ketika cahaya itu datang. Dia akan memilih senjata yang tepat untuk dibawa.

Itu benar!

***

Mayat iblis Roksan begitu besar memenuhi lapangan tempat latihan sihir. Para murid yang sudah terbang berlari ke Akademi Cyprus pun melihat dari kejauhan. Mereka melihat sebuah pertarungan yang epik. Ada pedang bercahaya yang sangat besar dan menembus langit. Pedang itu dengan cepat memenggal Iblis Roksan dengan sangat kuat.

Tekanan energi itu bahkan sampai dirasakan oleh semua murid saat mereka di Akademi. Dari kejauhan, mereka melihat iblis Roksan yang sangat besar dan tinggi terjatuh.

Itu luar biasa! Mereka berpikir bahwa kedua pelatih mereka, yaitu Rebeca dan Brandon mengalahkan Iblis Roksan. Mereka pun bersorak dan segera kembali ke tempat latihan itu. Saat tiba di sana. Mayat Iblis Roksan sudah di tanah dan kepalanya yang besar terpisah cukup jauh.

Mereka melihat dua pelatih dan juga Aeera.

Mereka semua mendekat dan bertanya apa yang terjadi. Kedua pelatih mereka saling berpandangan dan kemudian keduanya menatap Aeera yang masih menatap ke arah langit dengan tangannya memegang tongkat kecil peninggalan ibunya.

”Si sampah itu pasti sangat terpukau dengan kemampuan dua pelatih karena makhluk panggilan kedua pelatih mampu mengalahkan Iblis Roksan dengan mudah!” kata Asin yang menatap sambil meremehkan Aeera. Dia membenahi rambut panjangnya yang tadi sempat rusak karena berlari dari Iblis.

”Benar!” Samuel menyahut, ”Dia pasti sangat ingin memiliki makhluk panggilan seperti kedua guru kita!”

Satu lagi, Monica. Dia menatapi Aeera, ”Menyedihkan! Sampai kapan dia akan menjadi orang tak berguna. Bahkan, dia tidak memiliki makhluk panggilan dan hanya berdiri seperti patung!”

Berdiri seperti patung artinya adalah terlalu takjub dan terpesona hingga membeku.

”Kalian salah!” pelatih mereka Rebeca menatap semua muridnya.

Brandon mendekati para muridnya tersebut, ”Kalian harus tahu! Makhluk panggilan dari Aeera adalah sosok yang mengalahkan Iblis Roksan dengan pedang yang dimiliki makhluk panggilan tersebut!”

Betapa kagetnya para murid dan teman-teman Aeera. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi. Aeera yang selama dua tahun lebih, bahkan tak bisa memanggil apapun dan kini dia memanggil makhluk panggilan yang kuat?

Di sisi lain, Aeera tengah tersenyum menatap langit. Dia merasa bahagia karena bisa memanggil makhluk panggilan. Bahkan, makhluk panggilaannya itu benar-benar membuatnya merasa bahagia. Tidak ada makhluk panggilan seperti yang dia panggil.

Bentuknya seperti manusia, seperti dirinya. Dan ..., bahkan dia memiliki nama dan sangat lucu.

Kalandra! Tuan Kalandra! Kita pasti akan bertemu lagi. Pandangan Aeera masih menatap langit, dia pasti akan bertemu dengan Kalandra lagi.

Dunia yang kini dikuasai oleh ras Monster dan ras Iblis. Manusia hanya menjadi budak dan bahkan menjadi mainan dari kedua ras yang menguasai dunia. Manusia mempelajari kekuatan sihir pemanggilan untuk menghadapi ancaman yang mengancam mereka.

Aeera yakin, dia akan bisa menghadapi semua ancaman yang akan menyakitinya. Dia memiliki makhluk panggilan yang kuat sekarang.

Kalandra! Aeera pun tersenyum kembali.

Ideabadar

Berikan komentar kalian semua...

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bu Dhe
keren.. berasa nonton anime
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status