Ranti mulai mengingat lagi apa yang dilakukannya di TKP pembunuhan Siska.
"Waktu itu, customer dengan akun Ox memesan Hoodie berwarna hitam beserta sarung tangan yang juga berwarna hitam ke toko online saya. Dia meminta saya mengirimkan pesanannya ke salah satu rumah yang ada di kompleks Aman. Dia membayar lewat minimarket, tunai," Ranti mulai penjelasannya."Lalu? Apa Bu Ranti sempat bertemu dengan Ox ini?" tanya Andika lagi."Dia tidak mau bertemu, dia hanya meminta saya meletakkan pesanannya di salah satu pagar rumah warga yang ada di sana," jawab Ranti,"Ya, sebagai penjual, saya ikut saja apa mau dia. Bagi saya yang terpenting dia sudah membayar lunas plus ongkos kirimnya." jawab Ranti santai.Inspektur Andika memperhatikan setiap gerakan Ranti saat menjawab semua pertanyaan, termasuk juga tatapan matanya."Baik! Apa Bu Ranti membawa handphone yang ibu pakai untuk transaksi kemarin?" tanya Andika lagi.Sedikit gugup, Ranti menjawab,"Oh, tentu saja saya bawa."Ranti merogoh saku jaketnya dan menyerahkan handphonenya pada Inspektur Andika yang tak pernah lepas menatap tajam padanya."Ih! Ini polisi kegenitan, ya ... liatin mulu. Kan, jadi grogi!" Ucapnya dalam hati.Inspektur Andika menyerahkan gawai Ranti pada Letnan Yusa untuk diperiksa.Sejenak, dia terlihat sibuk menghubungkan gawai dengan komputer di mejanya."Sepertinya, nomor yang digunakan hahya sekali pakai saja, Pak. Sinyalnya telah terputus!" Kata Letnan Yusa sambil terus menatap layar monitornya."Sepertinya, dia sangat profesional," gumam Inspektur Andika lalu kembail.menghadapi Ranti yang mulai gelisah karena terlalu lama dicecar pertanyaan."Apa Bu Ranti yakin bahwa ibu sama sekali tidak mengenal orang yang memesan barang-barang itu?" tanya Inspektur Andika terus menyelidik."Sumpah, Pak! Saya tidak kenal. Bahkan dia laki-laki atau perempuan saja saya tidak tau," jawab Ranti meyakinkan."Baiklah, Bu Ranti. Terima kasih sudah membantu kami. Kami harap Bu Ranti bisa bekerja sama jika ada informasi lain tentang orang itu," tutup Andika seraya mempersilakan Ranti untuk keliar dari ruang pemeriksaan.Dengan menarik naoas lega, Ranti langsung bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari ruangab tersebut."Huuffff_!""Lumayan pegel, ya. Jawab pertanyaan yang muter-muter," gumamnya, menghidupkan mesin motor dan melaju cepat meninggalkan kantor polisi."Terus awasi gerak-gerik wanita itu. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu," kata Inspektur Andika pada anak buahnya.Dia kembali memgamati semua berkas dan barang bukti yang ada di mejanya."Siap, Pak!" sambut Letnan Andi dan Yusa.***"Bagaimana, Kak. Apa Kakak baik-baik aja?" tanya Narendra berbisik saat Ranti telah sampai di rumah."Ada masalah apa?" tanyanya lagi melihat kakaknya hanya tersenyum."Nanti, deh, Kakak ceritanya. Sekarang kakak mau istirahat dulu ... capek juga ngadepin pertanyaan yang muter-muter," jawab Ranti seraya masuk ke dalam kamarnya.Ternyata, Aira sedang tertidur di kamar, dia nampak gelisah dalam tidur siangnya."Mama ... Mama ... Papa mana?" bibir mungil Aira mulai menceracau memanggil ayahnya. Entah mengapa, sudah beberapa hari ini, Aira selalu memimpikan dan seperti merindukan sang ayah. Padahal, dua tahun terakhir sejak terpisah, dia tidak sekalipun menanyakan keberadaan Yuda.Ranti segera mendekap tubuh mungilnya, memberikan ketenangan."Sabar, ya, Sayang! Mama akan mencari ayahmu dan "perempuan jahat" yang telah mengambilnya dari kita," bisik Ranti pelan, namun mengepalkan jari tangan kanannya, tanda dia sedang emosi."Kak ... Aku pergi dulu, ya! Tolong pamitin sama ibu!" terdengar suara Narendra di luar kamar."Ya, hati-hati ... jangan ngebut bawa penumpang!" nasehat Ranti."Siap, Kak!" Terdengar langkah Narendra menjauhi pintu kamar dan menghilang.Ranti mengunci pintu kamarnya, dia segera membuka lemari pakaiannya dan menekan tombol kecil yang terlihat rata dan sama sekali tidak nampak seperti tombol karena terbuat dari papan sejenis dengan bahan kayu lemarinya.Ajaib, ternyata di bagian belakang lemari pakaiannya ada sebuah laci yang seukuran brankas.Nampak di dalamnya ada beberapa kotak perhiasan kecil dan beberapa map.Ranti menarik map teratas dan mengeluarkannya.Dia menuju meja yang ada di sudut kamarnya.Ternyata, di dalam map tersebut ada beberapa foto wanita beserta keterangan dan alamat para wanita tersebut.Ada sepuluh foto yang dia simpan.Setelah mengurai foto-foto tersebut ternyata salah satu di antaranya adalah foto ... Siska, korban pembunuhan beberapa hari yang lalu.Di bawah masing-masing foto tertulis urutan angka. Dan di bawah foto Siska, tertulis angka satu, dan juga guratan seperti tanggal dan bulan.Ranti menyilang foto Siska dengan tinta spidol yang berwarna merah.Kemudian dia mengambil sebuah foto dengan angka dua. Di samping angka dua tertuils tanggal 25 bulan 3, dan itu adalah ... Hari ini!**Aida,Demikian nama wanita cantik itu.Dia adalah seorang sekretaris yang bekerja di kantor tempat Yuda-suami Ranti-bekerja.Hariini adalah hari Minggu, dia sedang tidak bekerja dan hanya menikmati waktu santainya di sebuah villa mewah yang dibelikan oleh Gunawan, Bos sekaligus kekasih gelapnya.
Pagi-pagi sekali, dia telah tiba di villa tersebut menunggu kedatangan Gunawan yang berangkat sendiri dari rumahnya.
Mereka sengaja pergi sendiri-sendiri karena tidak ingin ada seorang pun yang mengetahui perselingkuhan mereka.Di kantor, Gunawan berlagak sering memarahi dan menyalahkan tugas Aida.Namun, semua hanya tipuan untuk mengelabui karyawan yang lainnya.Gunawan dan Aida berpikir mereka bisa memgelabui semua orang, termasuk Intan, istrinya.Sesungguhnya, mereka berdua lah yang terlalu naif. Sebagai seorang istri, insting Intan bekerja dengan baik.Gerak-gerik mereka selalu dalam pantauan Intan, tapi dia berusaha diam dan tetap tenang.Menunggu waktu yang tepat untuk menangkap basah mereka berdua.Dan saat ini dia sedang mengikuti mobil suaminya.Intan yakin sekali kalau dia bisa menangkap basah suaminya bersama Aida.Pagi-pagi, Gunawan sudah rapi."Ini, kan hari minggu. Papa mau kemana?" tanya Intan basa-basi, meskipun dia tahu pasti kemana suaminya akan pergi."Ada pertemuan mendadak dengan klien, Ma. Baru saja Aida kasih tau Papa," jawab Gunawan santai."Oh_! Padahal Mama pengin banget jalan-jalan hari ini. Mumpung libur," kata Intan pula."Gimana kalau minggu depan aja, deh, Ma. Sama anak-anak juga," tawar Gunawan."Iya, deh. Terserah Papa aja. Tapi Mama nanti mau jalan sama temen, ya, Pa. Jangan dicari!" Akhirnya Intan mengalah dengan bibir manyunnya.Padahal dalam hati dia berkata,"Hari ini aku pastikan semua akan selesai, Aida!"***Mobil Gunawan melaju santai di ljalan raya. Dia tak menyadari kalau di belakangnya, Intan sedang mengikutinya menggunakan taxi online.Tujuannya hanya satu, Villa tempat Aida-kekasih gelapnya-menunggu.Dan memang benar, saat itu Aida telah berdandan secantik dan seseksi mungkin untuk menyambut kedatangan Gunawan.
Dia sungguh tak tahu, apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini.
Ridho mengernyitkan keningnya samar, baru kemudian menjawab dengan tenang."Mau berapa lagi yang Lu eksekusi, Bro?" tanyanya pelan. Tangannya masih sibuk mengelus kepala Si Jago miliknya. Sesaat kemudian dia berjalan ke arah kandang dan melepaskan ayamnya dalam kandang tersebut.Kukkuruyuuukkk!Terdengar suara lantang ayam tersebut, seolah kembali menantang lawannya.Ridho berjalan ke arah Narendra yang mulai terlihat sinis dengan mata merahnya. Sepertinya, minuman berkonsentrasi alkohol tinggi mulai menguasai dirinya."Hahaha! Kalau perlu gue akan buat semua jenis orang kayak gitu mampus di tangan gue!" ucapnya dengan lantang.Ridho yang menyadari situasi itu segera menutup mulut Narendra dengan tangan kanan dan menyeret tubuh sahabatnya untuk segera masuk ke dalam rumah."Gila, Lu! Jangan teriak-teriak di luar. Lu mau semua orang tahu dan dengerin omongan lu yang mulai ngaco! Udah, mending Lu istirahat dulu, deh. Tar kalau udah sadar gue ajakin liat target!" ucap Ridho, mendorong t
Andika melepaskan tembakan ke udara untuk menghentikan gerakan seseorang yang terlihat sedang berusaha melarikan diri.Polisi segera mengejar ke arah suara itu."Berhenti atau kami tembak!" Kembali Andika berteriak dengan lantang. Namun orang yang berpakaian serba hitam yang baru saja melompat melalui jendela dati kamar bagian belakan rumah Ranti, sama sekali tidak mengindahkan seruan tersebut."Satu ...,""Dua ...,""Ti ... ga!"Dorrr! Dorr!"Aahhhh ...!" terdengar suara teriakan orang tersebut berbarengan dengan jeritan Bu Diah yang menyaksikan langsung peristiwa itu.Seketika, orang berpakaian serba hitam dan memakai penutup wajah yang berwarna hitam pula itu jatuh terduduk sambil memegangi kaki kanannya yang terkena peluru dan mengeluarkan banyak darah.Andika dan anak buahnya segera menghampiri orang tersebut."Siapa kamu!" bentak Andika dan memberi isyarat pada Letnan Ardi untuk membuka penutup kepala orang tersebut.Seketika, mereka semua terkejut melihat wajah yang ada di bali
"Itu ... itu cleaning servis yang ada di depan ... jangan-jangan dia pelakunya!" Suster Murni berseru dengan lantang, telunjuknya menunjuk tepat ke wajah orang yang sedang dizoom oleh Letnan Ardi pada layar monitor.Seketika Inspektur Andika dan Letnan Ardi fokus menatap pada Suster Murni."Maksud Suster ... Anda pernah melihat orang ini juga sebelumnya?" tanya Andika dengan penuh selidik."Iya ... iya, saya yakin bertabrakan dengan cleaning servis ini sesaat sebelum peristiwa itu terjadi," jawab Murni dengan sangat yakin."Tunggu dulu! Di sini kita lihat dia baru berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Ini berarti tiga puluh lima menit sebelum tewasnya Ibu Vira. Kita lihat, dia tidak mengenakan seragam cleaning servis rumah sakit ini. Coba cari gambar orang ini di tempat lain sekitar rumah sakit!" perintah Andika sedikit bersemangat karena mulai menemukan titik terang."Kita zoom dulu wajahnya!" seru Andika lagi, hampir saja terlupa."Gambarnya sedikit blur, Pak. Apalagi dia menggunaka
Murni segera berlari kembali menuju kamar Vira.Apa yang dilihatnya sungguh membuat jantungnya seperti ingin melompat dari tempatnya.Tampak di atas kasur, tubuh Vira yang sedang menggelepar seperti ikan kehabisan air.Posisi kepalanya berada di sisi pembaringan, sementara tubuhnya telentang di atas kasur.Wajahnya membiru dengan mata mendelik. Dari sudut bibirnya keluar busa yang langsung jatuh ke lantai. Tangannya memegangi leher seperti mencekik diri sendiri, padahal mungkin sedang mencari udara untuk bernapas."Ya, Tuhan! Panggil Inspektur Andika ... cepat!" teriak Murni, entah pada siapa. Tersadar, dia langsung memencet bel pemanggil Dokter dengan panik."Kecolongan, Dok! Kita kecolongan. Padahal baru saya tinggal beberapa menit. Saya pikir masih ada polisi yang berjaga di sekitar kamar Ibu Vira!" teriak Murni panik saat Dokter Widya yang menangani Vira saat ini datang. Tanpa banyak bicara Dr. Widya langsung memeriksa kondisi Vira yang masih sekarat, tubuhnya dangat lemah dan n
"Selamat pagi Bu Vira, saya Inspektur Andika dari kepolisian. Bagaimana kondisi Ibu saat ini?" tanya Andika setelah memberi hormat dan berdiri di samping pembaringan Vira.Perlahan, Vira memutar kepalanya yang sedang menatap dinding kamar VIP di rumah sakit kepolisian. Entah apa yang sedang dipikirkannya saat itu.Sesaat, ia nampak bingung dan mengerutkan keningnya."Saya ada di mana, Pak Polisi? Apa yang terjadi sama saya?" tanyanya dengan linglung, membuat Andika sedikit terhempas, raut wajahnya seketika berubah kelam.'Jangan-jangan dia amnesia?' bisiknya dalam hati."Apa Ibu tidak ingat kejadian apa yang membuat Ibu masuk rumah sakit ini?" tanya Andika masih dengan penuh harapan.Di mana suami saya, Pak, apa dia baik-baik saja?" Kembali pertanyaan Vira membuat Andika mulai kehilangan semangat. Tapi sebagai seorang polisi yang berpengalaman, dia tidak boleh menunjukkan kegelisahannya pada anak buahnya yang ada di ruangan itu."Baiklah, sebaiknya Bu Vira istirahat dulu supaya tenan
"Orang itu siapa, Yah?" Ranti mengernyitkan kening, menunggu ayahnya melanjutkan penuturannya.Namun, tampaknya sulit untuk Pak Surya mengatakan apa yang dia ketahui."Dia ... Ayah juga tidak tahu!"Akhirnya, hanya ucapan itu yang terucap dari bibir tuanya. Lelaki paruh baya itu segera melangkah pergi menuju ruang dalam. Sekilas dia melirik ke arah kamar putranya, Narendra.Langkahnya terlihat gontai, seperti sedang ada yang dipikirkan, tatapan matanya begitu rumit.Krietttt!Tiba-tiba, pintu kamar Narendra terbuka dan muncul sosok tampan itu di depan pintu kamar."Bu, mau sampai kapan laki-laki itu di sini?" tanyanya dengan sinis.Matanya berkilat seperti pedang yang siap menebas punggung Pak Surya yang sempat menghentikan langkahnya sejenak saat mendengar suara putranya."Rend, jangan seperti itu, Nak! Biar bagaimanapun dia tetap ayahmu ... sebenci apapun harus tetap menghormatinya," ucap Bu Diah dengan lembut. Jemarinya menepuk sofa di sampingnya, memberi isyarat agar Narendra dud