udah minta jatah aja Kayden 🤣🫣 bentarrrrr mau ngumpet dulu biar gak ketahuan Mommy seksi dan hot Daddy mau ngapain 🫣🤣😗😙🍼🍼
Cherry memandang Adrian yang tengah terlelap di sampingnya. Pria itu baru saja menyiksanya selama hampir satu jam untuk melampiaskan kekesalan karena diabaikan Liora selama di dalam ruang sidang.Adrian meracaukannya berulang kali, menyebut bahwa Liora—yang sebenarnya adalah Cherry—pantas mendapatkan semua ini sebagai hukuman.Cherry dijemput oleh Adrian di depan kafe tak jauh dari klub malam, lalu berakhir di sini, di apartemen milik Cherry yang menjadi jejak dosa lain yang mereka lakukan."Adrian," panggil Cherry saat ia mendengar getar ponsel milik pria itu dari atas meja."Hm?" Adrian menggerakkan tubuhnya, tanpa membuka mata. "Kenapa?""Ponselmu terus bergetar dari tadi. Coba lihatlah, sepertinya itu penting."Adrian bangun, ia duduk dengan malas dan meraih ponsel itu dari atas meja.Cherry memperhatikan perubahan ekspresi yang sangat kentara saat pria itu mendengus dan melemparkan kembali benda pipih itu ke sana."Tidak penting," katanya sembari memijit keningnya."Siapa memangn
....Dengan matanya, Adrian melihat Liora yang sangat cantik dalam balutan gaun merah yang ia kenakan itu.Ia duduk di barisan paling depan di dalam ruang sidang dan pergi begitu saja tanpa menjawab satu pun tanya yang terlontar dari bibir para wartawan.Berjalan melewati Adrian yang duduk di baris belakang dan sengaja datang untuk melihatnya secara langsung.Dan setelah ia lakukan itu, Adrian benar-benar sangat menyesal.Kecantikan Liora membayanginya.Di dalam pikirannya hanya terus berlalu-lalang cantiknya perempuan yang harus ia panggil sebagai 'Bibi' itu.Sayangnya, tubuhnya yang sempurna telah dilingkari oleh lengan kekar Kayden yang serakah.‘Sial!’ desis Adrian dalam hati sewaktu ia berjalan meninggalkan ruang sidang dan memasang senyum palsunya di hadapan awak media yang meliput dan mengikuti ke mana ia pergi.“Adrian, bagaimana pendapat Anda soal putusan sidang ini?” tanya salah seorang dari mereka.“Apa Anda sengaja datang untuk mensupport Juliana Dean?”“Kabarnya dulu Anda
Liora meninggalkan ruang sidang, langkahnya cepat bersama dengan Kayden yang mengikuti Evan dalam membelah keramaian.Barisan para pengawal tidak bisa ditembus, ratusan tanya membumbung di udara tanpa satu pun yang dijawab.Dari tempatnya berdiri dan divonis hukuman seumur hidup, Julia menatap kepergian mereka.“Liora!” teriaknya memanggil gadis itu tetapi tentu ia diabaikan.Tak ada jawaban, menoleh pun tak sudi.Julia hanya ingin meminta maaf pada Liora. Ia hanya ingin beban di dalam hatinya sedikit berkurang. Ia berharap dengan Liora memaafkannya, penderitaan yang akan ia dapatkan seumur hidup di dalam penjara itu sedikit terangkat.Tapi, jarak telah membedakan mereka. Liora terlampau jauh untuk bisa digapainya, terlalu tinggi untuk Julia yang tak lebih dari seonggok rumput kering.Perbedaan tampilan mereka sangat kontras.Liora sangat cantik dengan gaun merahnya yang elegan. Di lehernya, kalung bernilai miliaran itu melingkar, seolah mengatakan secara lantang bahwa Julia tidak aka
"A-apa yang sebenarnya kamu bicarakan?" tanya Liora, menarik kepalanya ke belakang, sebab wajah Kayden terlalu dekat dengannya. "Tidak mau?" "Lucca dan Elea masih kecil, Tuan Kayden! Aku masih mau melakukan banyak hal dengan mereka. Aku mau kalau mereka itu besar dalam pengawasanku dan tumbuh dengan tidak kekurangan cinta." "Hm ... padahal aku sudah berencana untuk membuat kamu hamil lagi dalam waktu dekat," kata Kayden, mengangkat dress yang dikenakan oleh Liora dan menggantinya dengan sleepwear yang diambilnya. "Padahal kamu yang duluan merencanakan agar kita punya bayi lagi." "Tapi tidak dalam jarak sedekat ini!" balas Liora, menunjuk Kayden, menusukkan ujung jari telunjuknya di dada bidangnya yang berbalut piyama hitam. Kayden tetap tersenyum penuh godaan meski bibirnya mendesis kesakitan karena Liora tak hanya sekadar menunjuk tapi juga mencubitnya. Setelah gaun tidur itu sempurna dikenakan Liora, mereka menuju ke tempat tidur. "Boleh aku baca besok proposalnya?" tanya Li
Sepulangnya dari taman kota, selagi Kayden mengikuti si kembar masuk ke dalam kamar, Liora lebih dulu menuju ke ruang makan. Di sana ia membuka makanan yang tadi dibelinya disalah satu restoran sewaktu dalam perjalanan kembali ke rumah. Cukup banyak Liora memesannya. Sengaja ia lakukan itu agar bisa berbagi dengan semua orang di rumah. Tapi yang paling spesial ia belikan khusus untuk Tuan Owen. Makanan rendah lemak dan gula, yang ia minta Annie agar memindahkan ke dalam mangkuk-mangkuk dan ditata di atas meja makan. "Yang ada di kantong besar satunya itu untuk Bu Annie dan semua pelayan yang lain," kata Liora seraya menunjuk ke tas kain yang ada di sisi lain di meja makan, yang hampir ditarik oleh Annie mendekat. "Ya?!" Kedua mata wanita paruh baya itu membola. "Untuk kami, Nona?" ulang Annie memastikan. "Iya, jumlahnya dua belas orang termasuk Bu Kim dan Bu Wina, 'kan?" "Benar, Nona." "Aku membeli lebih tadi, untuk Pak Han dan sopir yang lain sudah ada di depan, Bu Annie bisa
.... Dengan diantar oleh Han, Liora dan Kayden memenuhi janji ke butik pada sore harinya. Bersama dengan si kembar yang tampak sangat senang, karena mereka seperti melihat dunia baru di luar. Setelah usai berkonsultasi dengan teman Kayden yang seorang desainer, Liora meminta prianya itu untuk berhenti sejenak di taman kota. Han menurutinya. Lokasinya tak jauh dari tempat di mana ia ditenggelamkan oleh Irina saat itu. Tapi di sini lebih banyak orangnya. Beberapa wanita dengan stroller bayi mereka, dan para ayah yang mengajak anak-anak mereka menghabiskan sisa sore dengan berlari di sepanjang trek. Liora duduk di bangku taman, di samping Kayden yang matanya tak berhenti memandangi Lucca dan Elea yang duduk tenang di stroller yang tadi dikeluarkan Han dari dalam bagasi. “Kamu akan diam sampai kapan?” tanya Liora yang membuat Kayden dengan segera menoleh ke arahnya. Kayden tersenyum, ia merangkul bahu Liora sebelum menjatuhkan bibir di pucak kepalanya. “Maaf,” katanya. “Apa aku me