lunas 6 bab ya hari ini Akak semuanya... terima kasih sudah membaca. apakah bisa tidur dengan nyenyak? 🤣🤣🤣
“Saudari Freya Jason akan diserahkan kepada lembaga pemasyarakatan negara bagian Washington untuk menjalani hukuman tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Sidang ditutup.”Hakim mengetuk palu.Menggema memenuhi ruang sidang, mengiringi beliau yang kemudian bangun dari duduknya.Freya menunduk, tak bisa berkutik sebab keputusan sudah final.Petugas keamanan ruang sidang mendekat, melindunginya dari para reporter yang memadati tempat itu.Liora menghela dalam napasnya. Ia menyeka setitik air mata kecil di kedua sudut netranya yang terasa perih.Seumur hidup di dalam penjara, itu adalah harga yang harus dibayar Freya atas kejahatannya merenggut nyawa Nyonya Marry.Jika membandingkan dengan tragisnya kematian sang Ibu, dan bagaimana beliau melewati satu malam bak neraka dalam keadaan memikul kesepian, kegelisahan dan rasa sakit seorang diri itu membuat Liora ingin bersikap serakah.Liora ingin hukuman yang lebih berat!Tapi ... sepertinya itu setara.Freya juga akan merasakan neraka yang
Sudah cukup siang saat Liora ada di dalam kamarnya. Ia masih belum sepenuhnya siap keluar.Rambutnya masih basah sehingga ia perlu mengeringkannya dulu.Ada hal yang harus ia lakukan hari ini, yakni menghadiri sidang putusan untuk sahabatnya—aah ... bolehkah jika Liora menyebutnya sebagai mantan sekarang?Setelah urusan rambutnya selesai, ia memakai anting di telinganya, memastikan tampilannya cukup bagus di depan Freya nanti.Meski terdengar jahat, tapi Liora ingin memastikan bahwa temannya itu menyesal sebab ia telah menodai hubungan mereka dengan sebuah pengkhianatan.Sekalipun Liora harus menapaki perjalanan panjang agar keadilan bisa menyeruak, tapi Liora puas!Tidak ada belas kasih di dalam hatinya untuk seseorang yang teah sengaja mengambil satu-satunya keluarga Liora yang tersisa saat itu.Ibunya, Nyonya Marry yang malang.Liora menarik laci dari tempat perhiasan, mengambil kotak berwarna hitam dengan beludru. Membawanya ke meja di depan cermin.Liora membukanya dan melihat se
***Kenangan akan semua peristiwa itu lambat laun memudar dari pandangan Evan, seperti layar proyektor yang meredup lalu tak lagi terlihat.Matanya masih menatap sebungkus gummy bear yang ada di tangannya. Ia tersenyum saat membukanya dan memasukkan satu buah ke dalam mulut.Kemudian, kalimat Kayden tentang ‘wajahnya yang sama seperti saat ia sembilan belas tahun itu’ bisa dipahaminya secara jelas. Bahwa saat ia melampiaskan kekesalannya dengan menginjak-injak kartu nama milik Regan tadi, Evan sebenarnya sedang menyembunyikan kesedihannya. Persis seperti saat Kayden melihatnya di halte.Marah, kesal, tapi berpura-pura kuat.‘Kapan dia berhenti memperlakukan aku seperti anak kecil?’ batin Evan dalam hati. Memasukkan satu gummy bear lain, tak membaginya dengan Rowan.Sedan itu kemudian berhenti di depan gerbang rumahnya. Ia keluar lebih dulu kemudian memandang Rowan yang menurunkan jendela mobilnya saat Evan mengatakan, “Terima kasih, Rowan.”“Sama-sama, Pak Evan.”“Terima kasih juga un
Untuk pertama kalinya, Evan lalu mengenalkan Kayden pada ibunya. Mereka berhubungan baik sejak saat itu. Kayden menjadi donatur tetap untuk Maple Hearts, sekaligus memberi bantuan biaya pendidikan pada anak-anak yang tinggal di sana. Ia rutin berkunjung, setiap bulan, tak pernah terlewati. Di Evermore, Evan memiliki posisi yang lebih secure. Ia menjadi karyawan tetap, ditunjuk mendampingi Kayden, menjadi sekretarisnya, saat Kayden naik jabatan. Sikap Kayden, bukankah Evan tak perlu mempertanyakan seperti apa? Di tempat kerja, mereka bekerja secara profesional. Kayden berdarah dingin, tidak menoleransi kesalahan, dan perfeksionis. Evan dituntut untuk lebih naik level, bukan hanya sebatas staf biasa, ia harus sama cerdasnya seperti Kayden. Tidak pernah ada sesuatu di dunia ini yang berjalan secara mulus. Begitu juga dengan perjalanannya. Ia kerap dipandang sebelah mata, orang-orang yang lebih dulu bekerja di sana dan mengenal Kayden lebih awal meletakkan iri yang cukup besar padan
Ibunya dilarikan ke rumah sakit. Dari saksi mata yang ikut ke sana, Evan mendengar bahwa beliau keluar malam itu untuk membelikan obat karena salah satu adik pantinya ada yang demam. Tapi dalam perjalanan pulang, seorang pria yang tengah mabuk mengendarai motornya tanpa aturan dan menabraknya. Setelah pertolongan pertama untuk membuat ibunya tetap bertahan hidup berhasil, masalah lain timbul. Biaya untuk operasi ibunya yang diklaim mengalami ruptur hati sangat mahal dan tidak bisa ditutupi oleh asuransi. Ibunya dibawa masuk ke ruang bedah saat Evan harus memikirkan bagaimana caranya ia membawa beliau pulang kelak. Setelah memberi tahu adik pantinya yang paling besar, Evan memandangi ponselnya. Dalam hati ia berpikir, 'Bagaimana kalau aku meminjam pada orang tua temanku?' Apa mereka akan memberi pinjaman? Mengingat jumlahnya yang cukup besar? Evan berhenti menggulir ponselnya. Di kursi tunggu di depan kamar bedah itu, ia yang seperti telah hilang arah melihat foto Kayden di berit
Saat Evan ceritakan apa yang didapatkannya hari ini, Ibu Joanna tak bisa membendung harunya. Beliau menyeka air matanya saat keduanya telah duduk di ruang tamu yang ada di panti asuhan, selepas pulang dari gereja. "Syukurlah," ucap Ibu Joanna, tersenyum hangat dan keibuan seraya mengusap pipi Evan. "Doa ibu dikabulkan, kamu mendapat kemudahan, Nak. Selamat ya?" Evan mengangguk, tentu ia tak menyebutkan perihal dirinya yang 'dibuang dan dikhianati' oleh teman-temannya pasca project itu selesai. Ia kabarkan saja hal yang bahagia pada Ibunya yang telah banyak memikul beban itu. "Terima kasih, berkat doa Ibu juga aku dipertemukan dengan Tuan Kayden," balasnya. "Nanti, uang yang aku dapat dari kerja paruh waktu bisa untuk biaya sekolah adik-adik yang lain. Tahun ini Edo akan masuk SMA, 'kan?" "Terima kasih kamu sudah mau membantu Ibu, tapi sisihkan juga untuk dirimu. Ibu masih bisa mendapatkan biaya untuk adik-adikmu. Semoga ke depannya ... tidak ada lagi yang perlu singgah di rumah i