TEBAK SIAPA YANG PALING SEMANGAT? 😌kalau tiap malam ngadon kayaknya bakal jadi lebih cepet ga perlu Lima tahun lagi 🤣🤣🤣
Sepasang mata Regan terlihat memindai Kayden yang berdiri di dalam sana.Secara cepat, seperti sedang mengamati pakaian yang dikenakan Kayden, jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya, sepatu hitamnya yang modis, dan wangi bergamot mahal yang menguar di dalam sana.Regan tampak mengangguk samar, hampir tak kentara. Seolah ekspresinya sedang mengatakan, ‘Boleh juga ....’Kayden melirik ke samping kanannya, tempat di mana Evan berdiri dengan tegang dan jari-jari yang saling merapat.Matanya meruncing, terlihat sangat jelas sedang mengendalikan diri dari iblis yang memberontak dalam dirinya agar tak mendadak menerjang pria paruh baya itu dan membuatnya babak belur.“Anda akan masuk atau tidak?” tanya Kayden setelah lebih dari enam puluh detik berlalu dalam kebisuan.“Iya,” jawab Regan. Ia mengayunkan kakinya untuk masuk ke dalam lift. Dengan diikuti oleh dua orang pria yang berjalan di belakangnya.Yang bersikap seolah tak mengenal Kayden dan Evan padahal mereka itu adal
Liora sedang berada di depan rumah sore hari ini. Ia melihat tanaman yang dibawakan oleh Tuan Royan dan Nyonya Jessie yang lupa ia minta Annie untuk memindahkannya. Tiga vas juniper dalam jenis berbeda dari yang dihadiahkan Liora pada Tuan Owen.Beliau berdua tahu bahwa Liora suka dengan tanaman sehingga menghadiahkan tanaman lainnya yang akan mengisi lebih banyak taman bunga Kayden dengan berbagai jenis tumbuhan.Beberapa waktu belakangan, Liora sudah mulai meminta Annie untuk menanam buah dan sayuran juga, sehingga taman bunga Kayden dimanfaatkan dengan baik.Nanti, akan ia buatkan suami dan ayah mertuanya kudapan yang lezat hasil ia dan semua pelayan di rumah ini berkebun. Oh ... tentu saja Liora tidak bisa melupakan peran mereka yang setiap hari merawat tanamannya.Dari seorang model, ia kini mengisi harinya menjadi ibu dan berkebun.Hidup yang sangat tak ... terduga.“Terima kasih, Bu Annie, Pak Han,” ucap Liora pada wanita dan pria paruh baya itu yang membawa pergi tanaman dari
....Leah mengetahui dari Evan bahwa kedua orang tuanya datang ke Evermore tadi pagi untuk menemuinya.Mereka jelas ingin bicara dengan Evan, meminta maaf—dengan tidak tulus—untuk melindungi diri mereka sendiri sebelum publik kembali menggali kejahatan yang mereka lakukan puluhan tahun silam lalu menjadikannya bahan hujatan.Secara kasar, Tuan James dan Nyonya Emma ingin satu hal, reputasi mereka terlindungi.Leah benar-benar malu.Ia malu pada Evan yang senantiasa diam dan menahan segala kebencian itu di dalam hatinya. Padahal jika mau, atau jika yang memikul rasa sakit ini adalah orang lain selain dirinya... mereka pasti bisa mempermalukan orang tuanya sejak bertandang ke Evermore.Tapi prianya itu memilih tidak bersikap seperti itu. Yang menunjukkan seberapa tinggi kualitasnya, yang jauh berbeda dengan ayah dan ibunya.Di jam istirahat makan siang ini, Leah baru saja keluar dari sedan miliknya yang ia berhentikan di depan kantor firma hukum milik ayah dan ibunya.Leah memang tidak
‘Pantas saja rasanya perih,’ batin Kayden, telapaknya kembali meraba bagian belakang lehernya sebelum ia memandang pada Evan yang tatapannya menyelidik.“Apa?!” tanya Kayden kala seringai Evan muncul teramat jelas.“Sepertinya saya tahu siapa yang mencakarnya.”“Jangan sok tahu!” Kayden mengatakannya sembari memutar tubuhnya dan gegas memasuki ruang kerjanya.Kayden tahu bekas ‘cakaran’ yang dikatakan oleh Evan itu adalah kuku-kuku Liora yang tadi malam menusuk lapisan terluar kulitnya saat ia mendapatkan kenikmatan batin sewaktu mereka bercinta.Ingatan tentang semalam yang terasa sangat manis di sofa ruang ganti seperti membayanginya kembali. Suara erangan Liora terngiang di indera pendengarnya, manis dan sensual.'Ah ... hmmh ....'Seperti tak akan bosan didengar oleh Kayden.Ia sangat suka saat melihat pipi merona Liora setiap kali istrinya itu menuju klimaks. Ia terlihat cantik saat menggigit bibir atau memanggil Kayden.Biasanya tidak meninggalkan bekas seperti ini. Tapi mungkin
.... Lebih dari pukul delapan pagi saat Evan yang mengemudikan sedan mewah milik Kayden melihat tuannya itu mengakhiri sebuah panggilan. "Rowan baru saja bilang padaku kalau ada sepertinya dia sudah menemukan di mana keberadaan penipu ayah dan ibumu, Evan," kata Kayden yang duduk di kursi penumpang bagian belakang. Mata mereka bersirobok selama beberapa detik di kaca spion sebelum Evan bertanya, "Di mana dia, Tuan Kayden?" "Sedang dekat dengan salah satu pemilik tempat golf yang rencananya akan membuka resort di West Seattle," jawabnya. "Aku rasa kamu tahu siapa pemilik tempat golf yang terkenal di kota ini." Evan mengangguk, membenarkannya. "Watson Lim, maksud Anda?" "Ya." "Selama ini kabar menyebar di antara para pebisnis kalau dia banyak menjebak para pejabat untuk main golf di tempatnya dan bermalam dengan wanita-wanita suruhannya, Watson mengancam akan menyebarkan video mereka kalau mereka tidak mau memberi uang atau izin pendirian bangunan," tutur Evan. "Jadi para pejabat
Kayden duduk dengan punggung yang terasa tegang di samping Liora. Matanya yang beriris gelap tampak berbinar diterpa cahaya lampu yang menerangi ruang ganti. Telunjuknya yang semula tampak kaku seperti sebatang kayu perlahan turun, menjauh dari pipi dan rahang Liora yang tengah diobatinya. Melihat ekspresinya yang lucu membuat Liora bertanya, "Kenapa, Dad?" "Tiba-tiba saja?" Kayden menutup lebih dulu jar berisi salep yang ia bawa, meletakkannya di atas meja sebelum kembali memandang Liora. "Kenapa memangnya? Bukankah kamu sudah biasa aku cium seperti itu?" Bukannya berhenti, Liora meraih wajah Kayden dengan kedua tangannya. Ia kembali mendekat, mendaratkan kecupan di bibirnya, sekali lagi. Sepasang netra Kayden yang masih terlihat kebingungan ikut terpejam seperti yang Liora lakukan. Akhirnya ia membalas ciuman manis itu dengan lumatan yang lembut. Ia merengkuh pinggang Liora, menariknya lebih dekat sehingga gadisnya itu berpindah ke pangkuannya. "Memang sudah biasa berciuman