Home / Romansa / Malam Panas Dengan Mantan Suami / 101. Tolong bantu lepaskan

Share

101. Tolong bantu lepaskan

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-02-26 13:00:31

"Lemes ya wajar, Cal, kamu 'kan lagi sakit. Nanti juga sembuh, nggak usah cengeng!" Ayah mencoba menyemangati, meskipun kekhawatiran masih terpancar dari suaranya.

Aku segera menuangkan air minum, lalu menyodorkannya pada Kak Calvin. Aku teringat dengan kata-kata Dokter yang mengatakan Kak Calvin mengalami dehidrasi. Jadi sekarang dia harus banyak minum.

"Ayok minum dulu, Kak. Kakak nggak boleh berpikir yang tidak-tidak. Kakak pasti sembuh," kataku ikut menghiburnya.

Kak Calvin menurut, meminum air putih itu perlahan, dengan bantuan tanganku.

"Dokter bilang aku sakit apa, Yang?" tanyanya lirih, suaranya masih lemah.

"Kakak terkena parasit pas berenang, selain itu Kakak juga dehidrasi."

"Bukannya aku demam, ya?" Dahinya berkerut.

"Iya, demam itu gejalanya karena parasit yang masuk ke tubuh Kakak." Aku menjelaskan dengan lembut, berusaha meyakinkannya.

"Tapi kayaknya penyebab aku demam bukan karena parasit deh,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
tati inderawati
ha ha ha kocak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   102. Aku kangen

    Aku perlahan menarik selimutnya, dan napasku tercekat. Mata membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang kulihat di bawah sana. Sebuah kepala gajah, lengkap dengan belalai yang cukup panjang, terpatri di sana. Bukan gajah sungguhan, tentu saja. Kak Calvin mengenakan cela*na dalam motif gajah berwarna biru. Konyol sekali. Kenapa dia memakai sesuatu yang seperti itu? Dan kenapa dia ingin menunjukkannya padaku? "Gajahnya lucu 'kan, Sayang?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit gugup. Aku menatapnya; wajahnya memerah. "Apa kamu suka?" "Tapi itu bukan gajah, Kak, itu—" Ucapanku terputus oleh bibirnya yang tiba-tiba menempel di bibirku. Mata melebar, terkejut oleh serangan mendadak itu. Aku ingin mendorongnya, menghentikan ciuman ini. Namun, pelukannya terlalu erat, mencekikku hingga tak berdaya menolak. Ini konyol, bahkan lebih konyol daripada cela*na dalam yang dia pakai. Bagaimana jika Ayah, Pap

    Last Updated : 2025-02-27
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   103. Hanya dusta belaka

    "Kondisi Bapak sudah jauh lebih baik. Besok Bapak sudah boleh pulang," ucap dokter, suaranya lembut namun tegas. Sebuah beban seakan terangkat dari pundakku. Rasa lega bercampur haru memenuhi dada."Terima kasih, Dok," kataku penuh syukur. Tak sabar rasanya ingin segera pulang, supaya bisa memeluk Viona dengan leluasa dan merasakan kehangatan tubuhnya kembali."Kamu kenapa, Vio? Dari tadi kok kamu memegang kepalamu terus?" Suara Papa memecah lamunanku. Pandanganku tertuju pada Viona yang memang terlihat menahan sakit, memegangi kepalanya dengan erat. Wajahnya sedikit pucat."Kepalaku sakit, Pa. Sejak sehabis mandi tadi," jawab Viona lirih, suaranya terdengar lemah. Degup jantungku berdebar kencang. Jangan bilang, Viona sakit kepala karena apa yang telah terjadi semalam. Apakah aku bermain terlalu kasar?"Dokter... tolong periksa istriku juga, Dok," pintaku, suara memohon tersirat dalam ucapanku. Dokter mengangguk, langkahnya tergesa mendek

    Last Updated : 2025-02-28
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   104. Ingin aku sentuh

    "Ayah... di mana Bunda?" tanya Kenzie, suara riang bercampur sedikit ragu. Dia masuk ruangan bersama Bunda Dinda, tangan kecilnya menenteng paperbag besar. Bunda sebelumnya memang sudah datang dan tadi mengajaknya membeli mainan."Bundamu lagi diperiksa dokter, Nak. Nanti juga ke sini lagi," jawab Ayah, suaranya tenang berusaha menyembunyikan kekhawatiran."Kamu beli apa itu? Gede banget!" Aku berusaha mengalihkan perhatian, mencoba menutupi kesedihan yang masih membayangi. Kenzie langsung naik ke ranjang, mata berbinar-binar saat membuka paperbag. Sebuah kapal mainan, besar dan berwarna-warni, lengkap dengan remot kontrol."Kapal-kapalan, Ayah! Ini bisa jalan sendiri, lho!" Suaranya penuh semangat. "Waaah... bagus sekali, Sayang. Nanti besok kita mainkan di rumah, ya, setelah Ayah pulang dari rumah sakit," kataku, suara sedikit parau."Memangnya besok Ayah sudah boleh pulang?" Kenzie menatapku. Aku mengangguk cepat. "Yeay!!"

    Last Updated : 2025-03-01
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   105. Nomor misterius

    "Ayo, Kak. Makan, ya. Aku bikin semur daging, dagingnya empuk banget, sudah kupresto. Semoga Kakak suka," ujar Viona, suaranya lembut, tapi sedikit gugup. Dia mengambil piring dan hendak menyendok nasi, tapi tanganku cepat menahannya. Viona menatapku, bingung. Namun, alih-alih membiarkannya, aku justru menariknya hingga duduk di pangkuanku. "Lho, Kak? Kenapa—" Pertanyaannya terpotong bisikanku yang hangat di telinganya. "Sepertinya, aku ingin memakanmu dulu, sebelum memakan masakanmu, Sayang," kataku, suara serak menahan ha*srat. Pipi Viona memerah, tubuhnya menegang, menandakan dia merasakan hal yang sama. "Kalau kamu diam saja, artinya setuju, ya? Boleh, kan?" "Masa di sini?" Viona bertanya, suaranya pelan, matanya menatapku malu-malu. "Jangan di sini. Kita ke kamar, oke?" Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menggendongnya. Dia tak menolak, malah memelukku erat. Langkahku cepat menuju kamar tamu. Karena mustahil kami melakukannya di kamar utama, Kenzie ada di sana. Meskipun

    Last Updated : 2025-03-01
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   106. Maksud tersembunyi

    Sepulang kerja, aku, Viona dan Kenzie langsung berangkat ke restoran tempat janjian. Namun, raut wajah keduanya tampak lesu, tak bersemangat. Apakah mereka menyesal diajak bertemu Papa dan Mama? Seketika, sebuah pertanyaan kecil terlontar dari Kenzie, mengungkapkan kekhawatirannya. "Ayah... Oma Selly galak nggak olangnya?" tanyanya ragu-ragu, sorot mata penuh ketakutan tak mampu disembunyikan. Aku tersenyum lembut, berusaha menenangkannya. "Nggak, Sayang. Oma Selly baik kok orangnya." Aku mengerti mengapa Kenzie tampak takut. Dia memang belum begitu mengenal baik Mama atau Papa. Terakhir kali mereka bertemu, saat aku dan Viona menikah. Setelah itu, tak lama Mama dan Papa langsung pergi ke luar negeri. Kenangan itu mungkin masih sedikit samar baginya. "Benelan, Ayah? Kalau Opa Lobin?" "Opa Lobin itu siapa?" Dahiku berkerut, bingung. "Maksud Kenzie Opa Robin, Kak," sahut Viona.

    Last Updated : 2025-03-02
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   107. Paket misterius

    "Saya kebetulan juga mau makan malam di sini, Pak. Dan bolehkah saya bergabung dengan kalian?" Kurang ajar sekali, dasar tidak tahu malu! Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu dengan tanpa beban sedikitpun. Andai aku di posisinya, rasa malu sudah pasti membanjiri wajahku. "Kamu ini siapa?" Mama tiba-tiba membuka suara. Kulihat matanya sudah melotot tajam pada Yogi. "Kok tidak sopan sekali, tiba-tiba mau minta bergabung? Ini acara keluarga!" Yogi, yang semula tampak ramah, kini terlihat canggung. "Oh begitu, Bu? Maaf, kalau begitu saya pamit. Permisi ...." Yogi membungkuk, lalu pergi meninggalkan kami. Sesak di dadaku perlahan mereda. Sebuah kelegaan yang tak terkatakan. "Calvin... orang tadi itu siapa? Kok bisa kenal kamu dan Viona?" tanya Mama, penasaran. Wajahnya masih dipenuhi ketidakpercayaan. Mama sepertinya tak ingat wajah Yogi, meski namanya sering disebut Ayah dulu. Padahal, Yogi pernah menjadi asistenku. Mungkin Mama sudah lupa. "Dia Yogi, Ma." Mata Mama membulat. Kag

    Last Updated : 2025-03-02
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   108. Senyum yang sama seperti kemarin

    "Isinya jam tangan perempuan, Pak," kata Pak Satpam, menunjukkan isi paket yang telah dibuka. Sebuah jam tangan perak, cantik dengan permata-permata kecil di sudutnya. Jam tangan itu terlihat mewah, asli, dan harganya pasti tidak murah. Tapi... siapa yang mengirimnya? Untuk istriku? Apa jangan-jangan ada seseorang yang suka dengan Viona selama ini? Tanpa sepengetahuanku? Tidak! Pikiran itu menusukku. Aku tak bisa membiarkan Viona menerimanya. Aku... aku tak ikhlas. Da*daku sesak. Kurebut jam tangan itu, kubanting kasar ke ubin semen berwarna abu-abu tua. Amarah membutakan. Aku mengambil palu dari bagasi mobil. Aku akan menghancurkannya. "Lho, Pak! Kenapa dirusak? Itu 'kan paket untuk Nona Viona." Pak Satpam terperanjat. "Siapapun tidak boleh memberikan hadiah pada istriku, tanpa seizin dariku!" Aku menekankan setiap kata, suaraku bergetar menahan amarah. "Tapi bagaimana kalau hadiah itu dari keluarga Bapak? Dari Pak Andre atau Bu Dinda?" tanya Pak Satpam. "Tidak mungkin

    Last Updated : 2025-03-03
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   109. Tetangga baru

    Aku melepaskan genggaman tangan Viona, menurunkan tubuh Kenzie, lalu melangkah cepat ke arah gerbang, napasku tersengal. Amarah membakar jiwaku melihatnya tersenyum kepada istriku. Rasanya ingin kuhancurkan senyuman itu. "Berhenti tersenyum kepada istriku!" suaraku menggelegar, bergetar karena amarah yang tak terbendung. "Dan apa urusanmu kemari? Pergi!" Kepalaku terasa berdenyut-denyut. "Ya Allah, Pak… galak amat. Jangan begitu dong, kita 'kan sekarang tetanggaan." Yogi terkekeh, suaranya terdengar begitu santai, namun justru membuatku semakin berang. Sia*lan. "Apa katamu?" Aku tersentak. Tetangga? "Kita sekarang tetanggaan, Pak. Saya baru saja pindah ke rumah itu." Yogi menunjuk rumah sebelah kanan, rumah dengan cat biru muda yang tampak baru direnovasi. Rumah yang kemarin masih kosong. Seketika, semua darahku terasa membeku. Ini bukan kebetulan. Ini pasti rencana. Rencana jaha

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 61. Sup bulu

    "Kamu pergilah ke pasar tradisional, terus cari ayam yang masih hidup, Ken, lalu sekalian minta disembelih. Tapi bulunya tidak perlu dicabut dan cari bulunya yang bagus, ya?"Permintaan Bunda membuatku mengerutkan dahi. Ada yang aneh."Kenapa bulunya nggak boleh dicabut dan harus dicari yang bagus?" tanyaku, suaraku terdengar sedikit ragu, kebingungan memenuhi dada. Ini bukan permintaan yang biasa."Karena bulunya itu yang mau dipakai. Si Zea kepengen makan sup bulu ayam katanya, jadi nanti Bunda mau masakin untuknya." Jawaban Bunda semakin membuatku heran."Sup… bulu ayam?" Nama masakan itu terdengar asing di telingaku, benar-benar aneh. "Memangnya bulu ayam bisa dimakan ya, Bun? Setahuku nggak bisa deh." Aku menggelengkan kepala tak percaya.Bunda terkekeh pelan. "Memang nggak bisa, lagian nggak ada dagingnya juga, Ken." Ternyata Bunda juga menyadari keanehannya."Terus... ngapain juga si Zea kepengen makan bulu ayam? Pakai di sup segala lagi." Keheranan dan kekhawatiran

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 60. Obat pembesar

    "Ih enggak!" bantahku dengan gelengan kepala, lalu membuka pintu kamar. "Kalau begitu aku mau mandi dulu deh." "Ya sudah, sana mandi. Ayah tunggu di ruang makan, ya? Jangan lupa cukuran juga biar enak dipandang." Ayah kembali tertawa mengejek, lalu melangkah pergi turun dari anak tangga. Cukuran katanya? Apanya yang perlu dicukur? Rambutku saja masih pendek. Baru kemarin aku potong rambut. * * * "Ken… kamu sudah mendengar dari Zea belum, masalah mahar pernikahanmu?" tanya Ayah, suaranya santai terdengar di antara gemuruh mesin mobil yang kami tumpangi. Hari ini Ayah tidak membawa mobilnya, katanya sedang diservis di bengkel. Kami berangkat kerja bersama. "Sudah, Yah. Kenapa memangnya?" Aku menoleh sebentar, dahiku berkerut, sebelum kembali fokus menyetir. Pertanyaan Ayah membuatku sedikit penasaran. "Masalah rumah dan mobilnya, nanti biar Ayah yang cari. Pak D

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 59. Mikir jorok

    Keduanya lalu menatap kembali Zea. "Selain itu, apa lagi yang Kakek sampaikan?" tanya Ayah, suaranya lembut.Zea terdiam sejenak, menunduk, ragu untuk melanjutkan. "Dia ...," bisiknya pelan, "Memintaku untuk memaafkan apa yang Pak Kenzie perbuat.""Lalu, kamu jawab apa?" tanya Ayah lagi, tatapannya penuh perhatian."Belum sempat aku jawab, Yah, tapi Kakek sudah keburu pergi. Dipanggil pun tidak menjawab," jawab Zea lirih."Apakah wajah Kakek menyeramkan? Bagaimana saat kamu melihatnya?" Kali ini Bunda yang bertanya, suaranya dipenuhi kekhawatiran.Aku sendiri sebenarnya ingin bertanya juga, tapi pertanyaan Bunda dan Ayah seakan mewakili semua rasa ingin tahuku."Wajahnya sama seperti di foto, Bun. Cuma... agak glowing saja."Ayah menatapku, lalu mendekat dan menggenggam tanganku erat. Tanpa sepatah kata, dia menarikku berdiri dari tepi kasur."Sekarang kamu istirahat dulu ya, Zea. Nanti Bibi bawakan

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 58. Aku cemburu

    "Rumah sakit, Bun." Kataku tegas, tak ada waktu untuk ragu. "Ya sudah, ayo. Bunda ikut untuk menemani." "Iya." Aku mengangguk cepat, kemudian menggendong Zea dengan hati-hati. Bunda mengikuti dari belakang, sambil memainkan ponselnya. "Bunda memangnya nggak apa-apa ikut aku? Nanti kalau Ayah cariin gimana?" tanyaku sedikit khawatir. "Ini... Bunda sudah kirim chat sama Ayah. Dia tadi masih tidur, nanti kalau sudah bangun terus nyariin, pasti dia buka HP." Jawab Bunda tenang, menenangkan kekhawatiranku. "Oh gitu, ya sudah." Aku lega mendengarnya. Setelah kami bertiga masuk ke dalam mobil, aku segera melajukan mobil menuju rumah sakit terdekat. Jalanan malam terasa sunyi, hanya diiringi debaran jantungku yang semakin cepat. Setibanya di sana, aku langsung menggendong Zea menuju ruang UGD, jantungku berdebar kencang berharap dia segera mendapatkan penanganan. Bunda dan aku duduk di kursi tunggu, kesunyian terasa mencekam di antara deru napas cemas kami. "Bun... Bunda nggak

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 57. Kamu nggak perlu takut

    "Zea ...."Suara berat itu mengalun lembut, namun berhasil menggetarkan jantungku. Seorang pria berdiri di hadapanku, siluetnya samar-samar dalam cahaya remang.Wajahnya memang asing, namun aura bijaksana terpancar darinya. Usia senjanya terlihat jelas dari kerutan yang menghiasi wajahnya yang sawo matang, bercahaya meski dipenuhi garis-garis waktu. Rambutnya seputih salju, hampir sepenuhnya memutih. Dia mengenakan jubah putih panjang yang menambah kesan misterius.Pikiran berputar cepat.Siapa dia? Bagaimana dia tahu namaku? Dan lebih penting lagi, bagaimana dia bisa berada di sini, di depan kamarku, di tengah malam begini? Selama aku tinggal di sini, aku belum pernah melihatnya sebelumnya."Boleh nggak kita bicara sebentar?" tanyanya, matanya menatapku dalam-dalam, penuh arti. Tatapan yang seolah menembusku, membaca isi hatiku."Bicara apa? Tapi maaf ... Kakek ini siapa, ya?" Aku bertanya, suaraku sedikit gemetar karena rasa was-was yang mulai menguasai. Aku memperhatikann

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 56. Apa kamu suka padaku?

    "Jangan bilang kamu selingkuh dengannya?" Pertanyaan mendadak Pak Kenzie membuatku tersentak. Tuduhan yang begitu tiba-tiba dan tanpa sebab itu sungguh membuatku marah. Apa-apaan dia ini? Mobil yang dikendarainya langsung berhenti. "Bapak ini ngomong apa sih?! Pak Bahri itu mantan bosku di rumah makan Padang, masa Bapak lupa?" "Ingat, tapi kenapa dia menghubungimu? Pasti ada alasannya, kan? Pasti karena kalian ada hubungan!" Nada bicaranya semakin meninggi, menunjukkan ketidakpercayaannya yang begitu besar. "Astaghfirullah, Pak... Bapak jangan su'uzon padaku! Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Dia cuma mau main ke sini." Aku berusaha menjelaskan dan bersikap tenang, walau amarahku masih menggelayuti. "Main?" Matanya membulat, tatapannya tajam seperti elang yang mengintai mangsa. Menurutku, reaksinya itu terlalu berlebihan. Pak Kenzie ini selain plin plan dan menyebalkan, dia juga lebay. "Itu sudah cukup membuktikan kalau dia naksir sama kamu, Zea. Seharusnya tadi k

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 55. Lingerie seksi untuk istriku

    "Kalau kita sudah bercinta, aku bisa tidur nyenyak, dan aku bisa lebih mudah memikirkan biaya mahar itu.” Pak Kenzie menghela napas, mencoba menjelaskan dengan sabar, namun nada bicaranya terdengar sedikit memaksa supaya aku menuruti permintaannya. "Tidur nyenyak?" Aku mendengus kesal. Itu terdengar tak masuk akal. “Jangan mengada-ada, Pak. Setiap malam bukannya Bapak tidur nyenyak?" "Enggak kok." Dia menggeleng cepat, membantah. "Semalam buktinya Bapak tidur nyenyak.” Aku sengaja menekankan kata ‘nyenyak’, karena aku jelas-jelas mendengar dengkur kerasnya semalam. Dia berdusta! “Kamu nggak akan mengerti, Zea. Yang tau tentang ini hanyalah laki-laki. “Kenapa bisa begitu?” tanyaku, merasa kecewa. “Kalaupun dijelaskan, kamu tetap tidak akan paham." Cih! Sifat menyebalkannya muncul

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 54. Kita bercinta

    “Niat Ayah dan Bunda datang ke rumah Papa sebenarnya ingin mengabarkan pernikahan kita, Pak. Tapi Papa malah membahas mahar,” kataku, menjelaskan inti kejadian pagi tadi. Pak Kenzie mengerutkan dahi. “Papamu meminta mahar untuk pernikahan kita?” Aku mengangguk cepat, “Iya. Semua ini gara-gara Juragan Udin. Papa berniat menjodohkanku dengannya karena Juragan Udin berani memberikan mahar rumah dan mobil.” Mata Pak Kenzie membulat. Dia tampak terkejut. “Memangnya Ayah dan Bunda tidak memberitahu Papamu kalau kamu sedang mengandung anakku?” Aku menggeleng pelan, “Tidak, Pak. Sepertinya mereka melakukan itu karena takut Papa marah.” “Terus, Papamu meminta mahar apa untuk pernikahan kita?” “Rumah, mobil, dan uang seratus juta,” jawabku, mencoba bersiap menghadapi reaksinya. Aku sudah menduga dia akan terkejut. “Apa?!” Seruannya kali ini lebih keras, menunjukkan keterkejutan yang nyata. Aku menunduk, menahan malu. “Maafkan Papaku, Pak. Seharusnya Ayah dan Bunda tidak langsung

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 53. Menerimamu apa adanya

    Aku menghela napas lega, ketika kami bertiga akhirnya pulang dari rumah Papa. Meskipun sejak kecil aku tinggal di sana, hampir tak ada sedikit pun kenyamanan yang kudapatkan.Rumah itu lebih terasa seperti penjara daripada tempat tinggal yang sesungguhnya. Kenangan pahit lebih banyak terukir daripada kebahagiaan.Sangat jauh berbeda dengan saat aku tinggal di rumah Ayah Calvin dan Bunda Viona. Baru beberapa hari, aku sudah merasa betah, nyaman, dan diterima sepenuhnya. Bahkan kenyamanan itu sudah kurasakan jauh sebelum mereka menerimaku sebagai calon menantunya. Di sini, aku merasakan kasih sayang dan kehangatan yang selama ini tak pernah kurasa.Hari ini cuaca sangat panas sekali, tubuhku terasa lengket dan gerah. Sebaiknya aku mandi dulu untuk menyegarkan tubuh. Aku juga teringat kalau harus pergi ke mall bersama Pak Kenzie.“Zea… kamu mau ke mana?” Bunda Viona bertanya, suaranya lembut dan perhatian. Pertanyaannya membuat langkah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status