Home / Romansa / Malam Panas Dengan Mantan Suami / 76. Memfitnah tanpa bukti

Share

76. Memfitnah tanpa bukti

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-02-07 13:00:35

(POV Calvin)

"Nona Agnes, kenapa Nona ada di sini?" tanya Viona yang tampak terkejut melihat kehadiran Agnes. Sementara aku, hanya bingung mengapa dia berada di sini. Apa dia ingin menjelaskan padaku secara langsung, tentang peristiwa yang telah terjadi?

Mungkin saja.

"Eh, Viona ... Mas Calvin." Perempuan itu tersenyum menatapku, senyumnya terlihat begitu manis. Dapat kurasakan genggam tangan Viona semakin erat pada lenganku, seolah-olah takut jika aku pergi darinya. "Kalian ternyata ke sini juga? Kebetulan sekali, aku datang karena ingin bertamu."

"Ayok duduk, Cal, Vio," titah Bunda. Dia berdiri, melangkah ke arahku dengan lengan terulur hendak menggendong Kenzie. Tapi bocah lucu yang berada dalam gendonganku itu menolak, menggelengkan kepalanya.

"Ayok kita duduk, Kak." Viona menarikku, mengajak untuk duduk bersama dalam satu sofa. Sementara Kenzie kududukkan di atas pangkuanku. Kulihat wajah Viona cemberut. Aku mengerti, pasti dia tidak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 75. Duduk dipangkuan

    ,"Oma sih maunya laki-laki. Tapi kalau perempuan juga nggak masalah, yang penting dia lahir sehat dan sempurna tanpa kekurangan satupun." Jawaban Oma Selly terdengar bijak. Setelah proses ijab kabul selesai, aku dan Pak Kenzie berpindah ke panggung pelaminan. Sebuah panggung yang terasa begitu luas dan indah dengan dekorasi yang mewah. Satu persatu kami menyalami para tamu undangan yang terlihat asing bagiku, namun Pak Kenzie mengenal mereka semua. Tak lama, seorang fotografer dengan kamera yang besar dan mengkilap, melangkah menghampiri kami. Dia, yang juga telah mengabadikan momen sakral ijab kabul, kini sepertinya akan mengabadikan momen berikutnya. "Mau foto keluarga dulu apa foto berdua dulu nih, Pak?" tanyanya kepada Pak Kenzie. Pak Kenzie langsung mencari-cari keluarganya yang telah larut di tengah kerumunan. Ayah dan Bunda juga terlihat sibuk menyalami para tamu undangan. "Foto berdua dulu deh, Pak. Tapi nanti dulu, masih banyak tamu," jawab Pak Kenzie. "Ya sudah, kalau

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 74. Pernikahan terakhir

    Lho… sepertinya pernikahanku dan Pak Kenzie sudah sah, ya? Aku baru tersadar. Sepanjang prosesi tadi, aku terlalu larut dalam pikiran tentang Papa, sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa prosesi pernikahan telah selesai. "Kamu kenapa sih, Zea? Ayok cepat. Orang-orang sudah menunggu." Suara Pak Kenzie sedikit menekan, nada suaranya mulai berubah, tampaknya dia mulai kesal karena lamunanku yang berkepanjangan. "I-iya." Aku menjawab dengan terbata-bata, masih sedikit linglung. Aku langsung mengambil salah satu cincin dari kotak itu, cincin emas yang berkilauan, lalu memakaikannya ke jari manis Pak Kenzie. Setelah itu, gantian Pak Kenzie yang memakaikan cincin padaku. Namun, sebelum itu, dia melepas cincin yang sudah aku pakai saat pernikahan siri dengannya. Dia menyimpan cincin itu di saku jasnya, tanpa penjelasan. Entah maksudnya apa, aku sendiri tidak bertanya. Aku terlalu lelah untuk memikirkan hal itu. Aku segera mencium punggung tangannya, lalu berlanjut dia yang mencium ken

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 73. Menikung dari belakang

    "Pak Kenzie, kenapa Bapak tega merebut Zea dariku?!" Teriakan itu menusuk telingaku seperti sebilah pisau.Mas Jamal… wajahnya merah padam, urat-urat lehernya menegang, mata merahnya melotot tajam, mengintimidasi. Tubuhnya gemetar menahan amarah yang meluap-luap.Baru kali ini kulihat kemarahannya. Tapi… kenapa dia bisa ada di sini?Setahuku, saat Pak Kenzie menikah dengan Nona Helen, dia masih menjaga rumah, setia menjalankan tugasnya. Apa mungkin… ini semua karena aku? Karena akulah yang menikah dengan Pak Kenzie?"Apa-apaan kau Jamal! Berani-beraninya membuat kegaduhan di acara pernikahanku!" Suara Pak Kenzie menggelegar, membuatku tersentak.Dia sudah berdiri, jas hitamnya tampak tegang, mencerminkan amarahnya yang membuncah. Tangannya mengepal kuat. Wajahnya memerah, napasnya memburu.Tentu saja, dengan tabiatnya yang gampang emosi, Pak Kenzie jelas marah besar. Apalagi kejadian ini dilihat bany

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 72. Hari yang ditunggu-tunggu

    "Emm ...," aku menggantung kalimatku, mencari kata-kata yang tepat. "Belum kepikiran, Bun." jawabku akhirnya, sedikit canggung. "Ya udah, nggak perlu dipikirkan sekarang. Santai saja." Bunda mengelus pundakku penuh perhatian. Aku hanya mengangguk. *** "Bundaaa!!" Jeritan bahagia itu memecah hiruk pikuk Bandara Soekarno-Hatta. Gelombang manusia berlalu-lalang, arus deras yang tak pernah berhenti. Suara roda koper beradu dengan derap langkah kaki terburu-buru. Di tengah keramaian itu, seorang perempuan yang kuyakini adalah Keiko berlari menghamburkan pelukan kepada Bunda. Rambut pirangnya yang tergerai berkilauan, kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Dua koper besar tergeletak di lantai, tak dihiraukannya. Bunda menyambut pelukan itu dengan erat, tangis haru tertahan di balik senyumnya yang merekah. "Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah sampai Indonesia. Bagaimana kabarmu, Sayang? Baik?" Suara Bunda bergetar, penuh kelembutan. Jemarinya yang lembut menyentuh kedua pip

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 71. Jangan genit

    "Tapi masalahnya masa Ayank sih, Pak? Menurutku itu panggilan alay." Zea masih ragu, menunjukkan keraguannya terhadap pilihan panggilan tersebut. "Alay apanya? Justru itu biar kelihatan kita adalah pasangan romantis. Ah pokoknya mulai sekarang... aku mau kamu memanggilku dengan sebutan itu!" "Nggak ada yang lain apa, Pak, selain Ayank?" Zea bertanya sambil meringis geli. Menurutku, yang alay justru ekspresi dia yang seperti itu. "Kalau nggak mau Ayank, berarti Bebeb." "Ih apalagi kalau Bebeb! Lebih alay, Pak!" Zea menolak dengan tegas, menunjukkan ketidaksukaannya. "Aku nggak peduli mau kamu anggap alay atau apa, intinya aku mau dipanggil Ayank atau Bebeb sama kamu, titik!" tegasku tanpa penolakan. Zea ini kenapa sih, suka sekali membantah. Padahal seharusnya seorang istri itu nurut apa kata suaminya. Sebuah rasa kesal mulai muncul dalam hatiku. "Ya ampun ada apa sih? Kok malam-malam ribut?" Ayah tampak sudah duduk dan memerhatikan kami berdua. Sepertinya perdebatan kami tadi m

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 70. Panggilan spesial

    "Benar, Ayah. Aku ingin ikut menginap saja menemani Pak Kenzie," jawab Zea.Ribuan kupu-kupu berdansa di perutku. Rasa senang yang luar biasa membuncah, memenuhi seluruh rongga dada. Aku merasa puas, puas sekali dengan jawabannya. Sebuah beban seolah terangkat dari pundakku."Kamu yakin bakal bisa tidur? Tidur di rumah sakit itu 'kan nggak enak." Ayah tampak ragu, menunjukkan kekhawatirannya yang tulus. Dia menatap Zea dengan tatapan penuh tanya, mencari kepastian. Sorot matanya terpancar kekhawatiran yang dalam.Sejak tahu Zea hamil, aku merasa bukan hanya Ayah, tapi juga Bunda, jauh lebih menyayangi Zea ketimbang aku."Kalau memang Zea kepengen menemaniku ya biarkan saja, Ayah. Lagian Zea ini 'kan calon istriku, wajarlah kalau dia menemani." Suaraku terdengar sedikit menantang, mencoba menegaskan posisiku."Bukan masalah itu, Ayah tahu Zea memang calon istrimu. Tapi ... Ayah cuma khawatir nantinya dia tidak bisa tidur." Ayah mencoba menjelaskan, suaranya lembut, namun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status