Pesta itu sangat ramai, Arka sama saja berwajah datar. Tak ada senyuman yang menghiasi bibir, hanya Hana terus nebar senyum dan terus menempel pada Arka. Membuat lelaki itu tak nyaman, dia bersyukur saat diajak berbincang dengan beberapa rekan bisnis nan diperintahkan oleh orang tua mereka untuk datang ke acara ini.
"Ahhh ayo, siapa yang kuat dan tidak mabuk!" tantang salah satu, semua terus berbincang sampai tak terhitung minum keras mereka teguk.Arka bangkit berjalan dengan sedikit sempoyongan, melangkah keluar membuka bagasi yang memperlihatkan Mona meringkuk disana sambil memendam tangisan. Arka merasa terpancing saat melihat hotpants yang dipakai Mona dan tentop berwarna hitan nan tersingkap memperlihatkan perut rata perempuan tersebut. Dengan cepat mendorong Mona untuk berbaring lagi lalu lekas menutup bergegas mengendarai mobil menuju hotel miliknya yang berada di daerah ini."Mas ... kamu mabuk ya!" pekik Mona saat ditarik paksa agar dia turun dar"Apa-apaan lo ha! Ngaku-ngaku jadi calon istri gue, apalagi sebarin kalau gue udah cerai sama Dinda," bentak Arka dihadapan mereka.Hana langsung menunduk, nyalinya menciut saat mendapatkan bentakan dari Arka. Lelaki itu menarik lengan Hana dan cepat ingin melayangkan tangan ke pipi wanita tersebut. Tertahan dengan suara teriakan Adzkia."Ka ... jangan sakiti perempuan!" pekik Adzkia menarik lengan Hana masuk ke dalam pelukannya."Habisnya dia yang kurang ajar, Mah. Coba mulutnya jangan gitu, Arka gak bakal main tangan," seru Arka menjatuhkan bokongnya ke sofa sedangkan Mona hanya menunduk."Itu karna disuruh Mama, Ka. Jadi kamu jangan sakitin Hana," seru Adzkia dengan suara gemetar ia tak menyangka Arka semarah ini."Kenapa Mama bersikeras menjodohkanku sama dia, Arka tidak akan sudi menikah dengan dia camkan itu!" seloroh Arka lalu menarik lengan Mona agar di sisinya."Sebentar lagi kami akan menikah, sepulang dari sini Arka ak
Pernikahan itu terjadi, mereka kini telah duduk dipelaminan setelah acara ijab kabul itu. Perasaan Mona sangat gugup, apalagi yang datang kebanyakan orang terhomat dan wartawan. Hana datang dengan penampilan bak model, berjalan berlonggak lenggok mendekati pelaminan."Selamat yah," ucap Hana dan bersalam lalu bercipika-cipiki sambil berbisik."Ingat! Aku tidak akan membuat hidupmu tenang, aku akan mengambil Mas Arka karna dia pantas bersanding denganku bukan denganmu," tutur Hana pelan lalu beralih memeluk Arka lelaki itu hanya diam tak membalas.Setelah acara repsesi selesai, Mona diboyong ke apartemen Arka. Lelaki itu langsung menjatuhkan bokong ke ranjang. Tubuhnya sangat letih, tatapan datar tertuju pada Mona yang terus berdiri."Kenapa berdiri terus! Ayo cepat duduk," perintah Arka dibalas anggukan kaku Mona dengan ragu-ragu mendaratkan bokong ke ranjang."Ayo lebih dekat! Kaya kita belum pernah gituan aja," gerutu Arka menarik Mona
Tubuh Mona terasa tak enak, memilih tidak masuk sekolah. Ia memijit kening yang sangat pusing dan mual meradang. Ia bingung kenapa tiba-tiba sakit begini, tak biasanya. Karena dia selalu makan makanan sehat, Mona memejamkan netra berusaha buat tidur."Ah ... hoekkk." Mona yang baru saja memejamkan mata malah ingin muntah, bergegas berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya."Haduh ... kenapa perutku mual banget, apa aku harus berobat ya," gumam Mona menyandarkan tubuh di dinding."Mendingan pergi aja kalau begini terus jadi lemes," monolog Mona saat sekali lagi mengeluarkan isi perut yang hanya keluar cairan saja.Mona bergegas memesan taksi online, lekas meraih tas dan melangkah keluar. Setelah masuk ke mobil, Mona memerintahkan agar sopir lebih cepat melajukan kecepatan kendaraan roda empat ini. Beruntung jalan tol sedang tak macet, sesampai di sana Mona langsung mendaftar dan menunggu gilirannya."Dari gejala Mbak kayan
"Maaf buat kamu menunggu, Sayang," ucap Arka membuat Mona terkejut lalu lekas memasukan handphone ke tas."Gak papa, Mas. Kan, Mas, lagi cari uang buat anak kita," tutur Mona membuat Arka terdiam."Semoga Arka junior cepat hadir di rahimmu," kata Arka ikut duduk lalu mengusap perut Mona."Mas, aku punya kado buat kamu," ucap Mona mengeluarkan kado dari tas dan menyodorkan pada Arka."Ini, kan, bukan hari ulang tahunku. Makasih kadonya, Mas buka ya," tutur Arka dibalas anggukan Mona."In ... ini bukannya hasil USG dan tespack?" tanya Arka dengan terbata, ia mengambil kertas itu."Iya, Mas," balas Mona singkat."Ini punya siapa, Sayang. Jangan membuatku melambung tinggi terus kamu jatuhkan, Mas akan terus bersabar sampai benih Mas tumbuh," ujar Arka pelan, ada rasa kecewa karena memang lelaki itu menginginkan anak dari sang istri."Ish ... Mas, mah. Coba deh baca di hasil USG itu nama siapa," seru Mona dengan kesa
"Dari siapa sih, Sayang?" tanya Arka menatap istrinya."Apa yang harus aku lakukan," batin Mona berseru sambil mencengkram handphonenya."Sayang," panggil Arka membuat Mona tersentak kaget."Anu ... Mas, ini ada pesan dari." Mona memilih tak mengucapkannya, memutuskan langsung menyodorkan handphone pada Arka. "Dinda," gumam Arka saat melihat barisan huruf yang merangkai menjadi kata. "Iya, Mas. Dia chat aku, aku harus gimana, Mas?" tanya Mona pelan, ia sungguh bingung."Untuk apa uang sebanyak itu, dia, kan, sudah mengambil hartaku," seru Arka memikirkan apa alasan mantan istrinya yang sekarang berstatus kakak ipar. "Gak tau, Mas. Itu terserah, Mas. Mas mau bawa kasus Kak Dinda ke kantor polisi silahkan, aku tau perbuatan Ka Dinda salah," ujar Mona dibalas anggukan Arka."Mumpung ada nomor Ka Dinda, bisa dilacak," lanjut Mona lagi membuat Arka gemas lalu mengacak-acak rambut istrinya."Mas sayang k
"Gak osah teriak-teriak kali, norak bangat! Sebentar gue ambil uangnya," seru Dinda kesal lalu mengeluarkan uang di tas dan memberikan ke tangan wanita itu."Nih! Gue bayar lunas, udah lo sono pergi. Makasih dah di kasih minjem, gue tau lo mau mempermalukan gue, kan," sinis Dinda membuat wanita itu mencebik kesal lalu menghentakan kaki melangkah pergi."Hey, Din," sapa Sinta yang berada di kiri kontrakan Dinda. Dinda menatap malas Sinta, ia memilih masuk ke kontrakan tidak memperdulikan wanita itu. Sedangkan Sinta memandang kesal kepergian Dinda. Dia berniat meminta uang karena tetangganya itu seperti memiliki banyak cuan sekarang. Dengan menghentakan kaki kesal, Sinta langsung ke kontrakan yang di tempati janda tersebut.*** Waktu berlalu begitu cepat, Dinda terus meminta dikirimkan uang saat dia butuh. Sedangkan Mona terus mengirimnya setelah diizinkan Arka. Arka sudah tahu kenapa Dinda memeras Mona dan Arka merasa iba saat tau p
Arka segera membantu Mona mengganti pakaian. Wanita itu sudah tak malu-malu lagi karena sudah tak sanggup memakai pakaian sebab perut sudah besar. Selesai menolong sang istri, Arka langsung keluar dan menatap kesal ke arah dua orang masih berada di kediaman sehabis membikin kekacauan."Lo gak tau malu banget sih, pergi sana dari rumah gue! Jangan injakan kaki ke sini lagi," usir Arka menatap murka pada Hana."Ma-Mas ... Hana gak maksud nyiram Mona," cicit Hana pelan, jemarinya saling memilin karena takut melihat sorot mata Arka."Iya gak maksud, cuma memang lo rencanain. Cepat pergi dari rumah gue!" bentak Arka menunjukan pintu keluar, wajah Hana sudah sendu dan mata berkaca-kaca."Ka ... sudahlah, Mona juga gak papa ini, kan," ujar Adzkia membuat Arka mendengkus kesal lalu memilih melangkah pergi menuju kamar."Terus kalau Mona kenapa-kenapa dia mau tanggung jawab Mah, udahlah Mah. Jangan belain dia terus, besar kepala nanti," tutur Ark
Mata Adzkia membulat sempurna lalu bergegas bangkit merebut ponsel Arka. "JANGAN! Jangan beli tiket pesawat, Arka tidak akan ke mana-mana, awas kalau beli tiket pesawat," ancam Adzkia lalu mematikan sambungan telepon itu."Mama ...," tegur Arka kesal lalu hendak meraih handphonenya tetapi di sembunyikan oleh Adzkia yang terus menggeleng."Mama mau berubah, tolong jangan pergi," pinta Adzkia dengan suara lirih menatap sendu anak semata wayangnya." Tapi kalau Mama melukai hati istriku lagi, maaf ... mendingan kalian tak saling bertemu saja bukan, caranya ya itu, kami akan pergi ke luar negeri yang tak akan ku sebutkan di mana," tutur Arka pelan dibalas gelengan lemah Adzkia."Mama janji bakal menerima Mona," kata Adzkia menggenggam jemari menantunya membuat Mona menoleh."Tolong ... bilang sama Arka, jangan tinggalin Mama, Mama sudah tua, Mon," ujar Adzkia menatap memohon pada menantunya, Mona mencerna semua perkataan sang mertua lalu men