Tersedia Season 1 & 2 SEASON 3 / SEQUEL BERJUDUL : Gadis Kampung itu, Istriku! "Sakit! Lebih sakitan aku sialan! Apa kamu tak mengerti, bahwa kakak biadapmu itu kabur. Membawa uang dan perhiasan yang aku berikan," bentak Arka lalu melepaskan jambakan beralih menatap kedua pipi Mona sampai memerah. "Itu tidak mungkin, Mas," ucap Mona menggelengkan kepala, lututnya terasa lemas dan jatuh duduk di lantai
View MoreSemua barang berserakan di lantai saat Mona memasuki kediaman. Bahkan sebagian pecah berkeping-keping, suara nyaring terdengar di kamar kakak iparnya. Membuat ia terlonjak kaget, tanpa melepaskan tas yang masih menggantung di punggung. Dia berlari menuju sumber lalu mata terbelalak kala mendapati pria menikahi kakaknya terduduk di atas ranjang dengan wajah memerah dan memegang selembar kertas dengan ekspresi kelam.
"Mas, ada apa?" tanyanya memandang Arka. Lelaki itu mendengar suara seseorang langsung mendongak, matanya begitu tajam seperti sembilah pisau. "Pergi!" bentak pria tersebut. Lelaki itu bangkit, tatapannya bagai laser siap menembus tubuh Mona kapan saja. Wanita tersebut terkejut spontan menunduk kala mendapatkan bentakan dari Arka. Ia segera berlari keluar dan melangkah menuju kamar untuk menganti pakaian dan mencari sang kakak. "Kak Dinda ... Kak Dinda, kamu di mana!" teriak Mona. Matanya masih terus mencari dengan kaki bergerak melangkah ke seluruh sudut kediaman. Suara gadis itu menggema, namun tidak mendapatkan balasan. Dia sudah tinggal selama dua bulan di kediaman pasangan ini. Setelah orang tua mereka tiada, gadis tersebut dibawa kemari. "Dia gak ada," seru Arka dingin. Suara tersebut membuat ia menghentikan langkah kakinya, nada lelaki itu begitu dingin menusuk jantung. Padahal saat mereka memboyong dia, pria tersebut begitu memanjakannya bahkan menyekolahkan di sini. Aura menyeramkan menguar dari tubuh Arka, dari manik mata terpancar kebencian sangat dalam. Ia begitu tajam memandang Mona dari tangga. "Kak Dinda, dia belanja ya, Mas." Wanita itu bersuara dengan nada sedikit terbata-bata, ia memeluk tubuh merasakan hawa mengerikan yang menguar, membuat dia bergidik dan membuatnya menundukkan kepala spontan. "Dia pergi ... dan gak akan kembali lagi," balas lelaki itu dingin bak dikutub utara. Gadis itu mengerjap mendengar perkataan sang kakak ipar, otaknya masih berusaha mencerna ucapan lelaki tersebut. "Maksudmu apa, Mas?" tanya Mona pelan. Dia berusaha mengusir pikiran buruk dari benaknya, ia spontan bertanya pada Arka yang langsung dibalas senyum sinis oleh pria tersebut. Dengan langkah mantap mendekati gadis tersebut dengan pandangan sengit. Rasa takut bersarang dihati, ia spontan mundur saat Arka sudah berada di dekatnya. Gerakkan tiba-tiba Mona, membuat sang kakak ipar dengan cepat mencengkeram kuat lengan adik Dinda yang berusaha menghindar. Dengan kasar ia menjambak rambut Mona, membuat sang empu mengerang kesakitan dan berusaha agar Arka melepaskan cengkeramannya. "Aaa ... Mas, sakit!" Suaranya begitu terdengar menyakitkan, dia berusaha melepaskan diri dari siksaan Arka. Namun, lelaki itu justru semakin memperkuat membuat sang empu meringis, air mata mulai berlomba-lomba jatuh dari kelopak mata. "Sakit? Lebih sakit aku, sialan!" sembur lelaki itu. Wajah Arka merah padam, menandakan ia sangat dipenuhi amarah. "Apa kamu masih gak ngerti! Kakak biadamu itu kabur, sialan! Membawa uang dan perhiasan yang kuberikan," lanjutnya dengan nada membentak. Dia melepaskan jambakannya dan mendorong Mona, membuat sang empu terhuyung jatuh ke lantai. Lelaki itu membungkukkan badan lalu menampar wajah sang adik ipar membuat pipi mulus tersebut memerah. "Itu gak mungkin, Mas ...." Suaranya tenggelam dengan tangisan, ia menggelengkan kepala. Lututnya terasa lemas, pipi masih sangat panas akibat tamparan Arka. "Aku juga berpikir begitu! Tapi ini kenyataannya, Mona! Kakak sialanmu itu pergi." Selesai mengatakan amarahnya, lelaki itu tanpa aba-aba langsung menendang Mona. Membuat tubuh gadis ini terhempas, sudut bibir berdarah. "Masuk ke kamar!" perintah lelaki itu dengan suara nyaring dan bengis. "Atau kamu bakal mati ditanganku hari ini," lanjutnya. Dengan badan gemetar dan tangisan berusaha ia tahan, Mohon segera bangkit. Ia menyeret langkah menuju kamarnya, menahan sakit di sekujur tubuh. Begitu pintu tertutup, dia menangis histeris, mata dia memandang langit-langit dengan mata sembab. "Kak ...." "Apa kamu benar-benar pergi? Kamu benar-benar sialan! Kamu meninggalkan aku dan kakak ipar yang begitu mencintaimu," ujarnya pilu dengan nada gemetar karena isakan. Ia bergerak mendekati ranjang, membuk laci mencari obat luka. Namun tangannya justru menyentuh sebuah kertas yang tertergeletak di dalam. "Apa ini," gumamnya pelan. Jemari yang masih gemetar, ia segera mengambil kertas yang hanya terlipat sekali. Wanita itu mulai membaca tulisan tertulis di sana. ^^^ ISI SURAT : Mona, Kakak pergi bersama pria yang kakak cintai. Kakak sudah gak tahan hidup sama Arka. Dia terlalu kaku, gak romantis dan lemah di ranjang. Kakak punya fantasi, dia tidak bisa memenuhinya. Jadi kamu tinggallah dengannya, kakak juga sudah meninggalkan surat buat dia. Menurutlah, layani dengan baik, agar kamu bisa meraih cita-citamu. Gantikan kakak jadi istrinya.Beberapa tahun berlalu, anak perempuan Mona kini beranjak dewasa, ia berusia tujuh belas tahun. Sedangkan putranya sembilan tahun. Sepasang suami istri itu kini menjemput Ghibran. "Jangan suka bolos dong, Sayang. Momy pusing selalu dipanggil ke sekolah gara-gara kelakuan kamu," nasihat Mona. Ghibran hanya menganggukan kepala, lelaki itu malah memainkan ponselnya. Arka yang melihat dari kaca geram, ia menghentikan kendaraan roda empat dan menatap kesal ke arah Ghibran. "Ghibran! Kamu denger gak sih kata Momy, kalau dinasihatin itu dengerin! Jangan sambil main handphone," omel Arka. Ghibran yang mendengar omelan Papanya itu langsung memasukan benda pipih tersebut ke saku. Ia segera menundukan kepala kala melihat tatapan tajam Arka. "Ghibran dengerin kok, Dad." Arka yang mendengar sahutan dengan nada malas itu membuat ia geram. Lelaki tersebut turun, lalu membuka pintu belakang. "Ayo turun! Kamu pulang jalan," sentak Arka. Mona yang mendengar itu membulatkan mata, sedangkan
Sorenya Dara benar diantarkan pindah oleh Amel, bahkan wanita itu terkejut karena semuanya telah disiapkan. Kini hanya Dara dan Annisa yang berada di kontrakan. Mona telah pergi bersama Gaia, Ghibran di gendongannya, pulang pakai taksi. Annisa merapikan semuanya, sedangkan Dara melihat sekeliling. Kontrakan ini sudah dibiayai beberapa bulan, kalau sudah sembuh dan melakukan operasi lagi. Ia berencana melamar kerja diluar. "Mendingan kamu istirahat aja, lumayan capek juga kan sampai sini," seru Annisa. Perempuan itu kini tengah memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas pekerjaan jadi bertambah, Anisa berdoa semoga Dara tidak mengerjainya. Dara menganggu, dia perlahan menuju kamar dan berbaring di ke ranjang. "Ahh ... tempat ini sangat kecil sekali, jauh berbeda sama kediamannya. Tapi ... udah dikasih tempat aja allhamdulillah." Dara berkata dalam hatinya, ia memejamkan mata lalu terlelap. Sedangkan Annisa sibuk memasak dan merapikan barang. Dia mengembuskan napas lalu langsung du
Setelah mengatakan itu, Mona langsung membuka pintu. Lalu matanya melihat kedua asisten. "Tenang aja, kalian bisa lakuin pekerjaan lagi. Aku mau menyelesaikan urusanku dulu," ucap Mona lembut. Setelah mendapatkan anggukan, Mona langsung menutup pintu lagi. Tatapan itu tajam bak pisau yang baru diasah. Dara yang mendapatkan itu, mendadak nyalinya menciut. "Aku menyayangimu, aku menganggapmu sebagai saudara. Tapi inikah balasanmu, hendak merebut suamiku!" sinis Mona. Mona mencengkram bahu Dara dengan kuat, melampiaskan kekesalannya. Lalu ia mengembuskan napas menetralkan kemarahan dan kekecewaan pada sang teman. "Sudahlah, yang penting Mas Arka gak melirik sedikitpun. Tapi tetap saja! Hati ini hancur gara-gara kamu melakukan hal itu," ungkap Mona. Dara juga ikut menitihkan air mata, ia menepis tangan Mona yang memegang bahunya. Wanita itu langsung mengambil buku dan pulpen di laci lalu menulis sesuatu dan memberikan kepada Mona, kemudian mengempaskan bokong ke ranjang karena kaki
Arka menghela napas kala mendengar dengkuran halus sang istri. Ia memilih tidak ambil pusing dam ikut menjelajah alam mimpi. Sedangkam di kamar Dara, wanita itu terus memikirkan apa yang dikatakan Mona. "Apa dia tau?" Dara bertanda pada dirinya sendiri, karena frustasi menjambak rambut. "Ahh ... ini membuat gue pusing, apa yang harus dilakukan." Wanita itu terus memonolog, ia menjatuhkan tubuh ke kasur. Memikirkan perkataan Mona. Dia sangat frustasi, berkali-kali memukul kasur karena pusing. " Ah ... ini sangat memusingkan, kalau dia tahu kenapa masih bersikap baik." Dara terus bergelut dengan pikirannya tanpa sadar telah lelah karena kelelahan. Waktu berlalu begitu cepat pagi tiba. Kini mereka tengah sarapan bersama, sesekali Dara melirik Mona terlihat wanita itu biasa saja. "Dara Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," lontar Mona. Mendengar perkataan Mona, Dara langsung memandang dia lalu mengangguk sebagai jawaban. "Setelah sarapan, kita bicara di kamar kamu," ucap Mona.
Acara itu akhirnya selesai, yang mendekorasi halaman ini telah pulang. Begitu pula Atha, kini semua tengah beristirahat di ruang tengah."Aku mau nidurin Ghibran dulu, lihat matanya udah berat banget. Tadi berisik jadi dia gak bisa tidur," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia tengah menimang Ghibran. Gaia dan Arka mengangguk mengiyakan. "Mama, Pah, aku juga mau bobo. Ngantuk banget nih," celetuk Gaia.Arka bangkit lalu melangkah mengikuti sang anak."Sini Papa anter," sahut Arka.Gaia menoleh menandang sang Papa. Ia mengeryitkan alis karena merasa aneh dengan tingkah lelaki itu. "Tumben," celetuk Gaia.Mona yang mendengar itu tertawa."Takut kamu iri sama Ghibran, makanya Papa menggantikan Mamamu buat antar putri kecil ini," ujar Arka.Arka berjongkok, ia mengusap kepala Gaia dengan sayang."Apaan sih, Pah. Aku juga ngerti dong, akukan sekarang seorang Kakak," ujar Gaia.Gaia langsung mempautkan bibirnya, ia menatap kesal sang Papa.Sedangkan Mona yang hendak pergi tak jadi, i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments