Bab 9
“Ini pasti ada kesalahan! Mana mungkin saya ditawarkan jadi cleaning service?!” sahut Nizam dengan setengah panik.Jeny yang ada di seberangnya juga tampak bingung."Ini sudah menjadi keputusan direktur Jaya Corp, tidak bisa diganggu gugat." Dari sisi telepon yang lain, terdengar perwakilan HRD Jaya Corp dengan suara yang tegas. "Jika Anda menolak, maka tawaran ini akan diberikan pada orang lain."Mulut Nizam menganga, tentu dia ingin protes dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak benar itu. "Tapi, ini pasti ada kesalah–""Saya menunggu jawaban Anda, satu kali dua puluh empat jam. Terima kasih."Belum sempat membalas, panggilan tersebut telah terlebih dahulu diakhiri, membuat Nizam melongo di tempat.Jeny yang sejak tadi terus mengamati Nizam pun ikut mengerutkan keningnya. "Kenapa, Zam? Kok kamu sebut-sebut cleaning service?" tanyanya.Nizam langsung mengalihkan pandangan pada Jeny. "Kamu yakin ‘kan ketika kita bicara dengan Pak James tadi kita sudah jelas bilang aku mau jadi manager?”Jeny membalas, “Kamu ‘kan tadi bareng sama aku di ruangan. Kamu juga dengar Pak James janji berikan kamu posisi itu.”James adalah direktur HRD Jaya Corp. Pria yang Jeny sogok untuk membantu Nizam mendapatkan posisi tinggi di perusahaan tersebut. Kebetulan, pria itu juga bekas bawahan sang ayah, jadi jelas James tidak akan menentang permintaannya!“Ya kalau begitu, kenapa aku diterima di Jaya Corp untuk jadi cleaning service?! Apa-apaan ini?!" Nizam berucap dengan nada tinggi, tak bisa menyembunyikan perasaan marah dan kecewa.Mata Jeny terbelalak kaget. "Yakin kamu nggak salah dengar?" Jeny ikut melongo.Nizam memutar bola matanya malas dan kemudian kembali berkata, "Aku nggak tuli, Jen!" Diletakkan dengan kasar ponsel kesayangannya di atas meja cafe dengan kasar.Jeny kaget mendengar kalimat kasar yang diucapkan Nizam itu. "Ya santai aja dong jawabnya!? Aku ‘kan nanya! Kenapa kamu jadi marah sama aku?" Intonasi suara Jeny pun meninggi.Nizam mengusap wajahnya kasar, sadar karena baru saja berkata kasar pada Jeny, wanita yang seperti angsa bertelur emas miliknya. Kalau Jeny marah padanya dan memutuskannya, bisa-bisa Nizam kehilangan segalanya!Sia-sia dia menceraikan Rara. Sudah nggak ada pembantu, nggak dapat pekerjaan bagus juga!"Maaf, Jen. Aku tadi terbawa suasana." Nizam pun memeluk Jeny agar wanita itu tak lagi marah. "Jangan marah ya, Cantik. tadi aku kebawa emosi banget. Habis ketemu si Rara, eh malah sekarang dapat berita kayak gini."Jeny yang masih dongkol hanya diam saja dengan mengalihkan pandangan dari Nizam."Jangan marah lagi dong, aku nyesel banget. Suer! Nanti cantiknya ilang loh." Nizam kembali membujuk kali ini sambil mencubit kecil hidung Jeny.Diperlakukan seperti itu, Jeny pun akhirnya luluh. "Oke kali ini aku maafin! Tapi awas kalau gitu lagi. Aku nggak suka sama lelaki kasar."Nizam mengangguk dan merasa senang karena bisa kembali mengambil hati Jeny.Beruntung Nizam memiliki paras yang juga cukup tampan. Ditambah dengan mulutnya yang manis dan sikapnya yang perhatian, jelas saja Jeny mabuk cinta dibuatnya.Setelah suasana kembali normal, Jeny pun berkata. "Coba aku tanyain hal ini pada James."Tak perlu waktu lama sebelum panggilannya dengan James terhubung. “Halo, Nona Jeny.”"Pak James, apa benar Nizam hanya mendapatkan pekerjaan di Jaya Corp sebagai cleaning service? Kok jadi begini?" tanya Jeny membuka obrolan itu dengan sedikit menekan suaranya.Setelah terdiam sebentar, James langsung menjawab. "Ini ... sudah keputusan presiden direktur kami yang baru, Nona. Maaf, tapi selain sang presdir, tidak ada orang lain yang bisa mengubah keputusan ini."Kedua alis Jeny menyatu saat itu, dia begitu kaget mendengar jawaban yang diberikan oleh James itu. Biasanya lelaki itu akan menurut karena tahu Jeny adalah anak dari mantan bosnya, tapi kali ini kenapa berbeda?Lagi pula, sejak kapan Jaya Corp punya presdir khusus? Bukannya biasanya hanya diatur oleh para direktur di bawah persetujuan Satria Wijaya? Presdir Wijaya Group itu?"Memangnya siapa presiden direktur Jaya Corp yang baru?" tanya Jeny.Kalau memang Jaya Corp memiliki presdir baru, Jeny harus tahu orangnya dan mendekatinya. Hanya dengan membangun hubungan barulah wanita itu bisa membantu Nizam mendapatkan posisi yang lebih baik.Bagaimana pun caranya, Nizam harus jadi manager di perusahaan besar. Kalau tidak, bagaimana mungkin ayahnya Jeny setuju dia, putri Keluarga Sanjaya, menikah dengan orang biasa dengan pekerjaan rendah!?Samar-samar, Jeny mendengar seseorang sedang berbicara pada James. Akan tetapi, fokusnya langsung beralih saat pria itu membalas, "Jika memang Bu Jeny dan Pak Nizam mau bertemu dengan presiden direktur kami yang baru, saya bisa membuat janji ketemu sore ini dengan beliau. Bagaimana?"Mendengar itu, Jeny menjawab, "Oke. Atur saja!"Setelah panggilan itu diakhiri oleh Jeny, dia dan Nizam langsung ke kantor Jaya Corp sesuai perjanjian.Masuk ke ruangan presdir, tampak sosok James sudah menunggu di sana dengan wajah keruh, sepertinya baru saja ditegur mengenai suatu hal.“Pak James,” sapa Jeny dengan senyum penuh percaya diri, cenderung angkuh.James menganggukkan kepalanya sedikit dan tersenyum canggung. Di sebelahnya, berdiri seorang wanita muda yang Jeny kenali sebagai Linda, seseorang yang sering dia lihat dari dulu berada di sisi Satria Wijaya, presdir Wijaya Group, induk perusahaan Jaya Corp.‘Kenapa orang seperti itu ada di sini?’ batin Jeny.Namun, fokus Jeny beralih saat dirinya melihat Linda menoleh ke arah seorang wanita yang berdiri membelakangi mereka semua selagi menatap keluar jendela. Tubuh wanita itu langsing dan tegap, menguarkan aura anggun dan berkuasa. Wajahnya yang tidak terlihat memberikan kesan misterius dan agung.‘Loh, jadi presiden direktur Jaya Corp perempuan?’ batin Nizam, menjadi agak meremehkan karena atasannya di masa depan adalah seorang wanita.Sementara itu, Jeny langsung menyapa dengan sopan, "Selama siang Bu. Perkenalkan, saya Jeny Sanjaya, putri Keluarga Sanjaya yang merekomendasikan calon suami saya, Nizam Saputra."“Selamat siang, Bu.” Nizam ikut-ikutan tersenyum sopan, berharap parasnya bisa menjadi nilai plus bagi sang presdir wanita itu.Mendengar ucapan keduanya, wanita di depan jendela lantai puncak kantor Jaya Corp itu pun berbalik.Dan saat melihat wajah wanita tersebut, Nizam dan Jeny langsung shok.“R-Rara!?”Dengan senyuman termanisnya, Rara berkata, “Pak Nizam, Bu Jeny, kita bertemu lagi.”“Pak Nizam, Bu Jeny, kita bertemu lagi.”Saat melihat mantan istri yang telah dibuangnya itu tiba-tiba kini berdiri tepat di hadapannya, di ruang presdir Jaya Corp, Nizam spontan mundur satu langkah dengan mulut terbuka. “Rara?!” seru Nizam dengan suara keras, membuat Linda mengerutkan keningnya dengan tidak nyaman, tidak suka nama sang atasan dipanggil langsung oleh pria itu.Tak jauh beda dengan ekspresi yang ditunjukan oleh Nizam, Jeny pun teramat kaget dan sampai membelalakkan matanya. 'Rara lagi?!' batinnya.Hanya saja, berbeda dari Nizam, wanita licik itu lebih mampu mengontrol perasaannya. Dengan agak ragu dia pun bertanya, "Kamu … presiden direktur Jaya Corp?"Otak dua orang itu–Nizam dan Jeny–berputar. Kalau jawaban pertanyaan itu adalah ‘ya’, maka lupakan saja bekerja di perusahaan ini, menginjakkan kaki lagi saja mungkin tidak akan bisa!Akan tetapi, bagaimana mungkin wanita seperti itu bisa menjadi presdir Jaya Corp? Memangnya dia itu putri hilang keluarga kaya!? Nggak m
Suara teh yang dituangkan ke dalam gelas terdengar dalam ruang kantor presdir Jaya Corp yang hening.Jeny dan Nizam tengah duduk berseberangan dengan Rara. Di dekat mereka, sosok Linda tengah menyuguhkan minuman untuk tiga orang tersebut.“Terima kasih, Linda,” ucap Rara setelah minumannya selesai dituang.Di seberang Rara, tampak wajah Jeny dan Nizam agak gelap. Berhadapan dengan Rara dalam posisi seperti ini, membuat Nizam ingin berkata kasar dan mengejek Rara seperti tadi pagi. Hanya saja lelaki itu terfokus pada inti masalah.“Jangan banyak mengulur waktu, Rara. Aku tidak punya waktu untuk dibuang karena harus kembali ke kantor!” celetuk Nizam dengan tidak sabar. “Apa pesan presiden direktur?!”Rara tersenyum tipis, lalu dia pun berkata, "Pesan sang presdir adalah … jika Pak Nizam ingin menjadi manager, maka harus menunjukkan kemampuan terlebih dulu." Dia sudah tidak sudi memanggil mantan suaminya itu dengan panggilan ‘mas’."Main curang dengan rekomendasi buta dan kolusi orang d
"Sial! Kenapa bisa seperti ini sih?!" Di dalam mobil, Nizam memukul setir dengan penuh amarah. "Kenapa wanita itu bisa jadi asisten presiden direktur?! Atas dasar apa?!"Sepanjang perjalanan pulang, Nizam terus menggerutu mengenai sikap Rara dan juga tawaran yang diberikan oleh presdir Jaya Corp. Sementara pria tersebut melakukan tersebut, di sebelahnya, Jeny terlihat melipat tangan dengan wajah serius. Ucapan Rara di ruang sang presdir tadi terus terngiang di otaknya. “Apa Nizam sungguh mencintaimu … atau hanya menginginkan harta dan mendapatkan keuntungan dari dirimu?”Dari detik pertanyaan itu terlontar, jujur saja hati Jeny diselimuti ketidaknyamanan. Bukan hanya karena sosok Rara yang dia kenal dari cerita Nizam jauh berbeda dari aslinya, tapi juga karena ucapan wanita itu menghantui ketenangannya.Diam-diam, Jeny melirik Nizam. Ada sejuta pertanyaan dalam hatinya.Dahulu, Nizam berkata bahwa Rara adalah wanita bodoh dan dekil yang bahkan tidak becus mengurus rumah. Tidak hanya
Mendengar teriakan itu, Rara cukup kaget. Dia sedikit ragu untuk masuk, tapi pada akhirnya tetap memutuskan untuk masuk. Saat itu nampak Satria yang sedang bertengkar dengan sejumlah wanita dan pria paruh baya. Dalam satu kali lirikan, Rara langsung mengenali setiap wajah itu. Mereka semua adalah paman dan bibi dari pihak ibunya!Salah satu wanita paruh baya itu tampak pusing dan memijit pelipisnya, tapi begitu melihat Rara, matanya langsung berbinar. “Rara!?” panggilnya seraya berlari menghampiri Rara dengan mata berkaca-kaca. "Rara, ini kamu, Nak?" Wanita itu nampak meneliti Rara dengan wajah rindu.“Bibi Siska,” sapa Rara dengan senyuman canggung, masih mempelajari mengenai apa yang terjadi.Siska adalah kakak dari mendiang ibu Rara, seorang wanita lembut dan bijak. Rara ingat jelas bagaimana wanita itu satu-satunya orang yang dengan tulus menjaga dirinya saat keluarga ibunya yang lain berperang ingin merebut warisan yang ditinggalkan."Bagaimana kabarmu, Nak?" Rara segera mencium
"Siapa yang berani menyiramku!?!" Erika sontak berteriak sambil mengibaskan rok dressnya. “Kurang ajar!" Dres berwarna merah berbahan sutra itu tampak basah di bagian bawahnya. Kentara juga air panas tersebut menembus roknya dan sedikit membakar kulit Erika, membuat wanita itu semakin naik pitam.Mata wanita itu menyusuri ruangan mencari siapa yang menumpahkan air tersebut. “Siapa yang siram?!” teriaknya sebelum akhirnya menunduk dan mendapati sosok Bella kecil dengan gelas kosong di tangan. Tampak bocah kecil itu menengadah dengan pandangan kosong pada Erika.Sepertinya Bella mendengar semua perkataan buruk Erika pada Rara dan memutuskan menyiram wanita tersebut untuk membela sang ibu."Jadi kamu pelakunya!?" Mata Erika bak elang yang sedang mengawasi mangsanya. "Dasar anak bodoh!" Emosi yang menggebu membuat Erika tidak berpikir panjang dan langsung berniat memukul Bella, tidak peduli apakah gadis itu masih kecil atau tidak.Rara dan Satria langsung terbelalak. “Bella!” Namun, kedu
"Sebelum mendidik anak orang lain atau anak sendiri, aku rasa kamu harus mendidik mulutmu terlebih dahulu!"Segala hal yang berkaitan dengan anak, benar-benar tak bisa diganggu gugat oleh Rara. Karena baginya seorang anak tak ubah seperti selembar kertas kosong, apa yang kita lakukan akan selalu membekas di hati mereka selamanya."Rara! Jangan lancang kamu!" Sebuah suara berat malam terdengar saat itu. "Apa hak kamu terus menjelekkan Erika? Kamu sudah pintar? Jangan sok suci!"Suara itu ternyata milik Herman, adik mendiang ibunda Rara. Lelaki bertubuh agak tambun itu terlihat emosi sambil menunjuk-nunjuk pada Rara. "Kamu itu sudah nggak diterima lagi di keluarga Wijaya! Jangan lupa bahwa dulu kamu yang memutus hubungan keluarga." Herman kembali berucap dengan tatapan tajam.Selama ini lelaki itu begitu menyayangi Erika, apa pun yang anak semata wayangnya itu minta selalu diberikan tanpa terkecuali. Hal itulah yang kemudian malah membuat Erika tumbuh menjadi pribadi yang sombong dan a
Para anggota keluarga yang datang pun langsung menutup mulut mereka rapat. Mereka tahu dengan kemampuan berbisnisnya, Satria tentu bisa menjatuhkan semua orang dalam ruangan tersebut kalau dia sungguh menginginkannya.Melihat keadaan kembali kondusif, akhirnya Siska yang sempat datang untuk membantu Satria dan Rara angkat bicara, “Satria saat ini adalah kepala keluarga Wijaya, apa pun yang dia putuskan, tak bisa diganggu gugat. Kalau kalian semua sudah mengerti, lebih baik kalian semua segera pulang." Walaupun sikapnya lembut, tapi nada bicara Siska sangatlah tegas. Tidak heran, dia adalah anak tertua dari lima bersaudara keluarga ibu Satria dan Rara. Hal itu juga yang membuat adik-adiknya yang lain menurut dan tidak lagi protes. Mereka pulang meski dalam hati masih menyimpan rasa tidak senang.Rara memerhatikan sosok Siska yang menatap kepergian adik-adiknya. ‘Sungguh wanita yang luar biasa,’ batinnya.Kalaupun Siska anak tertua, tapi dia menolak meneruskan usaha ekspor-impor orang t
Ucapan Daffa membuat Siska tertawa, sedangkan Rara hanya bisa tersenyum canggung selagi mengusap kepala bocah tersebut. "Bagaimana Tante, apa mau menikah dengan Papaku?" Daffa dengan polosnya malah masih menanyakan tentang tawarannya tadi. "Yakin deh nanti Tante Rara nggak bakal nyesel kalau nikah sama Papaku. Sudah ganteng, kaya, setia, juga bisa melindungi Tante di saat ada nenek sihir jahat seperti yang itu tadi."Daffa terus merekomendasikan Arjuna dengan getolnya, seperti seorang sales yang sedang menawarkan barang jualan. "Mau ‘kan Tante?" Daffa kembali bertanya sambil menaik turunkan alisnya.Tentu saja apa yang dilakukan oleh Daffa itu sontak membuat Rara tertawa. "Sayang, masalah seperti itu nggak bisa diputuskan sendiri. Harus ada persetujuan dari Papanya Daffa dulu."Dalam hati Rara pun berucap, 'Ini hanya omongan anak kecil saja. Sepertinya Daffa terlalu merindukan almarhum mamanya.'Seperti yang Rara dengar dari ucapan Daffa kemarin, ibunya sudah tidak ada. Jelas dari u