Share

Bab 5 Melaporkan ke Polisi

“Kamu mengumpat saya?”

Nindy langsung membalik tubuhnya dengan cepat saat mendengar suara yang berasal dari belakangnya. Wajahnya seketika memucat saat melihat Billy sudah berdiri di pintu dengan wajah datarnya. Dia terlihat bersandar di pintu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, matanya nampak menyorot tajam dirinya.

“Tidak, Pak. Sepertinya Bapak salah dengar,” jawab Nindy setelah terdiam selama beberapa detik. Dia menggigit bibir bawahnya dengan wajah tegang, takut Billy akan marah karena dia sudah berani mengumpatnya.

“Kamu kira saya tuli?” Melihat aura mengintimidasi yang kuat dari Billy, Nindy pun tidak berkutik untuk membela diri.

"Saya tidak mengatakan Bapak tuli," jawab Nindy lirih.

"Lalu?"

Belum sempat Nindy menjawab pertanyaan Billy, terdengar suara dari arah belakang Billy.

“Permisi, Pak.” Orang yang menginterupsi obrolan keduanya adalah Dewi.

“Ada apa?” Billy menoleh pada Dewi dengan ekspresi kesal, merasa sedikit terganggu dengan kedatangan Dewi yang tiba-tiba.

“Itu ...” Dewi berjalan mendekat, lalu melanjutkan ucapannya, “Saya mau bicara sama Nindy sebentar, Pak.”

Billy hanya diam, tapi dia menyingkir dari pintu, memberikan jalan untuk Nindy yang sudah berjalan menuju Dewi. Dengan wajah datarnya, Billy memperhatikan interaksi keduanya dengan tangan yang kini sudah berada di saku celananya.

“Kenapa?” Nindy bertanya dengan suara pelan setelah berada di dekat Dewi.

“Dimas cari kamu. Dia ada di bawah.”

Nindy mengerutkan kening sebentar, lalu mengangguk. “Iyaa, nanti aku ke bawah.”

Setelah Dewi pergi, Nindy meminta ijin pada Billy untuk pergi sebentar.

“Jangan lama-lama. Saya butuh data itu cepat.” Usai mengatakan itu, Billy melangkah pergi menuju ke ruangannya dengan ekspresi acuh tak acuh.

Nindy menghela napas panjang dengan wajah kesal. Lama-lama berada di dekat Billy membuat tekanan darahnya naik. Dia pun segera berjalan ke bawah untuk menemui Dimas.

“Kenapa, Dim?” tanya Nindy sambil menghampiri Dimas yang sedang menyadarkan tubuhnya di samping kanan pintu mobilnya. Keduanya saat ini sedang berada di parkiran depan kantor Nindy.

“Ini dari mama,” ucap Dimas sambil menyodorkan dua paper bag pada Nindy.

“Kamu habis pulang?” tanya Nindy setelah meraih paper bag tersebut.

Pria itu bernama Dimas itu terlihat tersenyum manis. “Iyaa. Cuma dua hari. Itu mama titip buat kamu, katanya harus langsung kasih ke kamu,” Dimas berdiri tegak, lalu berkata, “Tadi aku ke rumah kamu, tapi kamunya gak ada.”

“Aku udah berangkat.”

“Tumben.”

Biasanya Nindy berangkat pukul 7 pagi dari rumahnya. Itu sebabnya, Dimas merasa heran. Padahal, saat tiba di rumah Nindy, masih pukul 06.40 WITA.

“Iyaa, ada bos baru di kantor, jadi disuruh datang pagi.”

Dimas manggut-manggut mendengar itu. “Ya udah, aku balik, ya?”

“Iyaa, sorry gak bisa ngajak ngobrol. Lagi banyak kerjaan.”

Biasanya, jika Dimas sedang ke kantornya, Nindy akan mengajaknya untuk mengobrol sebentar di kantin kantornya. Berhubung ada Billy, dia tidak bisa melakukan itu, takut mantan kekasihnya itu nanti memarahinya.

“Gak apa-apa. Aku juga harus kerja.”

Setelah berpamitan, Dimas masuk ke dalam mobil. “Nanti malam aku ke rumah kamu.”

Nindy hanya mengangguk, lalu melambaikan tangannya saat mobil Dimas mulai melanju meninggalkan kantornya. Nindy tidak tahu kalau di lantai atas, ada sepasang mata yang sejak tadi menatap ke arah mereka berdua.

*****

Setelah meletakkan paper bag di ruangannya, Nindy kembali ke ruangan penyimpanan dokumen. Namun, ketika melewati ruangan Billy, dia tidak melihat sosoknya di dalam ruangan tersebut.

'Ke mana dia?

Aah, masa bodo. Apa peduliku, terserah dia mau ke mana. Akan lebih baik kalau dia segera kembali ke kantor pusat, biar aku gak perlu lihat dia lagi.'

Nindy kembali melanjutkan langkahnya menuju ruangan yang berada di pojok. Sementara di ruangan lain, masih di lantai 2, Billy sedang duduk di tengah meja panjang bersama dengan dengan tim audit, orang pusat serta Pak Edwin. Dia sedang mengawasi tim audit sambil bertanya pada Pak Edwin mengenai pekerjaan.

“Untuk lebih detailnya, Bapak bisa bertanya pada Nindy, karena semuanya dia yang mengurus," ucap Pak Edwin saat Billy menanyakan mengenai beberapa berkas penting padanya.

“Apa mungkin Nindy juga terlibat dengan kasus penggelapan yang dilakukan Pak Edwin?” tanya Billy dengan wajah serius. Pasalnya, beberapa dokumen yang janggal ada tanda tangan Nindy di dalamnya.

“Saya juga tidak tahu, Pak, tapi menurut saya tidak mungkin. Selama bekerja di sini, dia salah satu karyawan yang baik dan jujur. Tidak pernah sekali pun berbuat curang.”

Billy terdiam sejenak kemudian berkata, “Saya akan periksa dengan teliti. Jika terbukti dia terlibat dalam kasus penggelapan ini, terpaksa saya juga harus memecatnya sama seperti Pak Hengky.”

“Jika seandainya Nindy juga terlibat, apa Bapak juga akan melaporkannya ke polisi seperti Pak Hengky?” tanya Pak Edwin dengan wajah seriusnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status