POV Darma
Seperti biasa tugasku sebagai kepala pabrik mesti mengawasi tiap kegiatan di pabrik. Alhamdulillah sampai sekarang tetap berjalan lancar, seluruh karyawan juga sangat rajin bekerja. Tidak ad ayang bermalasan atau membuat masalah.Tok, tok, tokAku yang sedang didalam kantor memeriksa berkas mendengar pintu diketuk. "Masuk!" seruku.Pintu terbuka dan masuk seorang lelaki yang tak kukenal. Dari seragamnya aku mengetahui datang dari kantor pusat."Maaf Pak Darma, saya di utus Pak Radit kesini. Beliau menyuruh Pak Darma agar segera menemuinya sekarang!" lapornya padaku."Baiklah, saya akan segera kesana!" jawabku sambil menutup berkas dan menyimpannya."Kalo gitu saya permisi dulu, Pak!" katanya lalu keluar.Aku bergegas menuju kantor pusat, se
Sesuai jadwal, tiap Sabtu akan diatur sebagai pembagian gaji. Baik kepala pabrik, staf, juga karyawan. Setelah berkas rapi dan siap, aku akan meluncur ke kantor pusat tepatnya bagian keuangan untuk mengambil gaji bagian pabrik.Setiap mengambil slip gaji, aku pasti melapor kepada Pak Radit dan juga laporan lainnya. Pak Radit menanggapi dengan puas atas kerja semua orang.Sejak mendapat pinjaman mobil perusahaan, sungguh memudahkan pekerjaan ku. Apalagi saat mengambil uang gaji yang banyak. Sangat terlindung jika membawa mobil. Jika membawa pake motor khawatir jadi rawan kejahatan.Mobil ku lajukan perlahan, membelah jalanan yang padat merayap. Cuaca juga terik, untunglah mobil dilengkapi AC, jadi dalam keadaan panas begini bisa mendinginkan suasana. Pak Radit benar, mobil sungguh berguna melindungi dari panas dan hujan.Setelah tiba di depan g
"Nggak apa-apa, Mas! Tapi aku salut, Mas masih mau menghadapi kelakuannya dengan sabar. Begitulah akhlak orang beriman, kepada orang yang membencinya pun tetap didatangi dan ditanggapi dengan baik," ucap Fatimah lembut.Masya Allah, aku sangat senang mendengar Fatimah berkata seperti itu. Kamipun terdiam lagi menunggu Fatimah mengatakan keputusannya. Tegang tidak, tegang tidak, tegang dong!"Fatimah, sebelumnya ibu tidak pernah bilang padamu kalo Darma sudah pernah menikah. Bukannya ibu nggak mau bilang, hanya menunggu waktu yang tepat. Tapi sepertinya kamu udah melihat langsung bagaimana mantan istri Darma. Ibu jadi ragu, apakah kamu mau menjadi istri Darma karna Darma pernah gagal dalam berumah tangga," jelas ku panjang lebar.Fatimah mengangguk sabar mendengar perkataanku dan kadang melirik Darma sebentar lalu beralih padaku.Wajah ayu Fatimah tersenyum. Bibir itu mulai bergerak, dengan tak sabar kami s
Acara lamaran di rumah Fatimah berjalan lancar, semua orang pulang dengan senang. Sepanjang jalan tak hentinya para tetangga berceloteh. Mereka merasa kagum pada Darma."Acara nikah Darma Minggu depan ya, Mbak! Pasti meriah nanti," ujar Rami."Insya Allah, Ram. Alhamdulillah kalo pihak besan nggak memberatkan uang pesta. Mereka juga nggak minta pake hiburan, malah bagus undang anak-anak yatim," jawabku tersenyum.Ya, mengundang anak yatim permintaan Fatimah. Sebagai pengantin ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak yang kurang mampu. Darma hanya tersenyum terus melihat pembicaraan kami.Aku tau hatinya lebih bahagia, bisa mempersunting seorang wanita idaman. Darma juga tidak menyesal telah gagal berumah tangga, karena dia tau Allah SWT memberi ujian untuk mendapat ganti yang lebih baik."Ngomong-ngomong, p
Setelah turun kami menikmati hidangan, sementara Darma dan Pak Radit sedang berbicara sambil berbisik-bisik. Aku mengernyitkan dahi, sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan sampai serius begitu?Sebelum acara selesai kami pulang, tentunya setelah kenyang menikmati prasmanan. Dalam perjalanan pulang, kami tak hentinya bicara mengenai pernikahan Rose yang mewah."Bu, ternyata mewah juga pernikahan Rose," kata bapak kagum."Namanya juga orang kaya, Pak! Sudah tentu mengadakan acara yang luar biasa, apalagi itu juga keinginan Mamanya Rose," jawabku."Iya, Bu. Semakin angkuh tadi juga bapak geram, kalo dia laki-laki pasti udah bapak hih tuh orang," ujar bapak emosi."Bapak, ibu, ngomongin Rose ya?" tanya Darma sambil melihat dari spion kecil."Ngomongin Mamanya Rose, Ma
"Saya terima nikahnya Fatimah binti Abdullah, dengan mahar seperangkat alat sholat dibayar tunai!" ucap Darma lancar."Bagaimana, bapak-bapak?" tanya penghulu pada hadirin."Sah!" seru ramai suara hadirin menyatakan ijab qobul itu sah."Alhamdulillah," ucapku senang.Ya, hari ini adalah pernikahan Darma dan Fatimah. Sebelum mengadakan upacara adat temu pengantin, dilakukan akad nikah terlebih dahulu.Fatimah duduk di samping Darma dengan anggun. Balutan kebaya gamis dan mahkota yang menghiasi kepalanya sungguh indah. Kecantikan Fatimah begitu membuat pangling siapapun yang melihat.Bahkan saat Fatimah keluar dari kamar, Darma sampai tak berkedip memandangnya. Aku pun menyenggol lengannya agar Darma bersabar sambil terkekeh.Selesai ijab qob
Sepulang dari rumah Fatimah, diantar supir tetangga sampailah kami di rumah. Bapak yang mengeluh tidak enak badan segera masuk kamar berbaring. Terlihat wajahnya begitu lelah.Setelah mengganti baju dan membersihkan diri, aku pun membuat wedang jahe dan membawanya ke dalam kamar. Bapak sudah tertidur pulas."Pak, minum dulu wedang nya keburu dingin," kataku sambil mengguncang tubuh bapak lembut.Bapak terbangun walau dengan susah payah, matanya seakan susah untuk dibuka. Aku membantunya bangun dan duduk, dengan pelan menyesap wedang yang sudah hangat.Kemudian bapak minta berbaring lagi. "Bapak capek? Ibu pijetin ya!" kataku yang dibalas anggukannya.Dengan penuh sayang, aku memijat badan bapak. Perlahan mata bapak membuka dan menatap langit-langit. Pandanganya kosong, aku yang sedikit heran mengajak bapak bi
Kami pun makan dengan suasana hati sedih, lalu terdengar suara orang mengucapkan salam. "Assalamualaikum!"Kami saling berpandangan, siapa yang masih pagi sudah bertamu. Walau dengan keheranan, kami bertiga gegas ke depan."Wa'alaikumussalam!"Saat bertatap muka pada tamu, kami semua terkejut. Beberapa polisi berseragam sudah berdiri di depan pintu, aku yang tidak mengerti ada apa segera bertanya."Maaf, Pak! Ada apa ya bapak-bapak polisi kemari?""Kami ingin membawa saudara Darma ke kantor polisi," jawab salah seorang polisi."Apa? Memangnya kenapa Pak dengan anak saya?" tanyaku shock."Maaf, Bu! Kami bukan menangkap saudara Darma, tapi kami membutuhkannya sebagai saksi!" jelas komandan polisi.Beberapa tetangga juga