"Perusahaan ini sudah aku beli. Hanya ada dua pilihan, sponsor magangmu diputus atau jadikan aku selingkuhanmu." "Gila kamu William!" Fiona Grace, karyawan magang pejuang sponsor. Ia terjebak hubungan toxic dengan sang kekasih yang menumpang hidup dan mantan yang memiliki riwayat buruk. Tetap setia dengan kekasih yang buruk atau melanggar moralitas agar tidak kehilangan sponsor sekaligus pekerjaan?
View More[Gila! Paha mulusnya bener-bener bikin gagal fokus!]
[Pinggulnya sih… jelas habis kerja rodi semalaman.]
[Lagi baring aja auranya hot, apalagi kalau lagi in action ya.]
Tangan Fiona Grace bergetar saat membaca komentar-komentar tersebut di bawah sebuah foto seorang perempuan tanpa busana dengan latar kasur yang sangat berantakan, serta alat mainan dewasa yang terpampang di sebelahnya terlihat jelas.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke ponselnya.
[Bagaimana, Sayang? Masih untung aku menyensor wajahmu. Kalau kamu menolak lagi, aku bisa mengungah foto baru yang menampilkan wajahmu dengan jelas.]
Itu Leon. Pacarnya.
Tadi pria itu minta uang pada Fiona, tapi gadis itu menolak memberikan. Tak lama kemudian, Leon mengirimkan pesan balasan berupa link ke sebuah situs dewasa.
Fiona tidak menyangka kalau Leon akan bertindak sejauh itu.
Gadis itu langsung menghubungi nomor ponsel pacarnya.
“Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Leon?” tanya Fiona. Sepasang matanya sudah berkaca-kaca.
“Salahmu karena tidak mau mengirimiku uang. Aku lapar.” Leon berkata dengan malas. “Apa kau mau aku mati kelaparan?”
Fiona membalas, “Bukankah dua hari yang lalu aku sudah mentransfer satu juta ke rekeningmu?”
“Hanya satu juta, Fi! Memang itu bisa tahan berapa lama?” tukas Leon. “Dan sejak kapan kau jadi sangat perhitungan denganku seperti ini? Kau sudah tidak cinta padaku lagi?”
Fiona tidak langsung menjawab.
“Oh, kau benar-benar sudah tidak mencintaiku lagi?” Nada suara Leon naik. “Mau cari pria lain? Coba lihat apakah kau bisa dapat penggantiku jika aku menyebarkan fotomu–”
“Aku akan transfer,” ucap Fiona kemudian. Nada suaranya datar, tanpa emosi. “Sebentar, kututup dulu.”
Fiona meletakkan ponselnya lebih dulu di atas meja, lalu memijat keningnya frustrasi, berusaha menahan ledakan kebencian yang ada di hatinya.
Beruntung sekarang sedang makan siang. Jadi para rekannya sedang tidak berada di tempat untuk bertanya.
Dengan tatapan penuh kebencian dan rasa jijik, Fiona meraih ponselnya kembali dan mengirimkan uang. Setelahnya, ia mengirimkan foto bukti transfer ke Leon.
[Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu.]
[Jangan khawatir. Foto yang sudah kuunggah akan kuhapus.]
[Lain kali, jangan membuatku melakukan hal jahat ini lagi ya. Semua akan aman asal kau menurut.]
Membacanya, pandangan mata Fiona bertambah dingin. Ia seolah tak tahu bagaimana caranya mengekspresikan rasa sedih dan kecewanya lagi.
Dulu, Leon tidak begini. Pria itu mulai berubah sejak dipecat dari perusahaan lamanyal, membuat pria itu mau tidak mau menumpang di apartemen Fiona dan mengandalkan uang gadis itu setiap hari.
Fiona awalnya tidak keberatan. Berpikir bahwa itu hanya sementara.
Sampai suatu hari ketika Fiona menyuruh Leon yang sedang bermalas-malasan meng-upgrade CV-nya, pria itu justru mengiriminya sederet foto tidak senonoh.
Foto Fiona sendiri.
Rupanya, beberapa waktu yang lalu, Leon menjebaknya dengan obat tidur dan mengambil foto-foto panas dirinya. Fiona sama sekali tidak tahu–ia hanya ingat ia merasa kelelahan setelah makan malam dan berpikir itu karena pekerjaannya.
Kini, sudah beberapa bulan Fiona hidup dalam ancaman Leon. Tidak bisa melepaskan diri.
Tak lama, suasana kantor mendadak ramai dengan kedatangan para rekannya, sedangkan Fiona masih diam di posisinya.
"Apa!? Jadi perusahaan kita sudah dibeli oleh Wins Group? Perusahaan konglomerat terkenal itu!?"
"Jangan bercanda. Yang benar saja! Kenapa Wins Group harus melirik kita yang hampir bangkrut ini?"
“Tapi mungkin saja ini hal baik, kan? Bisa jadi dengan Wins Group, dana pengembangan yang akan masuk jadi lebih besar. Jadi kita lebih berkembang!”
Fiona menoleh pada rekan-rekannya yang sedang heboh, lalu kembali fokus ke pekerjaannya.
Ia bekerja sebagai karyawan di departemen riset dan pengembangan produk sebuah perusahaan makanan swasta. Fiona tidak terlalu memusingkan perubahan kepemilikan itu, selama proyek yang ia kerjakan sekarang masih mendapatkan dana dan ia tidak dipecat.
Tiba-tiba suasana menjadi hening.
Tak berapa lama, seorang pria dengan jas cokelat berhenti di sisi mejanya.
"Dengan nona Fiona, benar?"
Fiona mengalihkan pandangannya terkejut, lalu mengangguk. "Iya?"
Pria itu tersenyum formal. Fiona dapat membaca rasa lega di matanya, seolah dia baru saja menemukan barang yang telah lama dicari-cari.
"Saya adalah asisten CEO Wins Group."
Fiona menaikkan alis kirinya sekilas, untuk apa tangan kanan CEO Wins Group berbicara dengannya?
"Nona, apa saya boleh menyita waktu Anda sebentar? Tuan menginginkan kehadiran Anda segera."
Kening Fiona kali ini terlipat. Apa lagi sekarang? CEO Wins Group mencarinya?
Fiona tidak tahu banyak tentang Wins Group, namun setidaknya dia tahu bahwa mereka adalah salah satu perusahaan raksasa.
Tetapi tidak berpikir aneh, Fiona mengangguk untuk menyetujuinya.
"Ya, tentu."
Anggap saja ini merupakan jalan baru untuk menemukan keberuntungan? Toh, karyawan kecil sepertinya juga tidak memiliki kuasa apa pun untuk menolak.
Pria bernama James itu membawanya ke lantai teratas gedung kantor. Sepertinya rumor yang diserukan rekannya itu benar.
Fakta yang gila, namun bagus.
Sebelum pintu dibuka, James menawarkan bantuan untuk menjaga tas-nya.
Fiona mengangguk canggung dan berterima kasih, meskipun dia tidak begitu yakin.
Setelah pintu dibuka, Fiona melangkah masuk. Di dalam, ia melihat pria berjas hitam, berdiri memunggunginya ke arah jendela raksasa yang menampilkan langsung pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.
Dia lah, CEO Wins Group. Pemilik salah satu tangan yang mengatur dunia.
Fiona tersenyum. "Selamat sore, Pak. Saya Fiona Grace, apa ada yang bisa saya bantu?"
"Mengenalku pun kamu tidak mampu, ya?" jawab CEO Wins Group yang masih memunggunginya.
Fiona mengerutkan keningnya tipis, balasan macam apa itu? Mengenalinya?
"Kamu melupakanku, Fiona?" ucap pria itu lagi, kali ini sambil berbalik.
Fiona tertegun, tubuhnya mendadak seakan membatu di tempat. Kedua tangannya mengepal, mata mereka bertemu.
Pria itu memiliki postur tubuh yang proposional, rahang tegas, bahu lebar, alis tebal, hidungnya mancung dan bibirnya yang tersenyum tampak merah muda alami.
Bulu mata panjang dan bola matanya yang berwarna biru, hanya ada satu manusia di ingatan Fiona yang memiliki ciri-ciri sempurna seperti ini.
"Kau--!"
"Apa kabar, kesayangan?"
Itu mantan kekasihnya, William Winston!
Sejak kapan dia menjadi CEO Wins Group? Dan … untuk apa pria itu menemuinya sekarang?
Pagi itu, suasana kantor masih terasa lengang.Beberapa pegawai baru saja datang, sebagian masih sibuk menyalakan komputer, dan sisanya bergegas menyeduh kopi di pantry.Fiona berjalan memasuki ruangan dengan langkah tenang, membawa tas kerja totebag sederhana.Ia mengenakan kemeja biru cerah yang membuat kulitnya tampak lebih segar, rambutnya dibiarkan tergerai bergelombang alami, memberi kesan sederhana namun memikat.Ia menyalakan komputernya perlahan, berusaha mengatur ritme napas agar lebih tenang.Hari ini sama saja seperti hari-hari sebelumnya, atau setidaknya ia berharap begitu.Jari-jarinya mulai bergerak di atas papan ketik, memeriksa laporan penelitian makanan ringan yang kemarin belum selesai.Namun, baru sebentar ia fokus, suara berat seorang pria tiba-tiba terdengar di belakangnya.“Nona Fiona,” panggil suara itu.Tubuh Fiona refleks menegang, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.Ia menoleh cepat, dan benar saja—James berdiri tidak jauh darinya, dengan senyum khas ya
Fiona menundukkan kepala ketika tiba di taman kota itu. Taman kecil dengan bangku kayu yang agak tua, dikelilingi pohon flamboyan, tempat ia dulu sering bertemu William secara diam-diam. Malam ini udara terasa lebih dingin, meskipun musim belum benar-benar berganti. Lampu jalan redup menyorot wajahnya yang setengah tersembunyi di balik hoodie kebesaran berwarna abu-abu.Ia sengaja memilih pakaian itu. Hoodie kebesaran yang bisa menutupi tubuh mungilnya, sekaligus menyembunyikan luka di balik kain. Rambutnya sengaja ia uraikan berantakan ke depan wajah, sebagian menutupi pipi kirinya yang membengkak dan dahi yang berwarna biru keunguan. Luka yang jelas bukan karena jatuh biasa. Luka yang ia coba sembunyikan dari dunia.Tangannya menggenggam erat ujung lengan hoodie, sementara pikirannya berputar. “Semoga dia tidak banyak bertanya,” bisiknya pelan, seolah menguatkan diri sendiri.Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil sport terdengar mendekat. Cahaya lampu depan menerangi jalur
Begitu pintu lift menutup rapat, Fiona buru-buru menyingkirkan diri dari bayangan William yang masih melekat dalam pikirannya. Jantungnya berdetak kencang. Napasnya belum sepenuhnya teratur. Adegan tadi, di mana tubuhnya hampir jatuh lalu berakhir dalam pelukan William, masih berputar di kepalanya. Jika seseorang tadi benar-benar mengenalinya, habislah dirinya.Dengan langkah cepat, ia menuju kamar mandi terdekat. Pintu ditutup rapat, Fiona bersandar sejenak pada dinding dingin keramik. Tangannya gemetar saat melepaskan jas kerja abu-abu yang selama ini menjadi seragam wajib karyawan magang. Ia gantungkan jas itu di belakang pintu, menyisakan hanya kemeja putih panjang yang menutupi tubuh mungilnya. Kancing paling atas kemeja ia longgarkan, lalu ia melepas kunciran rambutnya. Rambut hitam panjang terurai bebas, jatuh di bahunya.“Setidaknya… kalau tadi ada yang lihat, sekarang mereka takkan curiga itu aku,” gumamnya lirih, menatap bayangan sendiri di cermin. Wajah pucat dengan
Sebelum Fiona sempat menjawab, tangan William menariknya masuk lebih dalam ke lift. Sentuhan itu kuat, membuat Fiona tak bisa melawan. Pintu lift tertutup rapat, menyisakan keduanya di dalam ruang sempit.Fiona hanya bisa berdiri terpaku, jantungnya berdegup kencang. Begitu pintu lift menutup rapat, Fiona tersadar bahwa dirinya masih berada terlalu dekat dengan William. Refleks, ia menepis kasar tangan pria itu.“Kenapa lagi kali ini?!” serunya lantang, nadanya penuh protes dan amarah yang ia pendam sejak di lobi. Napasnya memburu, dada naik turun tidak teratur. “Kenapa James mengikuti aku? Bahkan sampai mengejar? Apa kalian memang hobi menakut-nakuti orang?”William hanya menatapnya, alisnya sedikit terangkat, seolah heran dengan reaksi meledak-ledak itu. “James mengejarmu karena ada alasan jelas.”“Alasan apa?!” Fiona menantang.“Kartu akses kantor,” ujarnya datar. “Kau menjatuhkannya kemarin saat terburu-buru meninggalkan ruanganku. James hanya ingin mengembalikannya.”Fiona m
William Winston adalah mantan yang memiliki nilai paling buruk di dunia percintaannya. Jika ada hal yang paling ingin Fiona hindari di dunia ini, maka jawabannya adalah William Winston. Fiona tanpa bicara berbalik, melangkah cepat ke arah James untuk mengambil tas-nya. Tetapi siapa yang menyangka bahwa pria itu menahan tas-nya erat sambil tersenyum ramah?!Melirik tajam ke arah William. "Apa-apaan ini?!"William tersenyum tipis, lalu beralih duduk tenang di sofa. "Aku kecewa, aku pikir kamu akan berlari dan memelukku seperti dulu." Fiona menatap William marah, apa pria itu menganggapnya lelucon? Bagaimana bisa dia mengatakan itu setelah apa yang dia lakukan pada dirinya dulu?"Aku tidak tertarik bergabung dengan permainanmu, William. Aku juga tidak memiliki apa pun. Biarkan aku pergi." Fiona menatap William dingin. William masih tersenyum. "Aku hanya menginginkanmu." Fiona mengerutkan keningnya tak mengerti. "Aku telah membeli perusahaan ini. Jadi hanya ada dua pilihan untukmu
[Gila! Paha mulusnya bener-bener bikin gagal fokus!][Pinggulnya sih… jelas habis kerja rodi semalaman.][Lagi baring aja auranya hot, apalagi kalau lagi in action ya.]Tangan Fiona Grace bergetar saat membaca komentar-komentar tersebut di bawah sebuah foto seorang perempuan tanpa busana dengan latar kasur yang sangat berantakan, serta alat mainan dewasa yang terpampang di sebelahnya terlihat jelas.Ting!Sebuah pesan masuk ke ponselnya.[Bagaimana, Sayang? Masih untung aku menyensor wajahmu. Kalau kamu menolak lagi, aku bisa mengungah foto baru yang menampilkan wajahmu dengan jelas.]Itu Leon. Pacarnya.Tadi pria itu minta uang pada Fiona, tapi gadis itu menolak memberikan. Tak lama kemudian, Leon mengirimkan pesan balasan berupa link ke sebuah situs dewasa.Fiona tidak menyangka kalau Leon akan bertindak sejauh itu. Gadis itu langsung menghubungi nomor ponsel pacarnya.“Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Leon?” tanya Fiona. Sepasang matanya sudah berkaca-kaca. “Salahmu karena t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments