"Van, lo masih ada hubungan kan, sama Winanta?" Tanya Kayla Monica, Sahabat gue sejak kelas dua SMP, disaat kita baru aja mau duduk di kursi kantin sambil bawa pesanan kami.
Biasa, emang jarang sarapan pagi di rumah. Jadinya yah sebelum bel masuk kami mampir ke kantin dulu. Walaupun sering banget kena marah karena gurunya masuk duluan. Bahkan disaat udah mulai belajar. "Hah? Maksud lo? " tanya gue. "Iya, lo masih jadian kan, sama si Winanta? " jelas Kayla lagi. "Iya, masih kok. kenapa sih memangnya?" tanya gue spontan. "Semalam gue ke bioskop sama Dimas, gue kayak ada ngeliat dia gitu sama cewek. Coba aja film yang gue mau tonton belum mulai, pasti gue samperin dia" Ini bukan kali pertama gue dengar kabar kalau cowok gue ada jalan sama cewek lain. Udah sering banget anak sekolah bahkan bukan sekelas bilang itu ke gue. Namun yah gue gak mau percaya. Bisa jadi itu cuma hoax dan meraka hanya sekedar manas-manasin gue. karena lo tau? Gue dan Winanta jadian itu, adalah hari patah hati se sekolah. Yes, itu artinya hampir semua cewek di sekolah menyukai Winanta. Kalau yang cowok? Hah... males gue ngakuinya, tapi hanya beberapa yang pernah nyatain cinta ke gue. Jadi yah wajar dong kalau gue nganggap mereka itu bohong? Tapi, hey.. ini Kayla Monica loh! Sahabat gue yang gak pernah bohong ke gue. "Aah... mungkin lo salah liat kali. Sedangkan gue yang ceweknya aja kadang gak tanda liat dia dari jauh. " Walaupun gue ngucapinnya degan santai dan seakan baik-baik aja, tapi jujur, gue sebenernya sedikit khawatir. Karena gue tau sendiri sahabat gue ini. Dia punya penglihatan yang amat sangat tajam. Dan sahabat gue ini, bukanlah salah satu cewek yang naksir Winanta. Jadi, buat apa dia manas-manasin gue?. So, kemungkinan besar yang Kayla Monica bilang itu benar, kalau Winanta ada jalan sama cewek lain. "Hm... masa sih gue salah liat?" tanya Kayla "Bisa aja kan?"jawab gue "Tapi kan lo tau sendiri Van.. kalau gue punya indra ke-enam" "Haha sejak kapan lo punya indra ke-enam?" "Lagian selama ini kami baik-baik aja kok.. apalagi udah mau tiga tahun. Seminggu lagi loh kami aniv yang ke tiga tahun pacaran. Masa iya tiba-tiba dia selingkuh padahal selama ini gak ngelirik cewek lain. Yaudah lah.. belum benar-benar terbukti juga kan? " ucap gue Yep! Omongan gue itu benar-benar masuk akal, sampai-sampai Kayla langsung diam sambil sedikit mengangguk-anggukan kepala. Dan yang tadinya gue merasakan sedikit khawatir, berkat omongan cemerlang gue sendiri, jadi gak merasa apa-apa. "Woi, makan sendiri aja.. gak ngajak-ngajak" Temannya Winanta tiba-tiba datang dan langsung duduk disamping gue dan nyosor siomay gue. "Eh? Elo kok sendiri? Winanta mana?" Tanya gue yang gak kepo-kepo amat. "Lahh mana gue tau.. kan elo pacarnya" "Tapi kan elo temannya" "Tapi kan gue bukan pacarnya, lagian kalian juga tetangga masa ga tau?" "Ish! " pembicaraan kami diakhiri dengan gue yang benar-benar merasa kesal dibuat Alvin Renaldo, temannya Winanta itu. Dan dia pun mulai memesan makanan. Tak lama bel sekolah pun berbunyi. "Hah.. sialan! Baru juga makan nasgor beberapa suap! udah bel aja" gerutu Alvin sambil berjalan menuju kelas. Sesampainya kami di kelas, untunglah guru belum datang. Namun... kursi dan meja Winanta juga masih kosong. Orangnya gak ada, tas gak ada.. barang-barang di meja juga sama sekali gak ada. Apa dia telat?. "Heh! Alvin Ronaldo! Serius Winanta kemana? Soalnya dari pagi juga gak jumpa di rumah. Gue kira kalian pigi bareng " tanya gue sedikit kencang karna kami sudah duduk di kursi masing-masing yang berjarak degan empat kursi lainnya. Kami sama-sama duduk di kursi bagian terakhir. "Anjir lo Van.. nama gue Renaldo, bukan Ronaldo. Serius, gue gak tau Wiwin lo kemana" jawab Alvin dengan nada yang sedang. sebenarnya kalau dipikir-pikir.. Alvin nih tipe cowok yang paling bisa ngertiin cewek. Yah... walaupun omongannya kadang agak sedikit kasar, tapi dia itu tipe cowok yang cuek-cuek perhatian. Namun yang gue heranin sampai sekarang dia belum pernah sekalipun pacaran. Gue dengar itu dari Winanta. Eh, kok malah jadi bahas dia?. Sebelum guru masuk, gue sempat-sempatin ngechat Winanta dari W******p, “win, lo telat? Atau memang gak sekolah? Udah masuk soalnya” Udah dua menit chat gue terkirim, tapi gak ada respon sama sekali. Padahal udah centang dua, tapi sama sekali belum dibaca. Pembicaraan gue sama Kai tadi pagi bikin gue kepikiran. Biasanya Winanta gak pernah gini.. paling nggak, kalau emang gak sempat balas, setidaknya udah dibaca ataupun cuma dibuka. Yang jelas selalu langsung centang biru. Mungkin terdengar aneh sih gue ngomong gitu. "Perhatian semuanya! " Suara mis Nay bikin gue kaget. Yang ntah kapan dia masuknya, tau-tau udah di depan aja. "Kalian seharusnya pagi ini pelajaran kimia kan? Tapi Buk Dian gak masuk hari ini. Jadi dia minta kalian kerjakan latihan soal halaman lima puluh tujuh. kalau sudah selesai langsung antar ke kantor dan letakkan di meja buk Dian" Mis Nay berlalu pergi, setelah kami meng-iyakan perintahnya. Belum lama mis Nay keluar pintu, Alvin ngedumel, "Hah... sial. Tau gitu gue gak usah masuk kelas tadi! Mubazir deh nasgornya, sayang duit gue. " Walaupun Alvin ngomong gitu barusan, tapi dia langsung mengeluarkan buku dan mengerjakan tugas yang di bilang mis Nay tadi. Gue juga gak mau kalah rajin sama cowok juara tiga itu. Gue langsung gercep ngerjain tugas. Setelah beberapa soal gue kerjain, chat dari Winanta masuk. "Iya, gue terpaksa jadi ga masuk sekolah hari ini.. motor gue mogok. Ini lagi di bengkel" jelas Winanta yang singkat."Yaudah tante, Farez izin pulang-" "Ehh tunggu, tunggu!. masa main pulang gitu aja. udah nerima martabak, tapi belum tau kalian habis darimana dengan waktu sesingkat ini." Mampus gue! Padahal gue udah siapin jawaban kalau mama nanya, tapi malah nanya Farez. Mana gue belum bilang Farez lagi.. soal pertemuan gue dan Papa rahasia. "Kami gak darimana-mana kok tante." Farez memberikan jawaban. "Eh??" batin gue. "Tadi emang katanya Vanessa lagi mau makan martabak. Udah lama gak beli katanya." ucap Farez lagi yang udah pasti bohong. "Hah? Loh??" gue tambah bingung. "Oh.. yaudah." respon Mama gue. "Ma, mama masuk duluan aja. Makan martabaknya. Ada yang mau Vanes omongin sama Farez." "Mau ngomong apa kalian?" "Iiih.. Mama kepo." Tanpa sahutan lagi, Mama langsung masuk. Tapi sebelum itu, Farez pamit lagi ke Mama, "Farez pamit ya tante" dan di 'iya' kan Mama. "Eh, elo kok bisa lancar sih bohongnya?" gue sedikit melankan suara. "Yah logika aja sih. Aku gak ada mikir
"Sorry ya, lama" ucap gue setelah kami berjalan menuju parkiran. Sebelumnya Farez udah pamit ke Papa dari jauh, dengan senyum dan menganggukkan kepala. "Gak kok.. gak lama. Lagian pasti kalian jarang jumpa. Jadi harusnya lebih lama dari ini." Gue mendengus lalu senyum, "Haha" tawa gue yang gak ikhlas. "Kenapa?" tanya Farez sambil menyalakan motor. "Gak.. udah yuk jalan" ucap gue. Setelah kami Pergi, gak lama Farez ngomong, "Mama kamu suka martabak gak?" tanya nya. "Yah manusia mana sih yang gak suka martabak?" tanya gue bercanda. Jelas Mama gue suka. "Aku gak suka" ucap Farez. Yang bener aja! Farez gak suka martabak?! MARTABAK?!!. "Tapi martabak telur suka sih" lanjut nya. Gue diam. Teringat kalau Winanta juga paling suka martabak telur. Dan anehnya daripada pakai saus khusus martabak telur, Winanta lebih suka pakai saus botolan. "Apalagi di makan pakai saus botolan" -Farez. JLEB!! "A-apa apaan ini?! Kenapa pas banget?" Teriak gue dalam hati. "Y-yauda
Walaupun kejadian kemarin membuat Farez sedih, tapi berkat ucapan gue kalau gue gak mau kehilangan dia sebagai teman, dia bersikap seperti biasa. Dan malam ini gue minta temani Farez keluar buat ketemu papa. Papa sore tadi nelpon, minta ketemu sama gue. Kami jarang ketemu dan Papa juga jarang ngasih gue uang. Padahal Papa kerja sebagai mekanik di salah satu perusahaan mobil. Udah pasti kan, gaji nya lumayan. Tapi gue ikhlas aja kok, kalau misalnya Papa lebih milih keluarga baru nya. Apalagi anak dari isteri baru papa, alias anak dari selingkuhan Papa ada dua. Yang cewek seumuran gue, kelas tiga SMA dan yang cowok masih kelas dua SMP. "Ma, Vanes izin keluar dulu ya sama Farez" ucap gue sambil menyalami tangan mama. Kami bertiga udah di teras rumah. "Iya, jangan terlalu malam ya pulangnya" ucap Mama mengizinkan gitu aja tanpa tanya tujuan kami mau kemana. "Hati-hati ya Farez, jagan ngebut" ucap Mama lagi, di iringi Farez yang juga salam ke Mama gue. "Iya tante, kami pamit y
"Lo mau nembak Vanessa?" tanya Winanta setelah melihat apa yang Farez genggam. Sebuket bunga dengan ukuran tidak terlalu besar, pas di genggam. Pertanyaan itu sukses membuat kami bertiga membeku, khususnya Farez. "Kalau iya, jangan harap Lo bisa" lanjut Winanta lagi sebelum Farez sempat jawab. Farez sedikit kesal dengan apa yang Winanta ucapin barusan. Dia menekuk kedua alisnya dengan tidak terlalu kuat. "Kenapa?" tanya Farez dengan nada bicara yang gak kayak biasanya gue denger,, nada bicara yang sedikit dingin. Belum sempat Winanta buka mulut, gue yang masih belum sadar saat ini situasi apa, langsung spontan nanya Farez, "T-tunggu..! Farez, ini ada apa sebenernya?" "Lo tadi izin pigi sebentar buat beli bunga itu? buat gue?" tanya gue lagi. Farez diam. "Haha kok diam? Takut di tolak duluan ya?" ucap Winanta sengaja memancing emosi Farez. "Lo bisa diem gak? makin hari mulut lo makin kayak cewek tau gak?" gue tanpa sadar ngeluarin kata - kata yang pasti bikin sakit hat
craaasss Gue merasakan dingin dari atas kepala gue. Dingin dan lengket, yang mengalir ke wajah gue. Gak langsung marah, gue membeku dan bertanya sendiri dalam hati situasi macam apa sekarang ini. "Gimana? Enak? Kaget ya?" Dilla membuka suara. "L-lo!! Maksud elo apa-apaan?!!" Belum sempat gue dapat penjelasan dari Dilla, temannya menyambar, "Astaga, kurang kali Dil.." Elisa berjalan menuju air pancur yang gak jauh dari kami berdiri. Dia lalu membawa air itu dengan cup minumannya yang sedikit besar. Byuurrrr Belum lagi cappucino tadi kering, kini sebagian tubuh gue terasa dingin dan basah kuyup. "Ahahah Rasain!" Mereka bertiga kompak tertawa. "Itu akibatnya karena lo udah bikin hancur hubungan gue dan Winanta!" Apa? Apa katanya? "Maksud lo apa?" walaupun kesal, tapi bukannya marah karena udah di siram, gue malah lebih penasaran apa maksud dari perkataan Dilla barusan. Maksudnya dia udah putus? "Lo lagi mikir apaan cewek j*lang! Jangan berpikir kalau kami ud
Aneh.. benar-benar aneh. Padahal Winanta dengar sendiri kalau ntar malam gue dan Farez mau keluar. Bahkan nanti malam, malam kamis. Yang seharusnya malam dimana orang yang pacaran yang keluar. Apalagi kami mau ke taman, tapi kenapa dia gak sibuk atau posesif kayak biasanya?. Jam istirahat udah mau selesai, tapi dia gak ada nyamperin gue untuk ngelarang. Bahkan tanda-tanda dia gelisah juga gak ada. Sebenarnya cowok satu itu kenapa sih? Kadang posesif nya minta ampun, tapi kadang juga cuek dan biasa aja. Heran gue. "Hei Vanessa!" ucap Kayla sambil melambai-lambaikan tangannya di depan mata gue. "H-hah?" Spontan gue terbangun dari lamunan. "Lo kenapa? Kok ngelamun ke arah Winanta??" Ya, Gue ngelamun sambil liat ke arah Winanta yang lagi pesan jajan gak terlalu jauh di depan gue. "Hah? Apaan sih lo? siapa yang liatin dia coba?" "Heh Vanessa! Gue gak ada bilang yah kalau lo itu lagi liatin Winanta. Gue cuma nanya lo itu kenapa? Lagi ada masalah apa sampai-sampai ngelamun, ta
Winanta mulai menyalakan motornya dan berangkat sekolah. Di sisi lain, gue dan Farez udah sampai di depan gerbang sekolah. "Makasih ya Rez-" ucap gue tapi tiba-tiba gue merenung. "Iya, sama-sama." jawab Farez yang gak fokus gue dengar karena gue mikir hal lain. Entah kenapa pigi ke sekolah bareng cowok jadi ngingetin gue tentang Winanta. Dari awal masuk SMA, gue selalu pigi bareng Winanta. Bahkan sering pulang sekolah bareng juga. Jadi Farez cowok kedua setelah Winanta. "Vanessa?" Farez manggil gue sambil sedikit memiringkan kepalanya liat ke arah gue. Gue masih gak dengar. "Halo, Vanessa!" ucap Farez melambaikan tangan tepat di depan muka gue, sehingga gue sadar dari lamunan. "Eh! iyaa?" ucap gue. "Kamu lamunin apa?" tanya Farez. Gue diam sejenak. "Gak- gak ada kok.. bukan apa-apa." jawab gue. ".....yaudah, kalau gitu aku pigi ya- eh! enggak, kamu duluan sana masuk" ucap Farez. "Haha apaan sih. lo duluan juga gak apa-apa kali" "Gak.. " ucap Farez.
[Jadi gimana?] chat Farez masuk ke ponsel gue tepat setelah gue mau rebahan sehabis mandi. "Astaga.. nih anak" gumam gue. [Buset.. di bilang ntar gue kabarin gak sabar bener lo], balasan chat gue. Dan seperti biasanya, Farez fast respon, [Wkwkwk ganggu banget ya?] -Farez [Iya, tuh lo tau. amat, sangat dan begitu mengganggu wkwk] -gue [Yaudah gak masalah sih kalau lo mau anter gue] -gue [Serius?] -Farez [Iya, ngapain harus di pikirin lagi?] -gue [Jadi kenapa gak dari awal jawabnya pas aku tanya Vanessaaa 😭] -Farez "Ahaha apaan sih nih cowok.. pake emot nangis segala" ucap gue terkekeh dengan spontan. [Suka suka saya dong] -gue [Yaudah deh, berarti fix nih kan kita besok pigi bareng?] -Farez [Iya] [Eh, tapi Lo mau jam berapa ke rumah gue?]-gue [Kalau jam tujuh lewat lima belas gimana? terlau cepat ya? ] -Farez [Oh, yaudah jam segitu aja gpp. Biar lo gak telat ntar] -gue (*masuk sekolah jam tujuh lewat empat puluh) ******* "Eh? kok kamu udah s
Tanpa sadar, gue udah melangkah lumayan jauh dari kafe. entah ini daerah mana gue gak tau. Tiba-tiba gue sadar kalo gue dari tadi genggam tangan Farez. "A-astagaa sorry banget Rez!" ucap gue begitu berhenti melangkah dan melepas genggaman tangan gue. "Haha it's okey.." respon Farez. "Emm gimana kalau kita duduk di kursi itu aja? kayaknya suasana hati kamu lagi gak enak" Farez mengarahkan kedua mata nya menuju kursi yang gak jauh dari tempat kami berdiri. Gue pun menoleh ke belakang, "Yaudah boleh" jawab gue. Kami duduk bersebelahan. "Hah... sayang banget yah gak ada jualan minuman di sekitar sini" ucap Farez pelan. "Eh? lo haus? ya biar kita cari minuman dulu" "Enggak kok, maksud aku biar untuk kamu minum. Kayaknya butuh minum, siapa tau bisa tenang. Apalagi tadi jalan cepat banget dan kita udah lumayan jauh dari kafe" Gue diam karena mengerti maksud perkataan Farez yang ingin nenangin perasaan gue. Di lain sisi Winanta yang menuju arah perpustakaan, di telepon