Share

Episode 2

last update Huling Na-update: 2024-02-14 13:53:40

Hari ini harusnya begitu pulang sekolah gue mau langsung ke rumah Winanta, tapi ternyata Mama gue kebanjiran pesanan pancake. Oh iya, omong-omong kami punya usaha pancake durian.

Alhamdulillah udah berjalan satu tahun walaupun gak selalu ramai pembeli. Awalnya bikin usaha ini tuh karena dari dulu Mama pengen banget bikin pancake durian, tapi gak dibolehin sama Papa karena Papa beneran gak bisa nyium bau durian. Jadinya setelah mereka pisah karena Papa ketahuan selingkuh, beberapa bulan kemudian Mama mencoba bikin usaha kecil-kecilan.

Bersyukur banget walaupun dikerjakan sendiri, tapi masih bisa bertahan sampai sekarang. Yah gue sebagai anaknya juga bantu-bantu dong.. bantu mengemas dan antarkan pesanan naik Honda yang nganggur di rumah, satu-satunya harta yang ditinggalin Papa gue.

"Ma, mama gak ada lihat Winanta dari pagi?" tanya gue basa-basi sambil membungkus pancake.

"Enggak, Mama dari pagi di rumah gak ada lihat dia. Motor dia juga gak ada kelihatan." jawab Mama gue dan langsung mencicipi satu pancake.

"Memangnya dia gak sekolah?" tanya Mama

"Enggak ma. Katanya motornya mogok tadi pagi, jadinya di benerin dulu di bengkel."

"Oh..Eh! Astagaaa Mama baru sadar, kenapa kamu gak ganti baju dulu?! Sama gih ganti baju, mandi dulu habis itu baru langsung antarkan pesanan"

"Nanti aja ma, gak mandi juga gak apa-apa. Biar bantuin Mama dulu."

"Mama bisa kok sendiri, tinggal dikit lagi juga. Udah sana mandi. Masa mau mengantar makanan, penjualnya bau haha"

"Huh Mama..! Yaudah deh" gue beranjak dari meja makan dan langsung menunju kamar. Mencari baju, setelah itu meluncur ke kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, semua udah stand by.

"Ini di antar kemana aja ma?" tanya gue yang udah siap dengan Honda menyala. Gue udah kayak abang-abang gojek aja.. pakai helm dan jaket wkwk.

"Udah Mama kasih kertas alamatnya. Langganan kita juga kok, liat yah jangan sampai salah."

Setelah gue lihat catatan alamatnya, beberapa memang adalah langganan pancake kami, cuma ada satu atas nama Dilla yang baru kali ini pesan.

*******

Kota Jakarta emang the best banget kalau soal panas. Ramalan cuacanya bilang kalau pukul empat sore bakalan turun hujan berpetir, sedangkan ini udah jam tiga lewat masih terik banget. But it's okey.. apapun bakalan gue lakuin demi cuan. Panas terik matahari bahkan badai sekalipun, bakalan gue terjang demi tabungan. Sebenernya kami bukan orang yang enggak mampu, cuma sejak di tinggal Papa, Mama berusaha bangkit dan mengajarkan anak satu-satunya ini menjadi wanita karir, biar enggak di permainkan para lelaki yang gak cukup satu wanita. Setidaknya mulai dulu dari bawah, alias dari nol. Yah, walaupun saat ini gue sangat yakin dengan Winanta kalau dia nya gak bakalan gitu. Udah tiga tahun pacaran, beberapa bulan lagi ujian kelulusan dan siapa tau kami langsung nikah haha.

Sekarang hanya ada tiga pesanan lagi dari 7 pesanan. Gue bakalan nganter atas nama Dilla, setelah itu ke dua pesanan lainnya yang didekat pusat kota.

*******

Rumah gedung tingkat satu berwarna abu-abu putih dengan beberapa pohon di halaman dan juga bunga-bunga mekar. Sekali lihat pun udah pasti tahu, pasti pemiliknya kaya. Bahkan ada Pajero di halaman dan juga-- tunggu.. itu kayak motor Winanta?. Sialan.. itu motor Winanta bukan sih? Mirip banget sumpah. Motor CB hitam dengan modifikasi lingkar ban warna merah dan plat BM.. astagaaa cewek apaan gue? Uda tiga tahun pacaran masa sering lupa nomor plat motor cowok sendiri..?

Biar mempersingkat episode karena waktu terus berjalan dan ini udah jam empat lewat lima, bahkan mendung mulai datang, gue langsung turun dari Honda squpy hijau dan melangkah ke depan pintu.

Tok tok tok

Ketukan pertama gue di kacangin.. sama sekali gak ada respon ataupun tanda-tanda ada orang yg akan membuka pintu.

Tok tok tok

"Permisi~ orderan pancake durian~" gue mencoba ramah.

"Permisiii halo~ pesanan anda datang~!" Gue mulai meninggikan suara karena kesal. Rumahnya kan ga terlalu besar, cuma tingkat satu juga. Apa mungkin rumah ini kedap suara kali yah?

Gue mencoba melihat sekeliling siapa tau ada yang lewat. Saat mata gue menyapu ke sekeliling rumah, ternyata ada bel pintu di tembok yang gak terlalu jauh dari gue. Sialan.. dari tadi kemana nih mata? jelas-jelas kalau begitu masuk, bel nya keliatan.

Tanpa dramatis lagi, gue segera menekan bel pintu itu dan Alhamdulillah baru sekali tekan, gagang pintu bergoyang.

Gue dengan happy dan full senyum mencoba menyambut pelanggan

"Iya?"

Di dahului oleh suara yang familiar dari balik pintu dan berlanjut ke sosok cowok yang gue kenal. Dengan tinggi sekitar 178 cm rambut klimis berwarna hitam dengan poni yang sedikit berantakan. Saat ini dia sedang berdiri di hadapan gue dengan masih memakai seragam sekolah dan memasang wajah kaget.

Seketika senyum penarik pelanggan gue hilang di ganti dengan wajah datar sedikit kaget. Gue berusaha positif thinking kalau ini rumah temannya dan pelanggan Dilla adalah ibu temannya atau kakak.

"Win? Lo kok di sini?" tanya gue berusaha memasang senyum lagi

"Sayang? Kok lama banget?" suara dari dalam rumah mulai mendekat.

Winanta kelihatanya bingung harus bagaimana.

"Sayang, ngapain sih berdiri aja di depan pintu?" gadis berambut coklat sebahu tiba di hadapan gue dan langsung menggandeng tangan Winanta. Lalu ia pun melihat ke arah gue,

"Eh? pancake durian ya? Wahh akhirnya sampai~" ia melepas gandengan dan perlahan berjalan ke arah gue. Sementara Winanta masih membeku seolah sedang menyiapkan dialog.

" 'Sayang'?" tanya gue yang membuat cewek bernama Dilla itu mematung saat menjulurkan uang.

Dilla berbalik melihat Winanta yang masih mematung dengan mata yang mondar-mandir. Lalu Dilla melihat mata gue serius menatap Winanta.

"Kenapa mbak?" tanya Dilla sedikit ketus, berbeda dari nada ramah yg tadi.

Gue pun spontan melihat Dilla dengan sedikit menekuk alis.

"Ini uangnya. Makasih yah mbak"

Dilla memberikan paksa uang berjumlah lima puluh ribu dan gue menerimanya.

"Win, maksud Lo apa?" tanya gue ketika mereka mau masuk ke dalam sambil gandengan.

Winanta masih gak balik badan, berbeda dengan Dilla yang langsung berbalik dan bertanya,

"Kalian saling kenal?" tanya Dilla sok polos

Gue sedikit tertawa, "hah, saling kenal?" mata gue mulai memanas seakan siap menampung air mata.

"Kamu siapa nya Winanta? Ngapain gandengan gandengan gitu?" akhirnya gue kelepasan emosi

"Apa sih? Kamu yang siapa?! Ngapain marah-marah gak jelas gitu? Emangnya gak boleh kalau pacaran terus gandengan di depan kamu?" Dilla mempererat gandengannya.

"Hah? A-apa? 'pacar'??" tanya gue membelalak

"Win, apa maksudnya? apa-apaan ini?" Gue berusaha menahan tangis, jangan sampe Winanta sadar kalau gue udah mau nangis, karena Winanta Paling gak suka sama cewek yang cengeng.

"Apa sih? Dari tadi kamu seolah kenal dekat sama Winanta. Jelas-jelas Winanta sekalipun gak pernah ceritain tentang kamu selama lima bulan kami pacaran"

Gue tambah syok dengan apa yang Dilla katakan. Lima bulan?! Selama ini kami baik-baik aja kok. Kenapa Winanta bisa pacaran sama cewek lain selama itu tanpa sepengetahuan gue?! Mulus banget permainannya!

"Win, bangsad lo yah!" Gue mulai menatap tajam Winanta

"Udah cukup.. Hari makin sore. Lo anter dulu sana pesanan yang masih ada" akhirnya Winanta buka mulut dan seakan yang paling bijaksana.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mantan Posesif   Episode 31

    "Cieee gak punya temen. Kasian nyaa menyendirii" goda Alvin begitu melewati bangku gue. Mereka semua pada mau keluar main. Ada juga yang masih duduk di kelas, termasuk gue. "Gue lempar sepatu baru tau rasa lo!" ucap gue seraya bersiap membuka sepatu, walau cuma pura-pura. "Wkwkwk di ajak gabung sama kita ke kantin gak mau lo" ledeknya lagi, mengingat tadi sebelum bel masuk Alvin ada chat ngajak ke kantin dan gue tolak mentah-mentah. Jelas-jelas gue dan Winanta mantan, masa makan bareng. Iya kalo mantan yang baik dan putus secara damai. Lah ini? Mantan terburuk yang pernah ada. "Berisik! Gue bisa ke kantin sendiri!" ucap gue agak kuat karena mereka udah dekat pintu. "Hahaha iya deh iyaa" balas Alvin yang juga sama kuatnya. Winanta kok diem aja? Gue juga gak tau. Baru kali ini dia kayak orang bego. Eh, tapi... gue sempat ngelirik ke arah mukanya. Tau gak? Ekspresi muka nya tuh sulit di artikan. Dia kayak lagi mikirin sesuatu. Tapi yaudahlah. Mau dia punya masalah

  • Mantan Posesif   Episode 30

    Kini mereka udah duduk di warung jajan yang enggak ramai orang lalu lalang, setelah tadi Farez menolong Dilla membelikan bensin. Farez beli bensin nya tepat di warung ini. Warung yang menjual beberapa jenis rokok, jajan, minuman dan juga bensin. "Coba lo ulang lagi, apa yang lo bilang tadi. Ceritain selengkapnya!" "Jadi malam itu waktu kita papasan, aku habis beli buket bunga untuk nembak Vanessa. Awalnya waktu liat kamu yang jalan sambil nangis aku agak kasihan.. tapi begitu dengar teman kamu nyebut Winanta, aku langsung berpikir kalau justru kamu lah yang bikin hubungan Vanessa dan Winanta hancur-" "Eh!! Lo jangan asal nuduh ya! Lo kan gak tau cerita aslinya!" Potong Dilla dengan sedikit berteriak. "Apapun itu, tetap kamu juga salah!" ucap Farez. "Wah enak aja lo-!!" "Udah diem, katanya mau cerita yang lengkap." potong Farez. Dilla pun menurutinya. "Terus begitu aku sampai di sana, aku ada liat Winanta dan Vanesaa yang basah kuyup- tunggu.. jangan-jangan kamu ya yan

  • Mantan Posesif   Episode 29

    "Yaudah tante, Farez izin pulang-" "Ehh tunggu, tunggu!. masa main pulang gitu aja. udah nerima martabak, tapi belum tau kalian habis darimana dengan waktu sesingkat ini." Mampus gue! Padahal gue udah siapin jawaban kalau mama nanya, tapi malah nanya Farez. Mana gue belum bilang Farez lagi.. soal pertemuan gue dan Papa rahasia. "Kami gak darimana-mana kok tante." Farez memberikan jawaban. "Eh??" batin gue. "Tadi emang katanya Vanessa lagi mau makan martabak. Udah lama gak beli katanya." ucap Farez lagi yang udah pasti bohong. "Hah? Loh??" gue tambah bingung. "Oh.. yaudah." respon Mama gue. "Ma, mama masuk duluan aja. Makan martabaknya. Ada yang mau Vanes omongin sama Farez." "Mau ngomong apa kalian?" "Iiih.. Mama kepo." Tanpa sahutan lagi, Mama langsung masuk. Tapi sebelum itu, Farez pamit lagi ke Mama, "Farez pamit ya tante" dan di 'iya' kan Mama. "Eh, elo kok bisa lancar sih bohongnya?" gue sedikit melankan suara. "Yah logika aja sih. Aku gak ada mikir

  • Mantan Posesif   Episode 28

    "Sorry ya, lama" ucap gue setelah kami berjalan menuju parkiran. Sebelumnya Farez udah pamit ke Papa dari jauh, dengan senyum dan menganggukkan kepala. "Gak kok.. gak lama. Lagian pasti kalian jarang jumpa. Jadi harusnya lebih lama dari ini." Gue mendengus lalu senyum, "Haha" tawa gue yang gak ikhlas. "Kenapa?" tanya Farez sambil menyalakan motor. "Gak.. udah yuk jalan" ucap gue. Setelah kami Pergi, gak lama Farez ngomong, "Mama kamu suka martabak gak?" tanya nya. "Yah manusia mana sih yang gak suka martabak?" tanya gue bercanda. Jelas Mama gue suka. "Aku gak suka" ucap Farez. Yang bener aja! Farez gak suka martabak?! MARTABAK?!!. "Tapi martabak telur suka sih" lanjut nya. Gue diam. Teringat kalau Winanta juga paling suka martabak telur. Dan anehnya daripada pakai saus khusus martabak telur, Winanta lebih suka pakai saus botolan. "Apalagi di makan pakai saus botolan" -Farez. JLEB!! "A-apa apaan ini?! Kenapa pas banget?" Teriak gue dalam hati. "Y-yauda

  • Mantan Posesif   Episode 27

    Walaupun kejadian kemarin membuat Farez sedih, tapi berkat ucapan gue kalau gue gak mau kehilangan dia sebagai teman, dia bersikap seperti biasa. Dan malam ini gue minta temani Farez keluar buat ketemu papa. Papa sore tadi nelpon, minta ketemu sama gue. Kami jarang ketemu dan Papa juga jarang ngasih gue uang. Padahal Papa kerja sebagai mekanik di salah satu perusahaan mobil. Udah pasti kan, gaji nya lumayan. Tapi gue ikhlas aja kok, kalau misalnya Papa lebih milih keluarga baru nya. Apalagi anak dari isteri baru papa, alias anak dari selingkuhan Papa ada dua. Yang cewek seumuran gue, kelas tiga SMA dan yang cowok masih kelas dua SMP. "Ma, Vanes izin keluar dulu ya sama Farez" ucap gue sambil menyalami tangan mama. Kami bertiga udah di teras rumah. "Iya, jangan terlalu malam ya pulangnya" ucap Mama mengizinkan gitu aja tanpa tanya tujuan kami mau kemana. "Hati-hati ya Farez, jagan ngebut" ucap Mama lagi, di iringi Farez yang juga salam ke Mama gue. "Iya tante, kami pamit y

  • Mantan Posesif   Episode 26

    "Lo mau nembak Vanessa?" tanya Winanta setelah melihat apa yang Farez genggam. Sebuket bunga dengan ukuran tidak terlalu besar, pas di genggam. Pertanyaan itu sukses membuat kami bertiga membeku, khususnya Farez. "Kalau iya, jangan harap Lo bisa" lanjut Winanta lagi sebelum Farez sempat jawab. Farez sedikit kesal dengan apa yang Winanta ucapin barusan. Dia menekuk kedua alisnya dengan tidak terlalu kuat. "Kenapa?" tanya Farez dengan nada bicara yang gak kayak biasanya gue denger,, nada bicara yang sedikit dingin. Belum sempat Winanta buka mulut, gue yang masih belum sadar saat ini situasi apa, langsung spontan nanya Farez, "T-tunggu..! Farez, ini ada apa sebenernya?" "Lo tadi izin pigi sebentar buat beli bunga itu? buat gue?" tanya gue lagi. Farez diam. "Haha kok diam? Takut di tolak duluan ya?" ucap Winanta sengaja memancing emosi Farez. "Lo bisa diem gak? makin hari mulut lo makin kayak cewek tau gak?" gue tanpa sadar ngeluarin kata - kata yang pasti bikin sakit hat

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status