Share

Bab 107: Warna Abu-abu

Author: Rizki Adinda
last update Huling Na-update: 2025-08-07 13:40:50

“Apa? Kamu sudah hafal semuanya?” seru Tina dengan mata membelalak, nyaris terpental dari tempat duduknya.

Veronika menoleh pelan, senyum kecil menggantung di sudut bibirnya, seolah tidak menganggap itu hal luar biasa.

Tapi Tina, dengan gerakan gugup dan mata penuh kecemasan, segera memberi isyarat samar, telunjuk tergigit dan pandangan menyapu cepat ke arah Nadira yang duduk tak jauh dari mereka.

Aura Nadira seolah mengisi seisi ruangan dengan hawa dingin, seperti kabut tak kasatmata yang menyusup ke pori-pori.

Bukan Nadira yang dulu mereka kenal, yang tertawa lepas di pagi hari sambil menyeruput teh dari cangkir retak warisan nenek.

Kini tatapannya menusuk, tegas, dengan cara yang membuat siapa pun ingin menunduk tanpa disuruh.

Tapi Veronika tetap tenang. Matanya jernih dan polos, seolah tidak menyadari ketegangan yang menggumpal di udara.

“Saat Tina belajar tadi siang, aku ikut menghafalnya juga,” katanya ringan, nyaris seperti men

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 130: Wajah Pembinasa

    Nadira hanya mengangguk pelan, lalu meletakkan kembali ponsel ke pangkuan Tara. Gerakannya lembut, nyaris tanpa suara, seperti seseorang yang terlalu lelah untuk berkata-kata.Ia bersandar ke jok mobil, tubuhnya perlahan tenggelam dalam kursi empuk yang menyimpan kehangatan matahari sore.Wajahnya tak menunjukkan ekspresi, tapi ada bayangan letih yang mengambang di balik kelopak matanya yang terpejam.Tara menatapnya sesaat, memperhatikan garis wajah Nadira yang tak berubah banyak sejak dulu. “Capek, ya?” bisiknya lembut, nyaris ragu.“Mau sandarin kepala ke bahuku?”Tak ada jawaban. Tapi Nadira membuka sedikit matanya, lalu dengan gerakan tenang, menyandarkan kepala di bahu Tara.Aroma samar dari parfum yang biasa dipakainya menyeruak pelan, berpadu dengan aroma kulit Tara yang mengingatkannya pada rumah—bukan tempat, tapi rasa.Tangannya bergerak pelan, mencari lengan Tara, dan menggenggamnya. Genggaman yang familiar.Genggam

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 129: Luka yang Belum Sembuh

    “Tentu aja. Udah lama banget kita nggak bareng. Aku harus manfaatin momen ini.”Tanpa ragu, Tara meraih leher Nadira dan memeluknya. Gerakannya ringan, seolah memeluk sahabat lama yang baru ditemui lagi setelah bertahun-tahun.Aroma parfum manis samar tercium dari rambut Nadira, bercampur dengan angin malam yang lembap.Meski ekspresi Nadira datar, matanya tak menampik kehadiran Tara. Tak ada ketegangan, hanya sisa keakraban yang tak lekang waktu.Keduanya berdiri dekat di antara deretan mobil dan cahaya temaram dari lampu taman yang menggantung rendah di atas trotoar berbatu.Dari seberang jalan, Mahesa berdiri membatu. Tangan kanannya mengepal kuat, sekuat usahanya menahan emosi yang sudah membuncah.Rahangnya mengencang, matanya berkilat merah, seperti bara yang nyaris menyala.“Lepasin dia,” desisnya, nyaris tak terdengar, namun tajam seperti ujung pecahan kaca.Nadira dan Tara spontan menoleh. Tara mendongak, menatap Mahes

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 128: Kejutan yang Menyebalkan

    “Aku bukan nanya kamu. Tapi orang di belakang kamu,” ujar Nadira pelan, nyaris seperti gumaman, namun tajam dan menusuk.Suasana di rooftop gedung tua itu mendadak menegang. Lampu-lampu kota Jakarta berkerlip di kejauhan, sementara angin malam yang lembap berembus makin kencang, membawa aroma beton basah dan debu yang mengendap lama.Mahesa sempat mengernyit. Tapi sebelum sempat bertanya, angin di belakangnya terasa berdesing. Insting lamanya menyala.Ia memutar badan dan menunduk dalam satu gerakan cepat, menghindari pukulan yang meluncur nyaris menyentuh pelipisnya.Tinju berikutnya datang tanpa ampun. Mahesa menangkis, lengannya bertubrukan dengan tangan lawan.Bunyi “duk!” menggema, berat dan padat, seperti suara kayu tua dipukul palu.Dua pria itu kini berdiri saling berhadapan. Pandangan mereka saling mengukur, seolah mencoba menebak kekuatan dan kelemahan masing-masing hanya dari cara berdiri dan napas yang tertahan.Lalu, tanp

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 127: Bayangan Sang Penyelamat

    Udara malam masih menyisakan bau logam darah yang menyesakkan. Di bawah sorot lampu jalan yang redup, tubuh-tubuh itu bergetar, bukan hanya karena luka yang menganga di dada mereka, tapi karena sosok perempuan yang berdiri tegak di hadapan mereka.Nadira, rambutnya berantakan tertiup angin, mata tajamnya menyorot seperti pisau yang baru saja menebas keyakinan mereka.Sisa darah menetes dari ujung bilah pisau di tangannya, menciptakan irama perlahan di atas tanah becek.Para anak buah itu saling berpandangan, seolah berharap ada yang bisa memberi aba-aba untuk kabur, tapi tak seorang pun bergerak.Pakaian mereka kusut, bercampur tanah dan darah, dan wajah mereka tak menyembunyikan kepanikan.Mereka pernah menghadapi berbagai macam orang keras, tapi baru kali ini bertemu wanita yang membuat nyali mereka menciut seperti tikus yang baru mencium bau kucing lapar.Satu per satu, senjata mereka jatuh ke tanah, berbunyi nyaring memantul di keheninga

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 126: Siapa Selanjutnya?

    “Kalian udah selesai ngerencanain? Kalau belum, lanjut aja ngobrol. Aku balik ke mobil dulu, tidur bentar.”Nada suara Nadira terdengar datar, tapi ada semburat dingin yang membelah udara malam. Ucapannya mungkin terdengar santai, namun caranya melontarkannya seperti tamparan pelan yang menyakitkan.Wajah pria dengan luka parut menyilang dari pelipis ke dagu mengeras. Sorot matanya menyempit, rahangnya mengatup seperti sedang menahan amarah yang nyaris mendidih.“Dasar cewek sialan,” gumamnya pelan sebelum berteriak, “Serang! Hajar dia!”Langkah kaki berderap, tanah berdebu terangkat oleh gerakan tergesa. Tiga pria berbadan besar menerjang serempak, seperti singa lapar yang mencium darah.Namun Nadira tak bergerak. Ia berdiri tegak di bawah sinar rembulan yang temaram, rambut hitamnya berkibar perlahan ditiup angin malam.Wajahnya tenang, nyaris tak menunjukkan emosi. Matanya, tajam dan dingin, menatap ke depan tanpa gentar.Seketika,

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 125: Api dalam Bayang-Bayang

    Cinta dan perlindungan orang tuanya melingkupinya seperti kabut pagi yang hangat, tak kasat mata namun selalu ada, mengelilingi setiap langkah dan detaknya.Tapi Nadira lahir dengan api kecil dalam dadanya, nyala yang tak bisa dibekap selimut kasih sayang.Hasratnya menjelajah dunia luar tumbuh diam-diam, seperti akar liar di bawah tanah, merambat pelan namun pasti, menembus batas perlindungan yang dibangun dengan sepenuh cinta.Ia merancang pelariannya seperti merangkai mimpi. Tiap detail ia pikirkan, tiap kemungkinan ia hadapi dalam imajinasi panjang malam-malamnya.Dan saat usia menyentuh empat belas, ia melangkah keluar. Dunia menyambutnya bukan dengan pelukan, melainkan dengan tangan kasar yang merenggut kebebasannya.Ia diculik hanya dalam hitungan hari.Trauma itu menggigit lebih tajam dari luka fisik. Tapi dari kehancuran itu, ia menumbuhkan sesuatu yang lebih kuat dari ketakutan.Ia belajar. Ia bertumbuh, meski harus berdarah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status