Tessa Willson dan Leonil Scoth telah menikah hampir dua tahun lamanya. Kesibukan Leo sebagai CEO perusahaan besar miliknya membuat Tessa merasa kesepian. Apalagi akhir-akhir ini Leo tak pernah membuatnya terpuaskan di atas ranjang. Akibatnya Tessa sangat kecewa. Sampai akhirnya Arnold Caldwell datang di kehidupan rumah tangga Tessa dan Leo. Arnold adalah ayah sambung Leo. Kedatangan Arnold ke kota New York tadinya untuk urusan bisnis. Namun siapa sangka, justru dia malah tertarik pada pesonaTessa. Keduanya pun terlibat perselingkuhan di belakang Leo. Arnold memberikan apa yang tidak Tessa dapatkan dari Leo. Tessa merasakan gairahnya lagi bersama Arnold. Namun di saat Tessa ingin mengakhiri semuanya, justru dirinya malah terjebak dalam permainan licik Arnold. Mampukah Tessa terlepas dari cengkeraman Arnold, dan mempertahankan pernikahannya dengan Leo? Notes : Novel GAIRAH PAPA MERTUA KU hanya ditulis oleh DEWA AMOUR. Jika menemukan bacaan yang serupa dengan nama pena lain, harap hubungi penulis.
View More"Oh, shit!"
Umpatan itu lolos begitu saja dari bibir tipis Leo. Sungguh menyebalkan! Baru saja lima belas menit dirinya mengumuli tubuh polos Tessa, istrinya. Namun, miliknya sudah meledak begitu saja. Hal itu yang sering membuat Tessa kecewa setiap kali mereka selesai bercinta. Tentu saja! Tessa Willson, istrinya yang baru berusia 23 tahun itu pasti menginginkan lebih dari percintaan mereka. Namun apa daya, akhir-akhir ini Leo sangat sibuk dengan perusahaan. Sampai-sampai dirinya mulai jarang berolahraga dan staminanya mulai menurun. Padahal dirinya baru berulang tahun yang ke 25 pekan lalu, tapi kenapa tenaganya di atas ranjang sudah seperti kakek-kakek! "Aku mau mandi," ucap Tessa segera mendorong dada polos Leo dari tubuhnya. Wajahnya terlihat sangat kecewa. Ini bukan yang pertama kalinya. Suaminya itu memang menyebalkan! Leo yang tampan dengan tubuh atletisnya itu, sudah tidak becus membuatnya terpuaskan seperti dulu. "Darling, bagaimana kalau kita mandi bersama?" tawaran Leo seolah menunjukkan rasa sesalnya atas percintaan mereka yang buruk tadi. "Tidak, aku mau berendam di bathtub. Kamu bisa mandi di kamar mandi tamu saja." Tessa segera beringsut dari ranjang. Dia segera meraih pakaian tidurnya, lantas berlalu meninggalkan Leo. Menyebalkan! Tessa mendorong pintu kamar mandi dengan penuh emosi. Hasratnya masih sangat membara, tapi Leo sudah selesai begitu saja. Hh, sepertinya dia harus menuntaskannya di dalam bathtub. Leo mengusap kasar pada wajahnya. Sial! Pasti Tessa marah padanya. Ia menarik napas dan segera turun dari ranjangnya. Setelah mengenakan boxernya ia segera meninggalkan kamar. "Darling, pagi ini Daddy Arnold akan tiba di New York." Leo memulai percakapan saat dirinya dan Tessa sedang duduk berhadapan di meja makan. Waktu menujukkan pukul tujuh pagi. Keduanya sedang menikmati sarapan. "Oh, iya. Lantas, apa kamu mau menjemputnya?" tanya Tessa sembari mengoles selai cokelat pada roti yang sedang dipegangnya. Wajahnya masih tampak kesal. Leo mengerti, rasa kesal Tessa takkan mudah hilang setiap kali mereka habis berhubungan intim. Seperti pekan lalu, Leo membelikan sebuah kalung berlian untuk mengembalikan mood istrinya lagi. Namun sekarang, apa lagi yang harus Leo lakukan untuk membuat istrinya kembali senang. Tessa sudah memilki banyak perhiasan. Mungkin satu unit mobil listrik? Leo mulai berpikir. Sepasang mata Tessa terangkat pada Leo. Pria itu tidak menjawab pertanyaannya tadi. Dia malah terlihat sedang memikirkan sesuatu. Pasti urusan pekerjaan. Menyebalkan! Ia semakin kesal saja pada Leo. "Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi, Leo. Apakah kamu akan menjemput Daddy Arnold?" Akhirnya Tessa mengulang pertanyaannya yang tadi. Kali ini suaranya lebih cetar. Leo sampai tersentak mendengarnya. "Ah, iya, Sayang. Aku akan menjemput Daddy Arnold. Bahkan Daddy akan tinggal sementara dengan kita. Kau tidak keberatan, kan?" Leo meraih jemari Tessa yang ada di atas meja. Sepasang pupilnya menatap penuh harap pada istrinya itu. "Boleh saja. Asalkan dia bisa menjaga kebersihan di rumah ini," cetus Tessa seraya menarik paksa tangannya dari genggaman Leo. Dia kembali melahap rotinya dengan santai dan acuh pada pria di hadapannya itu. "Aku sangat mencintaimu, Darling." wajah Leo berbinar mendengar jawaban Tessa. Dia segera meraih kedua pipi Tessa, lantas mengecup bibir istrinya. "Leo ... umh!" pekik Tessa kaget. ......................................................... Waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Tessa sedang duduk bersantai di taman samping mansion Leo. Jemari lentik dengan nail warna silver begitu lincah memainkan tombol navigasi game pada layar ponselnya. Hanya itu yang bisa Tessa lakukan kala mengisi kesepiannya saat Leo tak berada di rumah. Sedangkan beberapa pelayan tampak sedang sibuk dengan pekerjaan mereka mengurus mansion besar Leo. Mansion peninggalan ayahnya itu memang terlalu besar kalau hanya ditempati olehnya dan Tessa saja. Namun, Leo tak ingin meninggalkan mansion warisan ayahnya itu. Dia ingin membentuk keluarga kecilnya di sana. Tessa dan Leo sangat ingin memiliki seorang anak, tapi Leo terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai-sampai ia mengabaikan keinginan mereka. Apalagi melihat kondisi Leo sekarang. Hh, sepertinya harapan mereka untuk memiliki seorang buah hati semakin tipis saja. "Maaf, Nyonya. Tuan Leo sedang menunggu Anda di ruang tamu." seorang pelayan tiba-tiba datang membuat Tessa kesal, karena dia menjadi lengah dalam permainan game-nya. "Apa kamu tidak melihat? Aku sedang bermain game! Kenapa kamu malah menggangguku? Lihatlah, aku sudah kalah sekarang!" Tessa segera berdiri merongos pada si pelayan wanita yang kini berdiri di hadapannya. "Maaf, Nyonya. Saya hanya mengikuti perintah dari Tuan Leo." Si pelayan menunduk ketakutan melihat Tessa memasang wajah geram padanya. "Huh!" Tessa memalingkan wajah jengah dan segera berlalu. Baru jam sebelas pagi, tapi Leo sudah pulang? Apakah dia ingin memperbaiki percintaan buruk mereka tadi malam? Tessa berpikir sembari berjalan menuju ruang tamu. Daddy Arnold? Sepasang mata Tessa membulat seiring langkahnya yang terhenti. Dia melihat seorang pria tinggi berkulit putih dengan postur kekarnya sedang duduk bersisian bersama Leo di ruang tamu. Arnold Caldwell, ayah tiri Leo itu tampak masih muda dan tampan di usianya yang hampir 35 tahun. Bulu halus pada dagunya membuat Tessa menelan ludah kasar. Macho, pikirnya gemas. Dia segera melanjutkan langkah menuju pada mereka. Leo dan Arnold segera berdiri melihat Tessa datang. Arnold melempar senyum pada wanita itu. Tessa membalas senyumnya dengan pipi yang bersemu merah. Crazy! Senyuman Arnold membuatnya bergetar. "Tessa, bagaimana kabarmu?" Arnold segera menyambut Tessa. "Baik, Dad. Kamu sendiri bagaimana? Apakah sudah menemukan pengganti Mommy di Austria, hm?" Tessa menggoda Arnold dengan pertanyaan yang membuat Arnold dan Leo terkekeh geli. "Kamu ini, Daddy baru saja tiba, tapi kamu sudah menyerangnya dengan pertanyaan konyol begitu," ucap Leo sembari menahan tawanya. "Tidak ada waktu untuk itu, Tessa. Aku sedang banyak pekerjaan di kantor," jawab Arnold kemudian. Tessa menggigit bibir bawahnya. Bibir basah Arnold sungguh membuatnya sangat tergoda. Bibir yang seksi, gumamnya dalam hati. Leo segera mengajak Arnold dan Tessa untuk duduk. Mereka pun kembali berbincang-bincang. Hanya seputar obrolan kantor. Tessa hanya menyimak sembari memandangi Arnold. Sial! Kenapa pria dewasa itu terlihat lebih menarik di matanya daripada Leo. Tidak, ini bodoh! Tessa segera memalingkan wajahnya. Namun, kali ini Arnold yang meliriknya. Tessa duduk dengan bertumpang kaki. Membuat kedua paha putihnya terekpos karena roknya yang pendek. Arnold tersenyum smirk melihatnya. Setelah saling bertukar cerita, Leo pun pamit untuk kembali ke kantor. Asistennya tiba-tiba menelepon dan mengatakan jika Leo masih ada meeting dengan seorang klien. Meski masih ingin mengobrol dengan Arnold, akhirnya Leo pun pergi. "Aku akan segera kembali," ucap Leo setelah mengecup pucuk kepala Tessa. Istrinya itu mengantarnya sampai pada mobil. Tessa hanya mengangguk dan Leo pun berlalu. "Tessa, di mana kamarku?" Arnold menyambut Tessa saat wanita itu memasuki rumah. "Ah, iya. Ayo ikut denganku, Dad." Tessa segera berjalan menuju kamar tamu yang ada di lantai dua rumah itu. Arnold mengikuti Tessa sambil menyeret kopernya. Tessa berjalan melenggok seperti seorang model. Tubuhnya tinggi dan ramping. Namun, tampak berisi di beberapa titik pentingnya. Arnold menelan salivanya melihat pinggul Tessa melenggak-lenggok. Sungguh indah dan membuatnya tertarik ingin mencicipi. "Taraa! Ini kamarmu, Dad!" Tessa mendorong pintu kamar tamu dan segera mengajak Arnold untuk masuk. Senyumnya sangat manis pada Arnold. Senyum itu pantasnya ia tunjukkan untuk Leo. "Waw!" pekik Arnold takjub melihat kamar luas tersaji untuknya. Sesuai seleranya, dan ia menyukainya. "Selamat beristirahat, Dad." Tessa hendak berlalu. "Tunggu, Tessa." Arnold dengan lancang mencekal lengan Tessa. Wanita itu menatapnya heran. Genggaman tangan Arnold begitu kuat. Pria itu pun mendekat padanya. ...................................... Notes Author : Pada umumnya orang Barat tepatnya di Amerika dan sekitarnya, anak tiri biasanya tidak memanggil ayah tirinya dengan sebutan "Ayah" Mereka memanggilnya dengan namanya saja. Begitu pula dengan menantu, kebanyakan mereka memanggil Ayah/ Ibu mertuanya dengan namanya saja. Namun, dalam novel ini Leo dan Tessa memanggil Arnold dengan sebutan "Daddy" (ayah) Semua itu karena penulis ingin menciptakan suasana yang lebih dramatis dengan alur cerita yang dijabarkan. Terima kasih sudah membaca 🙏Setelah merasa lebih tenang, Lusi segera melepaskan pelukannya dari tubuh kekar Leo. Dia memegang kedua bahu pria di hadapannya itu. Matanya yang basah menatap dalam-dalam ke manik-manik birunya yang tampak sendu."Tuan Muda," ucap Lusi dengan lirih. Dia menahan tangisnya mati-matian.Leo mengernyitkan dahi, heran. "Bibi, katakanlah! Kenapa Bibi sampai jatuh ke kolam? Aku rasa Bibi bukan orang yang ceroboh, kan?" Leo memegang kedua tangan Lusi yang masih memegangi kedua bahunya. Matanya mengunci tatapan wanita itu."Tuan Muda, Nyonya Tessa. Dia--"Lusi berusaha sekuat tenaga untuk mengatakan apa yang sudah dilihatnya. Arnold dan Tessa, mereka menjalani hubungan ilegal di belakang Leo."Tessa? Ada apa dengan Tessa? Katakan!" Leo mulai panik karena Lusi menyebut nama istrinya.Dia mencemaskan Tessa."Nyonya Tessa--" Lusi terisak-isak. Kalimatnya tergantung begitu saja.Melihat sikapnya yang aneh, Leo keheranan tak karuan."Leo! Kamu sudah pulang? Hei, apa yang sedang kamu lakukan di tep
Tessa dan Leo masih berdiri berhadapan. Keduanya saling bertatapan. Arnold mulai muak melihat semua itu, dia pun ikut berdiri menengahi mereka."Ada apa ini? Kenapa kalian ribut? Ayo kita lanjutkan sarapannya," tukas Arnold dengan wajah tanpa dosa."Tessa, kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku!" Leo menunjuk wajah Tessa dan berlalu meninggalkan meja makan dengan kesal.Tessa segera menyusul. "Leo!""Baiklah, ayo kita sarapan sendiri saja." Arnold kembali duduk dan menikmati sarapannya dengan santai. Persetan dengan Tessa dan Leo yang sedang berseteru itu."Leo, dengarkan aku! Ada apa denganmu? Mengapa kamu marah-marah tak jelas?" Terhuyung-huyung Tessa mengejar langkah panjang Leo yang sudah tiba di teras depan mansion."Leo, kumohon jangan begini. Ada apa denganmu?" Akhirnya Tessa berhasil mengejar Leo. Ia segera mendekap punggung pria itu."Lepaskan, Tessa!" Leo dengan kasar menepis tangan Tessa darinya. Kali ini wajahnya tampak sangat kesal pada wanita di hadapannya itu."L
Diluar hujan deras malam itu. Petir menyambar-nyambar bangunan megah Mansion Leo. Tessa dan Arnold sedang berdiri berdua di dalam kamar. Arnold tak henti meliarkan bibirnya pada tengkuk leher Tessa hingga menggigit bahunya gemas."Hentikan, Dad--aku tak tahan lagi," racau Tessa dengan matanya yang terpejam tak menentu.Arnold merengkuh tubuh polosnya dari belakang. Memainkan lembah cinta Tessa dengan sentuhan intim."Dad--" Tessa semakin menginginkan lebih. Namun, sepasang matanya tiba-tiba melihat bayangan Leo yang sedang berdiri di luar jendela kamar. Ia membulatkan manik birunya kaget. Kilat petir menegaskan bayangan Leo di sana.Ya, itu Leo!"Leo!" pekik Tessa segera mendorong tubuh Arnold darinya. Dia segera meraih selimut putih guna membalut tubuh polosnya. Dengan langkah cepat ia segera keluar kamar mengejar Leo."Leo, dengarkan penjelasanku dulu! Ini tak seperti yang kamu kira. Aku ..." Tessa hampir gila melihat Leo tampak sangat murka padanya."Leo, katakan sesuatu! Aku sa
Leo menyapu pandangan di sekitar kamar mencari Tessa. Di mana istrinya itu? Apakah di kamar mandi? Leo segera memutar langkahnya menuju pintu kaca di sudut ruangan. "Darling!" Teriaknya berharap Tessa akan menjawab. Namun sepertinya Tessa memang tak ada di kamar. Brak!Suara apa itu? Leo sangat kaget sekaligus cemas. Dia segera berlari menuju ruang ganti di mana suara gaduh itu berasal. Ya Tuhan ... apa yang terjadi? Leo sangat mencemaskan Tessa. "Tessa?" Leo membulatkan matanya melihat Tessa baru saja mau bangkit dari lantai di ruang walk-in closet. Entah apa yang terjadi. Tessa sepertinya baru saja terjatuh dari sofa. Dengan perasaan cemas luar biasa, Leo segera menghampiri wanita itu. "Darling, apa yang terjadi padamu? Apa kamu baik-baik saja?" Leo membantu Tessa untuk berdiri. Kemudian dia menggiring sang istri menuju pada sofa. "Aku tadi terjatuh dari sofa. Aku baik-baik saja, kok!" Tessa memberikan wajah manja pada suaminya. Dia tahu bagaimana caranya agar Leo luluh pad
Waktu terus berjalan. Arnold seharusnya sudah kembali lagi ke Austria untuk mengurus kantor Leo di sana. Namun pria penyuka red wine ini menolak saat Leo memintanya untuk kembali ke Austria. Arnold mengatakan, jika di sana ada asistennya yang bisa diandalkan untuk mengurus kantor.Tidak berpikiran buruk pada Arnold, Leo pun setuju saja. Leo pikir Arnold lebih baik berada di sini, karena ada yang menjaga Tessa saat dirinya tak berada di rumah atau sedang tugas di luar kota. Leonil Stratan Scoth! Terbuat dari apa sih hatinya? Kenapa dia tidak mencurigai Arnold yang lebih betah di mansion sepanjang hari daripada membantunya di kantor?Padahal, Leo sangat sibuk akhir-akhir ini karena perusahaannya sedang berkembang pesat. Sedangkan si brengsek Arnold malah sibuk menggarap sawahnya saat dirinya tak ada.Tessa yang malang tak bisa menolak gairah gila Arnold. Pria itu selalu mengancam kalau ia akan membeberkan video laknat itu pada Leo dan orang juga tuanya. Namun, belakangan ini Leo mema
Tessa menelan ludah kasar mendengar permintaan Leo. Pria di hadapannya itu adalah suaminya. Suami sah-nya! Dia tak mungkin menolak keinginan Leo akan tubuhnya. Meski sedang sangat letih, akhirnya Tessa pun mengabulkan keinginan Leo.Sungguh luar biasa. Leo mulai ada kemajuan. Sudah hampir satu jam berlalu, tapi Leo masih belum mencapai puncaknya.Tessa mengerang, bahkan meracau. Bercinta dengan pria yang sangat ia cintai memang jauh lebih indah dan bergairah daripada bersama si brengsek Arnold."Bagaimana, Darling? Apa ada perubahan?" bisik Leo sembari menggerakkan pinggangnya perlahan di atas tubuh polos Tessa."Luar biasa, Honey. Aku menyukainya!" pekik Tessa sangat senang karena kini Leo telah kembali."Baiklah, Sayang. Ayo kita selesaikan!" semangat Leo. Dia segera membalik posisi tubuh Tessa. "Leo ..." Tessa mengerang menikmati. Penyatuan itu pun bertahan sampai akhirnya Tessa dan Leo merasa sama-sama terpuaskan.Arnold yang sedang berjalan tak sengaja mendengar suara-suara lak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments