Malam semakin larut, dalam kesunyian, sosok wanita berdiri beranda yang pucat tanpa peduli angin dingin menerpa tubuhnya yang ringkih.
Tuk menunggu seseorang di jalan pulang.
“Kakak ....” Zeron membatu memandang punggung lembut namun rapuh, menantang deru angin di kegelapan malam.
Raelina memeluk dirinya sambil menoleh menatap sang adik dengan senyum di wajahnya yang pucat.
“Kenapa kau belum tidur?”
Zeron tidak menjawab, menatap lurus kedalaman mata wanita itu.
“Bagaimana dengan Kakak? Sudah larut, jangan menunggu lagi. Dia ... Tidak akan kembali.” Suaranya melemah di akhir kalimatnya.
Raut wajah Raelina hanya tersenyum, namun bibirnya yang membiru bergetar, melengkungkan senyum getir.
“Aku tahu.” Suaranya serak, terdengar memaksakan mengeluarkan suara yang tersendat di ujung tenggorokan.
Tapi dia tidak percaya.
Tidak masalah orang lain menganggap Yosua tidak akan kembali, karena dia percaya Yosua akan menepati janjinya.
Hai, para readerku. Bagaimana kabar kalian? Semoga kalian sehat selalu🙏😊Apa kalian suka dengan cerita "My Ex-Husband Is A"?Tidak puas dengan edingnya?Apa kalian ingin sekuel cerita Raelina dan Yosua?Tolong tulis pendapat kalian di kolom komentar ya😊🙏😘Aku ada rencana buat season 2. Tapi aku masih belum pasti nulis season kedua, karena aku ingin melihat minat pembacaku pada cerita season dua.Jadi aku ingin minta pendapat kalian di kolom, please🙏😊Jangan lupa juga mampir ke ceritaku yg kedua ya judulnya, "Istri Jahat Presdir" ceritanya tak kalah baper dg novel My Ex-Husband Is A Soldier.Sekian, terima kasih.Salam sayang dari Author Queen Moon😘
Dua tahun kemudian. Drap! Drap! Drap! Seorang wanita cantik berjuang di atas sepatu high heels, mengejar sosok berjas putih yang berjalan di depannya. “Dokter Brian, kumohon dengarkan saya!” Dia menarik lengan jas putih Dokter Brian hingga berbalik menghadapnya. Pria itu memandangnya dengan kening berkerut, tidak senang. “Kalau tidak penting, jangan membuang waktuku.” Dia berkata tidak sabar. Raelina terengah-engah mengatur napasnya. Begitu napasnya mulai tenang, dia menegakkan punggungnya. “Dokter Brian, tolong terima saya di tim relawan medis yang Anda pimpin,” pintanya dengan tegas. Raut wajah pria itu tidak berubah. Dia menatap Raelina datar dan mengucapkan satu kata dengan nada tanpa intonasi. “Tidak.” “Kenapa tidak?!” Raelina sangat marah dengan penolakan tegas pria itu. “Dokter Raelina, semua orang di rumah sakit tahu tentang suami Anda yang telah gugur di Negara Asia Tengah. Aku tid
“Nya … nya … tutu Ma …”Raelina menunduk menatap Zenith yang berdiri di dalam troli belanja menunjuk-nunjuk botol susu-susu yang berjajar di rak dengan telunjuknya yang mungil.Balita mungil itu sudah berusia dua tahun dan belum bisa berbicara lancar.Raelina terkekeh melihat putrinya menatap botol-botol dot bayi dalam rak dengan tatapan rakus. Dia mengambil botol susu Zenith yang masih penuh dan memberikan dot pada balita itu.Zenith melihat susu yang disodorkan ibunya dan meraih dot itu dengan tangan mungilnya. Balita itu dengan lucu duduk kembali di dalam troli dan menyedot dot susunya dengan patuh.Raelina tidak bisa menahan senyumnya melihat putri putrinya minum susu dengan lucu. Dia kemudian mendorong kereta belanja meninggalkan rak berisi dot bayi, dan berjalan ke rak lain berisi peralatan bayi.Dia memasukkan beberapa barang keperluan untuk Zenith yang berupa susu bubuk, popok dan lain-lain ke d
“Hey, kalian anak-anak nakal!” Dua orang berpakaian polisi berteriak dan membunyikan sirene polisi membuat para pemuda itu kelabakan dan dengan cepat melarikan diri.Salah satu petugas patroli mengejar mereka sementara satunya pergi menanyakan keadaan Raelina.Raelina menghela napas lega sambil memeluk putrinya erat. Zenith masih menangis di gendangannya.“Oke, sayang nggak apa-apa sekarang.” Raelina membujuk putrinya yang menangis. Jantungnya masih berdegup kencang karena kejadian tadi.“Apa kamu baik-baik saja, Bu?” tanya petugas patroli ibu dan anak di depannya.Raelina mendongak dan menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih.“Aku baik-baik saja, terima kasih, Pak,” ucapnya dengan penuh syukur.Entah apa yang akan terjadi nanti jika kedua petugas patroli itu tidak menolongnya dan mengusir para pemuda mabuk itu.“Ke mana Anda akan pergi, Bu?” Petugas po
Di bandara agak bising, beberapa lelaki berseragam tentara turun dari pesawat militer maupun berlalu lalang melakukan tugas mereka.Sekelompok orang berdiri dengan koper di tangan, tampak mendengar instruksi dari seorang petugas berseragam tentara angkatan darat.“Apa semua orang hadir?” Petugas bertanya sekali lagi dengan postur militer, menatap kelompok relawan Medis yang akan dikirimkan ke pangkalan militer di Asia Tengah.Dokter Brian menatap para dokter dan perawat dalam timnya untuk memastikan sekali lagi bahwa tidak ada rekannya yang ketinggalan sebelum menjawab petugas itu.“Ya, semua sudah hadir.”Petugas itu melihat ke catatannya di tangannya. “Tapi masih ada satu orang yang tidak hadir, boleh saya tahu di mana dia?” ujarnya menatap para dokter dan perawat di depannya.Dokter Brian mengerutkan keningnya dan menjawab dengan tegas, “Tidak ada yang tertinggal. Tim kami sudah lengkap. Kalau bol
“Kakak Ipar.” Romi menegakkan punggungnya yang bersandar di pohon dan mengangguk sopan menyapa Raelina.Raelina hampir tersandung ketika mendengar panggilannya. Dia menatapnya linglung.“Ka-kakak Ipar?”Apa dia Romi, bungsu dari keluarga Rajjata?“Kamu Romi?” tanyanya dengan ragu dan perasaan rumit.Melihat anggukan lelaki itu, dia menghela napas kecewa. Kebahagiaan di hatinya berpikir dia adalah Yosua berubah menjadi perasaan sedih yang terasa mencekik. Mata Raelina memanas dan matanya mengembun oleh genangan air mata.Romi menatap tanpa ekspresi melihat kesedihan Raelina terlihat begitu jelas.Raelina mengalihkan pandangannya dan menghapus air mata sudut matanya. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya sebelum menoleh menatap Romi dengan senyum terpaksa.“Ah, begitu. Ini pertemuan pertama kita ya ....” Raelina berkata dengan canggung.Sejak menikah dengan
Renaldi dan Dean menyusulnya di belakang.Romi melirik mereka acuh tak acuh tapi menyimpan peringatan serius dalam sorot matanya. Renaldi dan Dean sadar dan langsung menciut.Tidak boleh menyebutkan misi saat ada banyak orang di sekitar.Mereka hanya bercanda. Tidak mengira benar akan ada misi di hari pertama mereka tiba.“Baik, ketua kami akan datang.” Renaldi dan Dean dengan cepat memberi hormat sebelum buru-buru pergi meninggalkan Romi.Romi mengalihkan pandangannya pada punggung Raelina dari kejauhan. Matanya menyipit melihat pria lain di sampingnya.....“Dokter, apa kamu sudah menikah?” Seorang Tentara yang sedang diperiksa Raelina bertanya dengan penuh harap, menatap terpesona dokter cantik di depannya.“Iya, dan sekarang aku sudah memiliki putri berusia 2 tahun,” jawab Yuriel sambil tersenyum untuk ke sekian kalinya.“Ah, sayang sekali,” ujar pria itu itu kecewa dan
“Tidak. Aku tidak berminat menikah lagi,” kata Raelina sekenanya dan kembali memfokuskan dirinya untuk memeriksa catatan kesehatan tentara yang diperiksanya.“Mengapa tidak? Padahal ada banyak pria yang menyukaimu dan mengantre untuk menjadi ayah Zenith,” celetuk Farida agak cemburu.Raelina tersenyum menatapnya dan mendorong kursi roda Farida kembali ke tempatnya.“Kembali bekerja. Jika kamu terus melakukan pemeriksaan siapa tau kamu akan menemukan jodohmu.”Farida mengerucutkan bibirnya dan menarik kursinya kembali ke mejanya.Sementara Dokter Brian menoleh menatap Raelina dan berkata bertanya dengan acuh tak acuh.“Mengapa kamu tidak terpikirkan untuk menikah lagi?”Raelina meliriknya dan tersenyum canggung. Dia bisa menolak menjawab Farida, tetapi Dokter Brian adalah seniornya. Dia tidak mengacuhkan pertanyaannya kan?“Kurasa karena aku tidak siap. Lagi pula Zenit masih