“Apa kamu gila! Siapa yang mengizinkan kamu membawa anak haram itu ke rumah ini!”
Yosua berhenti di depan ganda yang tertutup rapat. Dia melirik gadis di sampingnya.
Gadis itu menundukkan kepalanya sambil meremas tangannya gugup.
Dia semakin menundukkan kepalanya mendengar pertengkaran di balik pintu itu dan mendengar suara yang menyebutnya anak haram.
“Aku tidak peduli kamu punya selingkuhan dan anak haram di luar, tapi jangan pernah coba-coba membawa mereka ke rumah ini!” Suara wanita itu semakin mengeras dan penuh emosi.
“Lalu apa yang harus aku lakukan? Kamu bahkan tidak bisa memberiku anak! apa kamu ingin aku menyerahkan harta warisanku pada keponakanku?!”
Suara Tuan Stephan balik membentak wanita yang diduga istrinya.
Tidak terdengar lagi suara pertengkaran di dalam ruangan itu. Tak lama kemudian pintu terbanting terbuka dan sosok wanita paruh baya keluar dengan wajah penuh amarah.
Dia
Suara dering ponsel membangunkan Yosua dari tidurnya. Dia membuka matanya menahan kantuk dan mengambil ponselnya di atas nakas, lalu melirik nama penelepon di ponselnya.Dia seketika bangun dan mengucek matanya.“Halo, Tuan Asrif.”“Yosua, kamu di mana sekarang?”“Aku di rumah.”“Nona Fiona kabur setelah mendengar berita kematian ibunya. Kamu cepat ke rumah duka sekarang!”Yosua terkejut mendengar Diana meninggal.“Sekarang?” Yosua melirik ke luar jendela melihat matahari sudah tingga. Tampaknya dia tidur kesiangan.Namun dia sedang cuti.“Tapi Pak, saya sedang cuti. Apa tidak bisa menyuruh orang lain?”“Aku sudah menyuruh orang lain, namun mereka kesulitan menangani Nona Fiona. Kamu harus datang sekarang! ini sangat penting,” balas suara pria di ujung telepon tegas.“Baik Pak,” balas Yosua hormat sebelum m
“Syukurlah kandunganmu tidak apa-apa. Kamu hanya tertekan dan itu berpengaruh pada janin di perutmu.”Raelina menghela napas lega mendengar hasil diagnosis dokter kandungan yang merupakan rekan dokter.“Banarkah? Terima kasih, Dokter Alina,” ucapnya dengan penuh syukur sambil mengelus perutnya.Dokter Alina tersenyum dan menunduk menulis resep di catatannya.“Aku memberimu resep untuk memperkuat kandunganmu. Lain kali kamu harus menjaga mood-mj agar tidak sampai stres dan tertekan. Berusahalah untuk menjaga pikiranmu tenang,” ujar Dokter memberi Raelina nasihat kemudian memberikan kertas resep obat pada Raelina.“Aku mengerti, terima kasih Dokter Alina,” balas Raelina mengambil kertas dari Dokter Alina.“Ke mana suamimu? Mengapa dia tidak menemanimu?” Dokter Alina bertanya penasaran karena tidak melihat Yosua menemani Raelina.Senyum di wajah Raelina menghilang, itu hanya ses
Yosua kembali ke rumah duka Diana usai menyelidiki kematian Diana di rumah sakit. Yosua mengulang kata-kata perawat yang memberi kronologi kematian Ibu kandung Fiona.“Ibu Diana memang sudah melewati masa kritis setelah operasi semalam. Ini tidak ada hubungannya dengan dampak dari operasi semalam. Awalnya dia terlihat baik-baik saja saat saya memeriksanya. Tapi .....” Suster itu menjeda kalimatnya sesaat, dia terlihat ragu-ragu ingin melanjutkan kalimatnya. Ekspresi wajahnya tampak cemas.Yosua menyilangkan tangannya di depan dada, matanya menatap suster itu tenang.“Apa yang terjadi setelah itu?”Suster itu menelan ludah gugup.“Sebenarnya aku tidak yakin, saat kembali untuk mengecek kondisi Ibu Diana, seorang pria asing keluar dari ruang rawat Ibu Diana. Aku pikir itu kerabat yang mengunjungi Ibu Diana. Tapi saat aku masuk ke ruangan itu, Ibu Diana terbaring kaku di atas ranjangnya. Ventilator yang menopang hid
Raelina menatap kosong langit malam yang tak berbintang. Putrinya sudah tertidur dalam gendongannya. Sudah tiga puluh menit dia menunggu namun Yosua belum juga datang. Bahkan satpam yang berjaga di parkiran sampai menanyakannya beberapa kali dan menyuruhnya menunggu di dalam gedung rumah sakit. Namun Raelina menolak dan akan menunggu Yosua. Dia takut Yosua datang dan melihatnya tidak ada. Raelina mencoba untuk berpikir positif Yosua pasti akan datang dan pasti ada yang membuatnya lama. Namun sejam kemudian Yosua masih belum juga datang. Menghubunginya pun tidak. Dia mencoba menelepon, namun telepon Yosua tidak aktif. Raelina mencengkeram ponselnya erat. Ekspresinya sangat muram, menatap layar ponselnya. Raelina lelah dan sangat kecewa, dia tidak ingin menunggu Yosua lagi dan memutuskan naik taksi pulang sendiri dengan hati penuh kekecewaan. Saat dia hendak memanggil taksi, ponsel di tangannya bergetar dan sebuah notice masuk ke m
“Aku memilih kamu bekerja kembali menjadi tentara. Meski aku merasa kesepian, aku tidak akan merasa sakit hati seperti ini.” Raelina menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya. Raut wajah Yosua berubah muram. “Aku juga tidak ingin melakukan ini dan membuatmu terabaikan! Kamu pikir aku ingin melakukan pekerjaan remeh ini, tapi demi kamu dan anak-anak kita, aku terpaksa! Aku juga ingin kembali ke tentara!” Suaranya sedikit keras dan tidak senang. Raelina tersentak mendengar bentakannya. Ekspresi Yosua melembut. “Maaf aku tidak bermaksud membentakmu. Kamu tahu aku sangat lelah hari ini.” Namun Raelina hanya mendengus. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Dia menatap Yosua dengan ekspresi muram. “Kamu bahkan tidak bertanya apa yang terjadi pada bayi kita. Apa kamu tahu aku nyaris kehilangan anak ini,” kata Raelina menunjuk perutnya. “Kamu berjanji akan menjaga kami dan selalu di sisi kami.
Yosua tersenyum menatap wajah Raelina lembut. Dia memejamkan matanya dan memeluk pinggangnya membalas ciumannya.Setelah beberapa saat Raelina mendorongnya dan berkata cemberut, “Kamu menyebalkan tahu,” ujarnya masih tidak puas meski Yosua menghiburnya dengan kejutan ulang tahunya.Dia memukul dadanya kesal.“Jangan pikir hadiah ini bisa membuatku memaafkanmu,” ujarnya terisak cemberut.“Aku tahu, maaf.” Yosua mengusap air matanya dan tersenyum lembut.“Maaf sikapku belakangan ini membuatmu kesal dan sedih. Lain kali aku tidak akan seperti ini lagi. Aku akan berusaha untuk mendahulukanmu di atas pekerjaanku, aku bersumpah.” Dia membuat sumpah dengan ekspresi serius.Raelina menarik napasnya dalam-dalam, rasa kesal dan sedih di hatinya perlahan-lahan memudar.Dia mendongak menatap Yosua, mendengar ucapan membuatnya sedikit terharu, memeluk tubuh pria itu.“Kamu tahu aku hanya
Usai mengganti pakaiannya, Raelina tetap berada di dalam kamarnya dan menidurkan Zenith.Dia terlalu malas keluar dan berurusan dengan ibu mertua yang membencinya. Dia samar-sama mendengar pembicaraan di luar meski tidak terdengar jelas.Entah apa yang dibicarakan Yosua dengan ibunya dan bagaimana dia akan menolak tawaran pekerjaan yang diberi Wina. Dia tidak mendengar jelas. Raelina merasa mengantuk, dia berbaring di samping Zenith dan tertidur.Entah berapa lama sudah berlalu, Raelina merasakan kehadiran seseorang memeluknya di belakang. Tangan kekar itu meraba-raba perutnya yang sedikit membuncit lembut, dan mencium kening Raelina.Raelina mengerjap membuka matanya dan menoleh ke samping menatap Yosua.“Kapan kamu datang?”“Beberapa menit lalu.”“Apa kamu sudah selesai berbicara dengan Ibu?”“Hmm, udah.”“Apa Ibu masih ada di sini?”&ldqu
Seorang wanita bergaun Hitam keluar dari bandara membawa kopernya mengikuti arus kerumunan orang yang keluar dari pintu kedatangan. Dia melepaskan kaca matanya menatap ke sekitar bandara dengan wajah tanpa ekspresi.Seorang wanita yang terlihat seumuran dengannya melambaikan tangannya padanya.“Leah!”Senyum di bibir merah wanita itu mengembang, dia berjalan menghampiri wanita itu dengan anggun.“Arina, bagaimana kabarmu?” Sapanya begitu tiba di depan gadis.Gadis itu adalah Arina, keduanya saling saling cipika-cipiki dan menanyakan kabar masing-masing.Mereka memiliki berjalan keluar dari bandara. Saat mereka keluar seorang supir menghampiri Arina.Arina memerintahnya untuk mengambil koper di tangan Leah. Sopir itu mengambil koper Leah dan memasukkan koper itu ke dalam bagasi mobil sebelum membuka pintu untuk kedua wanita itu.Arina dan Leah masuk ke dalam mobil. Mobil itu pun meninggalkan bandara.