Mata Seina tak berkedip melihat pria yang kini berada di hadapannya. Pria yang pernah menjadi sosok yang spesial di hati Seina.
"Seina ...." Seina diam terpaku mendengar pria tersebut memanggil namanya. "Hei ... Apa kau sudah lupa kepadaku?"
Pria tersebut menggoyangkan tangannya di depan mata Seina, menyadarkan Seina dari lamunannya.
"Oh hai, Darel," sapa Seina.
Iya ... pria tersebut bernama Darel, mantan kekasih Seina saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
"Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu?"
"Baik, kenapa kau ada di sini, bukankah kau pindah ke Surabaya?" tanya Seina.
"Ada pekerjaan di Bandung, jadi untuk sementara waktu aku akan tinggal di sini," jawabnya santai.
"Oh." Seina hanya berohria mendengar jawaban Darel.
Seina menatap mata Darel yang melihatnya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Seina pun melihat penampilannya yang terlihat berantakan, berbeda sekali dengan penampilan Darel yang terlihat rapih dan tampan.
"Kalau begitu aku masuk dulu, bye Darel."
Seina menutup pintunya, mengusap dadanya merasakan degup jantungnya yang berdetak kencang. Meski sudah melupakannya, tetapi hatinya masih berdesir ketika melihat mantan kekasihnya lagi.
"Argh ... Kenapa harus bertemu dengan dia di saat aku berpenampilan seperti ini," kesal Seina melihat pakaian serta wajahnya di depan cermin.
Di saat orang lain berlomba-lomba terlihat glow up di depan mantan, Seina malah terlihat buruk rupa bertemu dengan mantan kekasihnya.
Seketika kenangan masa lalu teringat kembali, masa-masa saat ia masih Sekolah Menengah Atas. Di mana Darel dan Seina masih baru mengenal cinta.
Suara langkah kaki terdengar berlarian mendekati Seina yang sedang makan di kantin. Tak lama beberapa siswa berlarian ke arah kantin di kejar oleh siswa dari sekolah lain.
Teriakan terdengar begitu nyaring dari mulut para siswi yang sedang makan, mereka berlari berhamburan menjauh dari siswa yang sedang tawuran.
Namun, tidak dengan Seina yang tetap tenang makan sambil mendengarkan musik dari headset yang menempel di telinganya.
Darel yang saat itu sedang tawuran tak melihat Seina yang sedang duduk.
Brak!
Seina terjatuh di tabrak oleh Darel, untungnya Darel sigap memegang kepala Seina agar tidak terbentur lantai.
"Kau tidak apa-apa?"
"Argh ... mengapa kau menabrakku!" kesal Seina.
Ia pun bergegas berdiri dan melihat siswa di sekolahnya sedang bertengkar dengan siswa dari sekolah tetangga.
"Awas!" teriak Darel. Ia menarik Seina agar berada di belakangnya, sedangkan Darel mengayunkan kursi untuk menghalau mereka.
Tubuh Seina bergetar melihat perkelahian, para siswa di sekolahnya mulai berjatuhan kewalahan menghadapi lawannya.
Tanpa pikir panjang, Seina kemudian mengambil kayu yang ada di lantai. Ia berjalan bersiap menghadapi siswa dari sekolah lain.
Dengan santai Seina menghajar lawannya hingga tersungkur, satu persatu para siswa di sekolahnya yang sudah terkapar menyingkir membiarkan Seina melawan siswa dari sekolah lain.
"Kau duduklah biar aku saja," ucap Seina menyuruh Darel duduk.
Seina menghajar para siswa dengan membabi buta, tak lama para Guru dari sekolahnya serta Guru dari sekolah tetangga datang untuk memisahkan.
Melihat kedatangan Guru, Seina berpura-pura terjatuh membiarkan siswa sekolah lain menamparnya.
Satu tamparan mendarat mulus di pipi seorang siswa menampar wajah Seina. Guru BK SMA Pelita Bangsa memukul siswa dari sekolah lain karena telah memukul Seina yang notabenenya seorang siswi.
"Kalau kamu mau jadi jagoan lawan siswa lain jangan lawan perempuan," sarkas Guru.
Wajah sangar Seina berubah seketika, ia terlihat sangat sedih karena di tampar oleh siswa lain.
Disinilah Seina sekarang, berkumpul dengan para siswa dari sekolahnya yang sudah melakukan tawuran. Sorot matahari seolah ikut menghukum mereka yang sedang berdiri di lapangan.
"Argh ... kenapa aku juga di hukum!" teriak Seina kesal di hukum karena siswa dari sekolah tetangga mengadukannya.
Bukan rahasia lagi jika SMA Pelita Bangsa sering bentrok dengan SMA Harapan. Sekolah mereka hanya di pisahkan oleh kantin yang berada di tengah-tengah.
Setiap jam istirahat kedua sekolah ini sering bersitegang, bahkan mereka menandai daerah kekuasaan kantin.
Meski pihak sekolah sudah menyekat kantin, tetapi tetap saja mereka sering bertengkar karena hal-hal sepele.
"Dari mana kau belajar bela diri?" tanya Darel.
"Dari drama Korea," jawab Seina santai.
"Hahaha ... drama Korea, bukannya plastik ya!" ejek Darel.
Tanpa aba-aba, Seina menampar mulut Darel hingga ia berhenti tertawa.
"Apa tanganku terasa plastik?"
Teman-teman Darel yang ikut di hukum tak bisa menahan tawa melihat ekspresi wajah Darel. Mata tajam Seina melihat ke sumber suara, seketika hening tidak ada yang berani tertawa.
Pukul dua siang, mereka sudah di perbolehkan masuk ke kelas. Dengan langkah yang gontai, Seina berjalan ke kelasnya.
"Heh ... tunggu!"
Seina membalikkan tubuhnya. "Ada apa?"
"Kenalin nama aku Darel, kamu?"
"Seina."
***
Sudah tiga hari Seina tidak bertemu dengan Arya, ia selalu mengabaikan panggilan serta pesan dari Arya.
Jauh di lubuk hatinya Seina masih mencintai Arya, tetapi ia tidak suka dengan sikap baik Arya kepada Laras. Apa lagi Seina mengetahui jika Laras pernah menyatakan cintanya kepada Arya, tapi di tolak.
Ponsel Seina bergetar terlihat nomor baru di sana, Seina lalu menggeser layar ponselnya untuk mengangkat panggilan.
"Halo ... Seina?" Terdengar suara wanita di seberang ponsel.
"Iya, siapa ya?" tanya Seina
"Aku, Laras. Maaf sudah membuat kamu salam paham, aku sama Arya tidak ada hubungan apa-apa," jelasnya.
"Salah faham, aku salah faham? Dengar ya Laras, mungkin kamu lebih dulu kenal dengan Arya, tapi bisakah kamu tidak menggangu hubungan kami. Kau selalu menghubungi Arya jika dia bersamaku, kau selalu meminta antar ke mana pun tanpa memikirkan perasaan aku yang sudah jelas tunangannya."
"Sayang, maafin aku. Kamu sudah dengarkan penjelasan Laras?"
Seina mematikan panggilannya, ia semakin kesal karena merasa di permainkan oleh Arya dan Laras.
"Jika kalian benar mau meminta maaf, kenapa tidak datang ke apartemenku!" teriak Seina.
Seina beranjak dari kursinya berjalan untuk mengambil air minum. Saat membuka lemari pendingin tidak ada minuman di sana, sayuran serta Snack pun sudah habis. Dengan terpaksa Seina harus keluar dari sangkarnya untuk mencari makanan.
Saat membuka pintu apartemennya, langkah Seina terhenti. Ia ingat jika saat ini ia bertetangga dengan mantan kekasihnya. Seina lalu kembali masuk ke dalam kamar. Ia mengganti pakaiannya menggunakan celana jeans serta hoodie, tak lupa mengolsekan sedikit make-up untuk mempercantik wajahnya.
Seina menutup pintu apartemen, tidak ada tanda-tanda Darel keluar dari apartemen.
"Heuh.” Seina menghembuskan napasnya. “Ini terlalu berlebihan, kenapa aku harus berdandan hanya karena takut bertemu lagi dengan Darel," desis Seina.
Pintu lift terbuka Seina keluar dari gedung apartemennya berjalan ke swalayan yang berada tak jauh dari apartemen. Tanpa Seina sadari sepasang mata tengah memperhatikannya.
Satu persatu Snack serta sayuran masuk ke troli belanjaan Seina. Ia mengambil beberapa kaleng minuman serta air mineral untuk persediaan selama seminggu.
"Banyak sekali belanjamu," ucap Darel yang tiba-tiba saja muncul.
"Astaga ... bagaimana bisa kau ada di sini?" tanya Seina.
"Hahaha ... kau lucu, ini tempat umum siapa pun bisa datang ke sini," jawab Darel seraya menggoda Seina.
Mata Seina melihat ke sekeliling, ia sadar saat ini sedang berada di swalayan. Seina mendorong troli belanja, membawanya ke kasir.
Darel tersenyum mengikuti langkah Seina, seketika Seina menjadi salah tingkah dibuatnya.
"Biar aku bantu," ucap Darel menarik belanjaan Seina.
Sepanjang perjalanan ke apartemen hanya suara langkah kaki serta hembusan angin yang mengiringi langkah kaki mereka. Baik Seina maupun Darel hanya diam, tidak ada yang memulai pembicaraan.
"Ehm, kau kerja di mana?" tanya Darel memulai pembicaraan.
"Aku hanya seorang pengangguran," jawab Seina.
"Hm ... kau tidak perlu bekerja, biarkan suamimu saja yang bekerja."
"Suami ...? Hahaha, aku belum menikah," jelas Seina.
Darel menyeringai, entah apa yang dia pikirkan. Ia kembali berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Seina yang berjalan lebih dulu.
Seina tidak bisa menahan degup jantung saat Darel membawa barang belanjaannya hingga sampai ke depan apartemennya."Terima kasih, apa kau mau masuk dulu?" ajak Seina."Tidak terima kasih, bye Seina," tolah Darel.Seina dan Darel masuk ke dalam apartemen masing-masing. Seketika tubuh Seina luruh ke lantai, jika bisa di lihat oleh orang lain mungkin akan ada banyak kupu-kupu yang berkeliling di kepalanya.Karena Darel, suasana hati Seina membaik. Ia begitu antusias menulis cerita baru untuk koleksi novel onlinenya."Kepentok Cinta Mantan ... apa Cinta Lama Belum Usai?" ucap Seina menulis judul ceritanya, sembari mulai mengetik di laptopnya.Senyum mengembang di bibir Seina memikirkan apa yang baru saja ia alami dengan Darel, meski hanya jalan ke apartemen bersama, hal itu malah berkesan untuk Seina.***Sinar matahari menyoroti wajah Seina yang sedang tertidur pulas di meja kerjanya. Bunyi alarm di ponselnya terus berdering, tetapi sang empunya sepertinya masih betah di dunia mimpi.Sua
Desiran angin menerpa wajah Seina yang sedang duduk di balkon apartemen. Ia merasakan kegundahan dalam hatinya, entah karena cinta pertama atau cinta terakhirnya.Seina menatap layar ponselnya, kemudian membuka blokiran nomor ponsel Arya, berharap pria tersebut menghubunginya.Ponsel Seina bergetar menunjukkan nama Arya di sana. Seperti memiliki telepati, apa yang ada di hati Seina, langsung di jawab oleh Arya."Halo," sapa Seina."Halo sayang, kau sedang apa, apa harimu menyenangkan?" tanya Arya."Hm ... sangat menyenangkan, bagaimana pekerjaanmu?" jawabnya ketus."Baik, apa kita bisa bertemu?"Seina diam sejenak, suasana hatinya sudah membaik. Ia berharap Arya tidak membahas lagi tentang masalah kemarin. Sebenarnya Seina masih sangat mencintai Arya, hanya sana ia ingin Arya memprioritaskan dia dari pada sahabatnya."Datanglah ke apartemenku," ucap Seina.“Dua puluh menit lagi aku akan sampai ke sana. Tunggu aku, bye sayang ...."Seina merapikan penampilannya untuk menyambut Arya. Ia
Kedua netra Seina dan Laras saling bertatapan."Aku tidak akan membiarkan kamu mengkhianati sahabatku," ucap Laras."Auh ... Aku takut, katakan apa yang ingin kau katakan kepada Arya. Perlu kau ingat, meski dia sahabatmu, kau tidak berhak mencampuri urusan pribadinya.""Jelas aku harus mencampuri urusan pribadinya karena dia sahabatku!" oceh Laras semakin panas."Kalau kau mau mengurusi urusan pribadinya, kenapa tidak sekalian kau urus cicilan mobil, apartemen, listrik, air dan hutangnya yang lain. Kau hanya ikut campur masalah hubungannya denganku. Kenapa, apa kau cemburu kepadaku?"Laras kehabisan kata-kata, temannya yang ada di sana mencoba menenangkan Laras dan menyuruhnya untuk kembali ke meja mereka. Sedangkan Seina menatap tajam ke arah Laras yang kembali duduk di kursinya.Darel tersenyum melihat wajah Seina yang penuh dengan emosi."Jadi siapa yang kalah?" tanya Darel. “Melihat wajahmu aku yakin dia yang kalah. Kau memang tidak pernah berubah.”"Kau tidak lihat tadi aku berub
Seina menikmati malam bersama Arya, sudah hampir seminggu mereka tidak saling berkomunikasi. Sekalinya bertemu semua cerita yang selama ini di tahan, diluapkan begitu saja.Seperti biasa Arya akan bercerita tentang masalahnya di kantor, sedangkan Seina akan menceritakan tentang pembaca yang berkomentar buruk di ceritanya."Kau tidak perlu khawatir, meskipun mereka berkomentar buruk, tapi mereka membaca ceritamu. Mereka itu penggemarmu berkedok haters.”Arya mencoba menyemangati Seina. Seina mencebikkan bibirnya mendengar pendapat Arya yang menurutnya tidak berpihak kepadanya. Arya melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam."Aku pulang dulu, kau juga harus istirahat jangan begadang hanya untuk mengejar target!" titah Arya.“Hm ...." Seina mendekatkan tubuhnya lalu memeluk Arya dengan erat. "Hati-hati di jalan sayang.”Arya mencium bibir Seina kemudian berjalan keluar. Seolah tak ingin berpisah, Seina terus memegang tangan Arya hingga ke pintu keluar. Pintu lif
Mata Arya melihat ke sekeliling restoran, tidak ada tempat duduk yang kosong. "Kita take away saja ya," ucap Arya. "Makan di sini saja, kita bergabung sama temanku," tukas Seina. "Teman kamu yang mana?" tanya Arya. "Itu yang tadi mamanggil namaku, aku ke sana dulu ya," jawab Seina berjalan ke arah meja Darel. Seina berjalan ke meja Darel. "Hai Darel ... bolehkah aku bergabung di sini? Soalnya tidak ada tempat yang kosong. Boleh ya kak?" lirih Seina menatap Diana. "Boleh, duduk di sini saja," jawab Diana. "Makasih banyak." Seina melambaikan tangan ke arah Arya, tanpa permisi Seina duduk di samping Diana. Tak lama Arya datang sambil membawa makanan mereka. "Hai, kita boleh bergabung di sini kan?" ucap Arya. "Boleh, tadi pacarnya Darel sudah mengizinkan kita makan di sini. Oh iya kak, kenalin nama aku Seina," oceh Seina memperkenalkan diri. Diana menjabat tangan Seina dan berkata, "Namaku Diana, salam kenal." Arya yang juga memperkenalkan diri kepada Darel dan Diana. Setelahny
Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit. Kasus ini pun di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya."Darel, ya Tuhan nak kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan."Ehm ... saya teman Darel, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaganya," jelas Seina."Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu, oh ya nama kamu siapa?" tanyanya."Seina bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tida
"Buka matamu, saat ini kau sedang berada di apartemenku," kesal Seina, kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya. Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling dan itu benar bukan apartemennya. Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Bryan. Ada rasa iba di hatinya, Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi. "Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina. "Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancau tak jelas atau mengatakan sesuatu yang penting kepadamu?" "Sepertinya tidak, kau langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati." Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi rotinya. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai untuk Darel. "Bawalah, sepertinya kau akan terlambat untuk bekerja." Seolah di ingatkan oleh Seina, Darel lalu melihat j
Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar, jika ponselnya di sadap."Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet."Hm, kita mau kemana lagi?" tanya Arya.Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "ini sudah malam, kau juga besok harus bekerja, jadi kita pulang saja.""Kau yakin?""Hm ... ayo kita pulang."Seina begitu menikmati kencannya bersama Arya, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti sekarang ini.Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum."Hai Seina ...," sapa Darel."Hai," jawabnya ketus."Maukah kau datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Se