Bella dan Melissa makan siang berdua di sebuah kafe yang khusus menjual menu bakso. Bella menceritakan tentang hubungannya dengan Ferly yang sudah putus. "Jadi kamu udah putus sama Ferly?" tanya Melissa. Bella mengangguk pelan. "Ya." "Emang dari dulu aku nggak pernah setuju kalau kadu pacaran sama Ferly. Dia itu bukan cowok yang baik buat kamu, Bel. Kamu tuh ngebutuhin cowok yang pengertian plus baik kayak Daniel. Dan emang cuma si Daniel yang cocok sama kamu. Udahlah, kadu pacaran aja sama Daniel. Aku jamin kamu nggak bakalan nyesel nantinya." Melissa terlihat semakin gencar untuk menjodohkan Bella dengan Daniel. Bella menghela napas. "Itu nggak mungkin." "Kenapa?" "Aku kan dulu udah pernah bilang, kalau aku lebih menghargai temen daripada pacar. Temen itu bakalan tetep ada sampai kapanpun, dan yang namanya temen nggak bakalan bisa putus. Nggak kayak pacar." Bella menyedot minumannya dengan sedotan. Melissa menatap curiga ke Bella. Bella sama sekali tidak menyadari diperhatika
Rayhan baru pulang kerja setelah sore hari. Dia memasuki kamarnya dan melonggarkan dasinya---serta melempar tasnya ke sembarang tempat. Dia dudukkan bokongnya di pinggiran tempat tidur sambil pikirannya terus tertuju ke tempat lain. Pria itu terus kepikiran tentang pertemuan-pertemuan dengan Bella belakangan ini. Lalu yang terakhir, dia melihat ada seorang pria di samping Bella---Daniel. Hal itu sangat mengganggunya. Walaupun dia tahu ada banyak pria di hidup Bella, tetap saja dia merasa terganggu dengan Daniel. Mungkinkah pria itu yang akhirnya bisa menggantikan posisinya di hati Bella?Ingatan Rayhan kembali ke saat setelah acara makan malam bersama Bella dan Daniel. Rayhan mengantar Naura pulang ke rumahnya. "Kamu mau mampir dulu?" tanya Naura. "Papa pasti seneng banget ketemu sama kamu. Sejak di Jakarta, kalian belum pernah ketemu, kan?" "Nggak. Lain kali aja. Lagian ini udah malam. Papa kamu pasti butui istirahat juga," jawab Rayhan beralasan. "Oh ya udah. Aku masuk dulu, ya?"
Pagi itu Rayhan mengadakan pertemuan dengan kliennya dari Surabaya. Mereka meeting di kantor Rayhan. Meeting yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam itu, akhirnya berakhir dengan baik. Rayhan berdiri dan bersalaman dengan seorang pria yang jelas sekali umurnya jauh lebih tua darinya. Keduanya tersenyum. "Terima kasih, Pak Rayhan. Saya tidak akan melupakan semua kebaikan Anda hari ini," kata pria itu. Rayhan tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama, Pak Henry." Semua orang bubar. Pak Glen mendapat tugas mengantarkan para tamu ke depan, dan Rayhan harus kembali ke ruangannya. Belum dua detik Rayhan duduk di kursi empuknya, melepas lelah, saat itu dia menyadari ponselnya bergetar dari dalam saku jasnya. "Halo, Papa?" sapa Rayhan. Rupanya Vicko---papa Rayhan yang menelepon dari New York. "Halo, Rayhan. Bagaimana kabar kamu? Maaf, Papa nggak bisa sering-sering telepon kamu. Papa sibuk banget di sini. Begitu Papa dengar dari tante Sofia kalau kamu baik-baik saja, Papa rasa Papa ngga
Lewat tengah hari, Rayhan pulang ke rumah. Dia melihat mobil Naura terparkir di depan rumahnya."Naura ada di sini?" Rayhan masuk ke rumah dan kaget melihat Sofia sedang berbincang dengan Naura dan juga ada Vicko di sana. "Papa?" seru Rayhan kaget.Semuanya menoleh melihat Rayhan. "Rayhan!" Vicko langsung berdiri dan menghampiri anaknya dengan senyuman bahagianya. "Papa kangen sekali sama kamu." Vicko memeluk Rayhan sebentar. Rayhan terlihat masih kaget dengan keberadaan papanya yang mendadak ini. "Papa kapan dateng? Kenapa nggak bilang-bilang sih, kalau mau dateng? Aku kan bisa jemput Papa di bandara?" Vicko menepuk-nepuk bahu Rayhan. "Papa tahu kamu sibuk, makanya Papa sengaja nggak ngasih tahu kamu tentang kepulangan Papa hari ini." "Terus siapa yang jemput Papa di bandara?" "Itu." Vicko menunjuk Naura yang berdiri di sebelah Sofia dengan tersenyum. "Naura?" Rayhan memandang Naura kemudian kembali memandang papanya. "Papa minta dijemput Naura?" Vicko mengangguk. "Ya." "Seb
"Apaan nih?" Bella berdiri saking kagetnya---dengan kedua tangan memegang ponsel---saat melihat berita Daniel dan Ferly keesokan harinya. "Daniel sama Ferly?" "Aku juga kaget, Bel. Ternyata si Ferly masih nggak terima kamu putusin. Dia juga nekat nyamperin Daniel." Melissa berkata. Bella terlihat shock sekali dengan berita mengejutkan ini. Dia pikir Ferly sudah menyerah setelah apa yang dikatakan Rayhan tempo hari, tapi ternyata Bella salah. Ferly masih belum terima dia memutuskan hubungan mereka. Dan sekarang sepertinya bukan hanya Rayhan yang ikut campur dalam urusannya dengan Ferly, Daniel pun akan terlibat. "Kayaknya kamu harus ngomong lagi deh, sama si Ferly, Bel," kata Melissa. "Kalau si Ferly terus-terusan kayak gini, bisa-bisa urusannya bakalan panjang."Bella terdiam---berpikir. Daniel yang ada di tempat lain, juga sedang membaca berita di internet tentang dirinya. Wajahnya masih biru-biru akibat dipukul Fery kemarin. Tapi di wajahnya dia sama sekali tidak memperlihatkan e
Flashback sebelum penandatanganan kontrakRayhan mengadakan rapat di kantornya. Dia membahas mengenai FTV terbaru yang sudah dalam tahap pembuatan serta membahas mengenai proyek film terbaru mereka. "Saya ingin membuat sebuah film layar lebar," kata Rayhan. "Sebuah film yang berbeda." Semua orang mendengarkan dengan seksama. Rayhan membuka map dan menunjukkan beberapa lembar kertas. "Apa Anda semua tahu kenapa film ini saya katakan berbeda?" tanya Rayhan. "Karena saya sendiri yang akan menulis skenario filmnya." Semua yang ada di situ terlihat kaget dan saling beradu pandang. "Pak ..." Pak Wilson mengangkat tangannya, mau protes. Rayhan juga mengangkat tangannya, menahan Pak Wilson. "Simpan dulu pendapat Anda, Pak Wilson."Pak Wilson langsung diam dengan wajah kesal. Rayhan pun melanjutkan. "Selain saya sendiri yang akan menulis skenario filmnya, saya juga yang akan menentukan aktor dan aktris yang akan bermain dalam film ini. Pak Wilson ..." Rayhan memandang Pak Wilson yang kel
Mobil Bella mogok di tengah jalan. Bella kesal sekali karena tidak bisa memperbaikinya, dia tidak pernah bekerja di jurusan mesin-mesin. Karenanya, wanita itu hanya bisa marah-marah dan menendang-nendang ban mobilnya yang tidak bersalah sama sekali. "Dasar mobil sialan. Pake acara mogok segala, lagi? Mana panas banget di sini?" keluh Bella. Melissa keluar dari dalam mobil dan menyerahkan tas pada Bella. "Nih, tas kamu. Mendingan kita naik taksi aja deh, ke lokasi syutingnya. Daripada nunggu petugas bengkel dateng. Kelamaan." "Emang hari ini aku sial banget." Mereka berdua pun mencegat taksi, tapi dari beberapa taksi yang lewat tidak ada satupun yang berhenti karena sudah membawa penumpang. Cuaca semakin lama semakin panas, karena matahari mulai meninggi. Bella tambah ngamuk-ngamuk. "Aduh, mana sih, taksinya? Apa perusahaan taksi udah bangkrut?" "Ya, sabarlah, Bel." Melissa menenangkan sambil celingak-celinguk mencari taksi. "Gimana kalau naik ojol aja, Bel?"Sebelum Bella menjawa
"Kenapa?" Winky masih terlihat tegang. "Kenapa Kak Winky nyuruh aku buat teken kontrak sama perusahaan ini?" Bella marah-marah. Menggebrak surat kontrak di atas meja. "Kan kemarin aku udah jelasin ke kamu. Kalau kontrak ini bakalan menguntungkan buat pihak kita. SG Entertainment itu perusahaan besar, dan nggak bisa sembarang artis bisa menjalin kontrak dengan perusahaan itu. Lagipulan kemarin katanya kamu percaya sama aku, kan?" "Tapi aku nggak mau. Aku nggak mau terikat kontrak sama perusahaan ini! Batalin segera!" Bella marah-marah dan membentak-bentak Winky. Melissa dan Winky jadi bingung dibuatnya, apalagi mereka berada di kafe yang penuh pengunjung. Semua mata tertuju pada mereka. "Emangnya kenapa sih, kamu nggak mau?" tanya Winky masih tetap bingung. "Ini kerjaan bagus buat kamu, Bel. Karir kamu bakalan semakin cemerlang nantinya." "Aku tetep nggak mau! Batalin kontrak ini, aku nggak mau tahu!" "Mana bisa kayak gitu? Kamu udah tanda tangan, jadi kamu juga harus ngejalanin