Share

Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya
Mantanku Datang setelah Suamiku Kembali pada Mantannya
Penulis: iva dinata

Tak sengaja bertemu

Pov Nafisah

@Mas Aska.

[Mas pulang jam berapa?]

[Hari ini lembur? ]

Sudah 30 menit pesan yang ku kirim ke Mas Aska tidak juga dibalasnya. Apa dia begitu sibuknya sampai-sampai membaca pesanku saja tidak ada waktu. Sejak tadi sudah centang dua tapi tak kunjung berubah biru.

Sudah dua lebih dari bulan setiap hari Mas Aska selalu pulang malam. Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya. Biasanya jika memang harus lembur hanya hari senin sampai jumat saja. Tapi dua bulan ini hari sabtu dia juga pulang malam, bahkan terkadang hari minggu juga masuk kerja.

Meski begitu jatah bulanan yang dia berikan tetap sama, tidak ada tambahan uang lembur. Kalau di tanya, pasti jawabnya "Yang lembur kan aku, kok kamu yang minta tambahan?"

Terkadang aku merasa ada yang aneh dengan sikap Mas Aska. Entah sejak kapan dia mengganti password ponselnya? Sudah lebih dari sebulan ini aku tidak bisa membuka ponselnya. Saat aku meminta kode password ponselnya, kata Mas Aska sekarang ingin pakai mode sidik jari.

Kalau sudah begitu aku bisa apa? Mau tidak mau aku harus menerimanya. Kalau memaksa pada akhirnya hanya akan ribut.

Alasan demi alasan membuatku jadi berpikir buruk. Jujur saja, sebagai istri aku mulai mencurigai perangai berbeda suamiku itu.

Belum lagi setiap kali pulang kerja, aku seperti mencium parfum asing dari kemeja kerja Mas Aska. Aroma khas parfum perempuan. Aromanya sama dengan aroma yang sering tercium ketika aku mengambil tas kerja atau barang Mas Aska yang ketinggalan di dalam mobil.

Sepertinya memang ada yang harus aku konfirmasi apalagi tadi siang saat aku menjemput Azqiara pulang sekolah, tanpa sengaja aku bertemu dengan Dika teman kerja Mas Aska. Katanya, Dia baru pulang kerja sekalian jemput putrinya yang pulang sekolah.

Aku sempat tanya apakah Mas Aska lembur? "Tidak ada karyawan yang lembur bulan ini." Itu jawaban Dika yang seolah membenarkan firasat yang aku rasakan.

"Bunda,, jadi pergi nggak?" tanya Azqiara yang langsung membuyarkan pemikiran-pemikiran burukku terhadap Mas Aska. "Aku sudah siap dari tadi,,," sambungnya dengan wajah masam sambil menautkan jari jemarinya.

"Ahh,,, iya..iya.... Maaf ya Bunda ambil tas sebentar. Kamu tunggu di ruang tamu ya!" Aku segera beranjak dan mengambil tas juga kunci motor dari meja rias.

Segera aku berjalan keluar menyusul Azqiara yang sudah berjalan lebih dulu. Langkahku langsung terhenti ketika aku sampai di ruang tamu, nampak Azqiara duduk dengan wajah sedih.

"Loh kok cemberut? Katanya mau ikut Bunda belanja bulanan. Nanti di belikan eskrim sama cat air seperti yang Qiara minta kemarin!" Aku berlutut didepan Azqiara.

Bukan aku tidak tahu penyebab wajah masam gadis kecil ini. Hanya saja untuk sekarang tidak perlu di bahas aku takut kemalaman pulangnya. Mataku kurang awas jika mengendarai motor di malam hari.

"Ayah gak ikut lagi ya, Bun? Kata Bunda kalau hari sabtu Ayah pulangnya cepet. Tapi kok sudah jam setengah lima tapi belum pulang. Aku kan pengen jalan-jalan sama Ayah Bun," gerutunya dengan wajah sedih.

Kuhela nafas panjang. Ya, Aska Rahardian dialah alasan dari kesedihan dan wajah muram putri kecilku sejak dua bulan yang lalu. Ayah yang biasanya perhatian dan punya banyak waktu untuk putri semata wayang kami mendadak sibuk dan asing untuk putrinya sendiri.

Aku sengaja menunda untuk belanja bulanan sampai hampir satu minggu karena menunggu Mas Aska punya waktu. Kupikir hari ini dia akan pulang sore jadi punya waktu untuk mengantar belanja sekalian jalan-jalan untuk menyenangkan Azqiara mumpung besok hari minggu.

Namun sampai jam lima dia belum juga ada kabar. Pesan yang kukirim juga belum dibalasnya. Padahal Dika yang satu bagian dengannya sudah pulang sejak tadi siang.

Aku memaksa tersenyum lalu mencubit pipinya pelan. "Ya Alloh lucunya putri Bunda kalau lagi ngambek.... tambah cantik... bibirnya jadi kayak ikan gitu..." Candaku mencoba mengalihkan kekesalan Qiara.

Pipi AZQIARA terlihat menggembung karena menahan tawa. Tak menunggu lama aku meggelitiki perutnya gemas.

"Ha ha ha...... Geli Bunda.." tawa gadis kecil ini pun pecah sambil berguling di sofa ruang tamu.

"Sudah-sudah ayo berangkat yuk, takut pulangnya kemalaman. Kalau Qiara nurut dan pintar nanti Bunda belikan es krim sama mainan juga cat air, gimana Mau?"

"Mau mau Bunda," Azqiara bersorak sambil loncat-loncat kegiatan.

Ya... itung-itung buat nyenengin anak, lagian tadi aku dapat uang yang lumayan dari kerja bantu-bantu di catering temanku.

Sepanjang perjalanan kami nikmati sambil bernyanyi dan sesekali berganti sesi curhat di perjalanan. Ya, inilah kebiasaan kami setiap pulang sekolah atau dalam perjalanan. Selalu ku sempatkan mendengar cerita Qiara tentang hal-hal yang terjadi di sekolah dan di tempat ngajinya.

Sesampainya di supermarket di pusat kota kami langsung menuju ke lantai dua, khusus kebutuhan sehari-hari. Azqiara yang awalnya sedih mulai bisa tertawa sambil membantu memilih barang-barang yang hendak kami beli.

Aku selalu menjaga sikap dan biacaraku didepan Azqiara karena anak ini sangat peniru. Cara bicara dan ekspresi wajahnya begitu mirip denganku. Sehingga tak ada satu orang pun yang meragukan dia adalah putriku.

"Bunda,, itu kan Ayah." Suara Azqiara namun tak terlalu aku hiraukan, aku masih sibuk memilih beberapa produk sabun yang ingin aku beli. Untuk menanggapi aku hanya mengangguk sambil bergumam saja.

Tidak mungkin Mas Aska di sini, dia kan lagi kerja. Pasti Azqiara salah lihat.

"Ayah kok gandengan sama wanita sih, Bun? Dia siapa?"

Seketika aku menoleh pada putriku lalu mengikuti arah padangnya.

Degh....

"Mas Aska?!"

🍂🍂🍂

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status