"Ayah kok gandengan sama Tante Vania? Terus siap anak itu kok bisa sama Ayah?"
Suara bernada kesal Azqiara seketika membuatku menoleh pada gadis kecil yang merenggut dengan kesal. Segera ku ikuti arah pandangan putriku itu."Mas Aska,,"Bukankah itu Vania, mantan pacar Mas Aska. Seorang janda beranak satu. Sekitar enam bulan atau lima bulan yang lalu kami tidak sengaja bertemu. Waktu itu di cerita katanya baru pindah ke kota ini. Setelah itu sempat bertemu dua atau tidak tiga kali jika tidak salah ingat.Setiap bertemu wanita itu selalu mengeluh jika sering tersesat karena belum hafal daerah di kota ini. Tak ada saudara dan jauh dari orang tua tapi demi menghidupi putranya terpaksa menerima pemindahan dari bank tempatnya bekerja dulu ke kota ini.Cara bergandengan mereka bukan lagi seperti seorang mantan pacar. Sepertinya selama ini aku sudah ditipu oleh sepasang mantan yang sedang bernostalgia itu.Aku meletakkan kembali ke atas rak swalayan sebuah sabun yang sempat ku pegang. Tanganku beralih menggandeng lengan kecil Azqiara dan berjalan lebih dekat pada tiga orang yang sudah bak keluarga kecil bahagia itu.Seorang ayah mendorong troli dengan anak laki-laki yang duduk di dalam troli lalu seorang wanita cantik yang sesekali tertawa dan bergelayut manja di lengan Mas Aska.Inikah yang di sebut lembur? Darahku rasanya mendidih. Ingin sekali aku mengacak-acak muka dua orang dewasa itu. Namun aku berusaha menahannya, aku boleh marah tapi tidak di depan Azqiara.Perlahan aku atur nafasku dan berjalan mendahului mereka menuju kasir. "Sudah pulang kerja Mas?" sapaku yang langsung membuat Mas Aska terperanjat kaget, wajahnya langsung pias. "Ternyata mau ya nganter temannya belanja?" cibirku menghentikan langkahku tepat di depan mereka.Padahal selama menikah denganku hanya sekali Mas Aska mengantarku belanja, saat masih pengantin baru. Selanjut tak pernah lagi, dia beralasan tak suka wanita yang tak mandiri dan mengandalkan suami."Nafisah, Tadi..." Ucapan Mas Aska tetpotong oleh perempuan genit di sebelahnya."Hai Nafisah...." sapa Vania sok akrab. "Maaf ya, aku belum kenal benar daerah sini jadi minta antar Mas Aska belanja. Maaf juga tiap malam Mas Aska jadi pulang terlambat karena menemani anakku belajar. Dia baru berpisah sama papanya jadi butuh sosok ayah untuk menggantikan posisi papanya."Aku terperanga mendengar ucapan wanita ini. Bisa-bisanya dia setidak tahu malu itu. Aku tersenyum kecut lalu berlalu menuju kasir. Sampai pegawai swalayan yang bertugas sebagai kasir selesai menghitung Mas Aska tak kunjung menyusul kami.Kulirik wajah Azqiara nampak murung. Sesekali dia menoleh kebelakang mungkin berharap ayahnya akan segera menyusul.Tanpa menoleh aku menggandeng putriku menuju lantai satu dan bergegas pergi. Tak jadi beli mainan maupun es krim. Mood kami mendadak buruk setelah melihat pemandangan tadi.Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika saat ini tidak bersama Azqiara. Mungkin aku sudah mengamuk dan menganiaya Mas Aska juga wanita itu di depan umum.Aku bukanlah wanita seperti yang ada di sinetron-sinetron religi yang hanya bisa menangis ketika suaminya bermain curang. Lihat apa yang akan aku lakukan Mas?Sebelum pulang aku berhenti di sebuah restoran cepat saji untuk membeli ayam goreng untuk Azqiara. Putriku itu sepanjang jalan hanya diam. Mungkin dia juga merasa sakit hati melihat ayahnya bersama wanita lain.Azqiara sudah berumur 8 tahun, di baru menginjak kelas 3 SD. Sedikit banyak anak itu pasti sudah bias mengerti apa yang dilihatnya tadi. Apa lagi ada seorang anak laki-laki yang tadi bersama mereka. Pasti ada rasa marah dan cemburu di hati Azqiara saat ini.Sesampai di rumah aku meletakkan semua belanjaanku di atas meja makan. Untuk saat ini aku harus segera menyuapi makan gadis kecil yang hanya diam saja sejak tadi."Makan dulu ya sayang..... habis itu tidur. Besok kita ke rumah Papa Zamar," ucapku sambil mengulurkan sesendok nasi dan lauk ke depan mulut Azqiara.Meski terlihat malas, putriku ini tetap membuka mulutnya. Mengunyah pelan sampai habis. Setelah selesai aku membawa gadis kecil yang masih muram itu ke kamarnya.Hampir jam sembilan, Azqiara juga sudah tidur namun aku belum mendengar suara mobil berhenti di depan rumah.Kamu benar-benar keterlaluan Mas!Sekitar pukul sepuluh malam Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Tak lama terdengar seseorang membuka gerbang rumahku.Ceklek....... Pintu ruang tamu terbuka. Nampak Mas Aska pulang masih dengan kemeja yang tadi pagi di pakainya.Seperti tanpa dosa dia berlalu begitu saja melewatiku yang duduk di sofa ruang tengah. Rasanya hatiku sudah hampir meledak karena amarah. Begitu tak berartinya perasaanku di matamu Mas."Apa tidak ada yang ingin Mas jelaskan?" tanyaku yang langsung menghentikan langkah Mas Aska.Terdengar dia menghela nafas dan berbalik menatap ke arahku, "Jangan membesar-besarkan masalah! Aku hanya mengantarnya belanja saja.""Oh iya?" Aku menatapnya "Katanya kamu juga mengajari anaknya belajar, mau menggantikan posisi papanya?"Mas Aska membuang muka, tak mau menjawab."Tadi aku ketemu Doni, dia bilang tak ada lembur. Lalu kamu lembur apa Mas? Lembur sama janda itu?" cibirku dengan suara tertahan."Jaga mulut kamu Nafisah! Dia itu wanita baik-baik!!!" Terlihat sekali dia tak terima."Jika dia wanita baik-baik, harusnya dia tahu kamu punya anak istri yang harus kamu perhatian. Bukannya mengurusi mantan pacar semasa kuliahmu itu!""Dia itu gak punya siapa-siapa di sini. Harusnya kamu bisa bersimpati sebagai sesama wanita. Kasihanilah dia,"Apa aku tidak salah dengar? Aku benar-benar tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja aku dengar."Tidak... Aku tidak mau bersimpati. Aku juga tidak mau kasihan padanya." Jawabku yang langsung membuat wajah Mas Aska memerah."Aku minta kamu jangan lagi berhubungan dengannya. Jangan mengurusi dia lagi! Aku tidak sebaik itu bersedia berbagi suami dengan wanita lain."Mata Mas Aska langsung melebar, rahangnya mengeras menahan amarah. Mungkin dia tidak menyangka jika aku akan terang-terangan menunjukkan rasa ketidaksukaan terhadap wanita itu."Kamu memintaku jadi wanita mandiri, lalu kenapa kamu malah memanjakan wanita itu? Kamu tidak pernah mau membantu pekerjaanku, lalu apa tadi? kamu mengantarnya belanja dan mengajari anaknya belajar. Terus apalagi yang tidak aku tahu? Apa Mas juga mengantar jemput anaknya sekolah?""Astaga,..... dia itu kerja sendiri, sedangkan kamu gak perlu kerja. Masa gitu aja kamu iri sih?" Astaghfirullah.."Aku istrimu dan dia mantan pacarmu. Pokoknya aku minta kamu tidak lagi berhubungan dengannya atau jangan salahkan aku jika aku memilih jalanku sendiri."Aku beranjak bangun, berjalan menuju kamar Azqiara."Kamu jangan egois, Nafisah!" teriak Mas Aska namun tak aku hiraukan.Kamu lihat Mas, jangan sampai aku melihat kalian bersama untuk kedua kalinya atau....🍂🍂🍂Setelah pertengkaran itu Mas Aska tak lagi pulang malam. Sudah sebulan ini dia tepat pukul lima sore dia sudah sampai di rumah. Setiap hari sabtu dan minggu Mas Asaka juga mengajak kami pergi keluar sekedar cari makan atau beli eskrim. Sepertinya Mas Aska sudah tidak lagi berhubungan dengan wanita itu. Meski saat pertengkaran itu di tidak menjawab permintaanku tapi dengan sikapnya sekarang aku merasa sangat lega, ternyata kami masih menjadi prioritas dan pemilik hati Mas Aska. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang ke delapan. Kemarin aku sudah memesan sebuah kue ulang tahun untuk merayakan hari jadi pernikahan kami dan sore ini aku akan mengambilnya setelah mengantar putriku mengaji. Sebuah toko roti yang ada di pusat kota tempatku memesan kue. Roti dan kue di toko itu sangat cocok di lidah Mas Aska dan Azqiara. Ya meski harganya cukup mahal tapi kalau sudah suka pasti tetap jadi pilihan. Lalu lintas sore ini cukup ramai, mungkin karena berbarengan dengan jam pulang kerj
"Nafisah.... Nafisah.... " Mas Aska mengejarku sampai di parkiran."Apa lagi?" kembali aku menepis tangannya yang mnecekal lenganku. "Kamu jangan emosi kayak gitu! Aku cuma menemaninya makan saja. Tadi aku.... "Aku mengambil kue yang aku taruh di atas jok motorku dan aku serahkan pada Mas Aska. "Temani dia makan sekalian ini buat hidangan penutup." Mas Aska terdiam, pandangannya tertuju pada kotak putih yang ada di tangannya. "Maaf aku.....""Lupa? Lupakan saja semuanya," Aku memotong kalimatnya. Dari jauh kulihat Vania berlari mendatangi kami. Segera aku memundurkan motorku. "Minggir!" Aku mendorong Mas Aska yang berdiri di depan motor ku."Tinggalkan motornya, biar nanti aku ambil. Kamu Pulang sama aku saja!" katanya sambil memegangi stir motorku dengan satu tangan. Aku tak menjawab, aku sudah sangat malas berbicara dengannya. Apalagi melihat wanita itu sudah semakin dekat. "Nafisah, biar aku jelasin," ucap Vania dengan wajah melas yang membuatku muak. "Aku sangat membencimu,
Aku sudah tak punya kesabaran lagi, tanpa menunggu jawaban aku beranjak pergi meninggalkannya sendirian. Aku harus menjemput Azqiara yang tadi aku titipkan di rumah Mbak Sheza, istri Mas Zamar. Tak sekalipun kudengar Mas Aska memanggilku sekedar untuk menenangkan aku. Sampai aku menyalakan motor, Mas Aska pun tak menyusulku. Kuhembuskan nafas berat. Sadar.... Nafisha.... Sadarlah kamu bukanlah orangnya. Mungkin lebih baik jika malam ini aku menginap di rumah Mas Zamar untuk menenangkan diri. Aku merasa sangat kesal dengan Mas Aska. Kecewa bercampur marah menggunung di dalam dadaku sampai membuatku merasa sesak. Dalam keadaan emosi tidak baik jika kami terus bersama. Lebih baik aku yang pergi untuk mengenangkan diri dan memiliki apa yang harus aku lakukan setelah ini. Untuk saat ini itu keputusan yang terbaik, aku butuh waktu untuk menenangkan dan membuat rencana selanjutnya. Jika nanti Mas Zamar bertanya alasanku menginap aku akan mengatakan Mas Aska sedang tugas di luar kota. T
Setelah menginap satu malam, pagi ini aku memutuskan untuk pulang. Aku pulang dengan mengendarai motor matic bersama Azqiara tanpa dijemput Mas Aska. Jangankan menjemput, menelpon atau sekedar mengirim pesan saja tidak. Padahal aku bersama putri kami. Segitu tak berharganya kami di matamu, Mas. Itulah sebabnya aku tidak akan melepaskan Azqiara apapun nanti jalan yang kita tempuh. Kuhela nafas panjang. Memang apa yang kamu harapkan Nafisa? Kamu tahu cintanya bukan untukmu, bagaimana bisa kamu mengharapkan perhatiannya. Rasanya aku sedang menertawai kebod*han yang selama ini aku lakukan. Seharusnya dulu kamu mencari tahu dulu tentang masa lalu Mas Aska, cinta masa lalunya sudah selesai apa belum? Supaya kamu tidak menyesal dikemudian hari, seperti saat ini. Ah percuma menyesal, nasi sudah menjadi bubur. Kini yang harus aku lakukan adalah memikirkan bagaimana caranya kami hidup tanpa Mas Aska? Aku harus belajar lebih mandiri lagi. Mulai sekarang aku harus serius menekuni dunia liter
Kak Sakha, seseorang yang memilik tempat tersendiri di album putih Abu-Abuku. Kenapa dunia tiba-tiba begitu sempit? Sudah lebih dari sepuluh tahun kami tidak bertemu. Shaka Shaifulloh, dulu dia sekolah dia termasuk cowok pintar tapi agak bandel. Dia bukan salah satu dari cowok-cowok populer yang aktif di OSiS, yang jadi rebutan siswi-siswi di sekolah. Juga bukan preman sekolah yang suka bikin onar. Dia Shaka cowok berwajah manis dengan kulit sawo mateng khas pribumi. Sikapnya yang cuek dan sedikit angkuh membuatnya juga salah satu cowok incaran di sekolah dulu. "Apa kabar? Masih ingat kan sama aku?" ujarnya dengan senyum yang MasyaAllah...... masih tetap memikat seperti dulu. Astaghfirullah....... Ya Alloh ampuni aku. Aku menggelengkan kepalaku kuat, kutepuk keningku beberapa kali untuk menghilangkan pikiran kotor yang sempat mampir di otakku. "Bunda kenapa?" Azqiara memegang ujung kemeja yang aku pakai. "A..... Bunda gak papa kok. Cuma emm...... bunda baru ingat cuciannya tadi
Aku memutuskan untuk mengajak Azqiara pulang setelah insiden videocall yang berujung kesedihan di wajah putri kecilku. Sepanjang jalan Azqiara kecil hanya diam saja. Tak satupun ucapanku ditanggapinya dengan kata-kata. Hanya gelengan dan anggukan saja yang diperlihatkan oleh gadis kecilku ini. Kuhela nafas beberapa kali untuk menghalau rasa marah dan sakit hati yang sudah memenuhi hatiku. Lihat Mas, apa yang akan aku lakukan setelah ini. Jika memang janda dan anaknya itu lebih kamu prioritaskan maka dengan berbesar hati aku dan Azqiara akan mundur. Sesampainya di rumah ternyata Mas Aska belum juga pulang padahal tadi dia sempat mengirim pesan jika dia akan segera pulang dan menjelaskan kejadian tadi. Tapi nyatanya, hatinya lebih berat meninggalkan wanita itu ketimbang menjaga perasaan putrinya sendiri. "Sayang mandi dulunya, mumpung masih sore." Kataku sambil menuntun Azqiara ke kamar mandi yang ada di dalam kamar utama. Sembari menunggu Azqiara selesai mandi, aku pindahkan baju
Sudah beberapa hari kami pisah ranjang. Dan sikap Mas Aska tetap sama, acuh dan tak mersa bersalah sedikitpun. Setiap hari pulang malam dan semakin tak peduli dengan putrinya. Aku juga sering mendengar dia berbicara lewat sambungan telpon dengan wanita itu. Biarlah, meski aku masih sangat mencintainya tapi aku sudah menyerah untuk menjadi satu-satunya wanita di hatinya.Pagi ini setelah mengantarkan Azqiara ke sekolah aku segera menuju rumah Tiara. Semalam sahabatku itu memberitahu jika hari ini ada pesanan kue basah yang harus dikirim sebelum jam 2 siang. Sudah dua tahun ini aku berkerja di catering milik sahabatku itu. Awalnya hanya sekedar bantu-bantu sebagai bentuk dukungan kepada teman yang sedang merintis usaha. Di awal-awal membuka usaha, Tiara tidak punya cukup uang untuk membayar karyawan. Di samping masalah keuangan yang belum stabil juga karena pesanan yang masih sedikit. Melihat itu hatiku tergerak untuk membantunya."Kamu hanya perlu membayarku dengan sepiring nasi untu
Pov Nafisah.Setengah empat sore semua orderan untuk hari ini sudah siap dan akan segera dikirim. Ada dua orang yang bertugas mengirimkan pesanan dan empat karyawan untuk memasak plus packing termasuk aku. Setelah mendapatkan upah untuk pekerjaan hari ini aku pun bergegas menuju rumah Mas Zamar, menyusul Azqiara yang sudah lebih dulu kesana bersama kakak ipar dan keponakanku. Sepanjang jalan pikiranku masih dipenuhi dengan pembicaraanku dengan Tiara tadi pagi. "Melihat sikap Aska yang arrogant, kamu yakin dia akan mengakui perselingkuhannya dan bersedia bercerai secara baik-baik?" Kata-kata Tiara tadi pagi. "Aku yakin seratus persen, laki-laki yang mementingkan image seperti Aska pasti akan menolak menceraikanmu apalagi dengan perselingkuhan sebagai alasan perceraian kalian." Sambungnya tadi pagi. Kurasa Tiara benar, sifat Mas Aska yang mementingkan reputasinya pasti akan mengelak dan tak mengakui hubungannya dengan Vania. Dan bisa aku pastikan dia akan menjadikan Azqiara sebagai