Mereka kini tengah berkumpul di ruang keluarga. Salman mulai berbicara soal pembagian harta warisan. Salman meminta Sahara untuk kembali tinggal dengan mereka sebagai syarat mendapatkan warisan. Namun, di luar dugaan Sahara menolak.
"Maaf, Pa. Sahara tidak bisa tinggal di sini. Jika memang Sahara tidak mendapatkan bagian karena tidak mau tinggal di sini tidak apa-apa," ucap Sahara.Salman dan Lusi merasa kecewa dengan jawaban Sahara. Mereka sangat mengharapkan Sahara tinggal bersama mereka namun Sahara memilih tinggal sendiri di kota lain."Apa alasan kamu tidak mau meninggalkan kota itu?" tanya Salman."Sahara, apa mungkin ini ada kaitannya dengan anak kecil yang mirip kamu itu? Siapa dia?" tanya Kamila.Salman terkejut mendengar pertanyaan Kamila apalagi dia menyebut anak kecil yang mirip Sahara."Anak kecil, siapa dia?" tanya Salman bingung.Selama ini mereka tidak tahu kehidupan Sahara yang sebenarnya. Tiga tahun Sahara benar-benar menutup diri dari masa lalunya."Jawab Sahara, siapa anak kecil itu?" tanya Lusi."Dia anakku," jawab Sahara jujur.Semua orang tercengang mendengar jawaban Sahara. Mereka tidak percaya jika Sahara telah mempunyai seorang anak. Salman langsung marah saat tahu Sahara sudah punya anak tapi dia sama sekali tak tahu apa-apa."Kapan kamu menikah? Kenapa tidak meminta restu pada papa?" tanya Salman."Maafkan Sahara, Pa," jawab Sahara. "Aku terpaksa melakukan semua ini," sambung Sahara.Tiba-tiba terdengar ponsel Sahara berdering. Ada panggilan dari pengasuh putrinya. Pengasuh putrinya memberi kabar jika Naura sakit.Sahara langsung saja pamit pada keluarganya untuk segera pergi. Dia tak memberitahu alamat rumahnya karena tak ingin mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi.**Sahara langsung ke rumah sakit, perjalanan cukup lama sehingga Naura tidak bisa menunggu Sahara pulang."Mbak, bagaimana kabar Naura?" tanya Sahara setelah sampai di depan kamar Naura."Alhamdulillah panasnya sudah mendingan," jawab Mbak Sofi pengasuh Naura.Sahara masuk ke ruang inap Naura, di lihatnya Naura tengah tertidur pulas. Dia janji tidak akan meninggalkan Naura lagi. Dia sangat khawatir saat tahu Naura sakit.Beberapa hari di rumah sakit, akhirnya Naura di perbolehkan pulang. Sahara juga mulai kembali kerja lagi. Sahara bekerja di sebuah kantor besar dengan gaji yang lumayan."Sahara, bagaimana kabar Naura?" tanya Miko--bos Sahara."Alhamdulillah sudah sehat, Pak," jawab Sahara.Miko dan Sahara sangat dekat, mereka bahkan sudah bersahabat sejak Sahara baru datang di kota ini. Miko yang dulu membantu Sahara mencari tempat tinggal saat pertama kali menginjakkan kita ini.Naura sangat dekat dengan Miko, orang lain bahkan menganggap Naura adalah anaknya Miko. Namun, Sahara tak pernah menceritakan pada Miko siapa papa kandung Naura yang sebenarnya.Ponsel Sahara berdering, panggilan dari Kamila."Sahara, berikan alamat kamu. Aku ingin datang ke tempatmu," kata Kamila. "Mama dan papa ingin melihat cucunya, sekalian ingin kenal dengan suami kamu," sambung Kamila."Maaf, Kak. Belum bisa," jawab Sahara lalu mematikan panggilan secara sepihak.Sejak saat itu keluarga Sahara terus mengorek agar bisa mendapatkan alamat Sahara.**"Mama, papa Naura mana? Katanya Mama mau ajak papa ke sini?" tanya Naura sedih.Sudah beberapa bulan ini Naura terus meminta untuk dipertemukan dengan sang papa. Namun, Sahara terus membuat alasan agar Naura tak menanyakan soal papanya."Maafkan, Mama. Mama belum bisa ajak papa ke sini," jawab Sahara.Raut kecewa di wajah Naura, bibirnya manyun karena tak mendapat apa yang diinginkan. Bagi Sahara, Naura adalah harta berharganya. Dia pergi kecil yang menjadi semangat untuk Sahara menjalani hidup. Namun, untuk mempertemukan dia dengan sang papa itu tidak mungkin."Loh kok sepi amat," kata Miko yang sore itu datang ke rumah Sahara. Miko tak pernah datang dengan tangan kosong, dia selalu membawakan sesuatu untuk Naura."Om Miko, Naura mau ketemu papa," adu Naura sambil memeluk Miko.Miko menasehati Naura, ucapan lembut Miko mampu meluluhkan hati Naura. Walaupun Miko sendiri masih single tapi dia sudah berpengalaman dalam menjaga anak kecil. Dia sudah terbiasa menjaga keponakannya di rumah."Bagaimana kalau Om Miko saja yang jadi papa Naura?" tanya Miko sambil melirik Sahara.Miko sudah lama mencintai Sahara, bahkan beberapa kali menyatakan cinta pada Sahara. Namun, Sahara tak berani membalasnya karena dia sadar diri. Bagi Sahara dia tak pantas untuk pria sebaik Miko.Naura sangat senang saat Miko meminta dia menganggapnya sebagai papa. Naura tersu memeluk Miko seperti seorang anak yang merindukan papanya.Setelah puas bermain dengan Naura, Miko dan Sahara berbicara di taman belakang."Harusnya kamu jangan bilang begitu sama Naura. Dia jadi mengharap lebih dari kamu," ucap Sahara."Sebenarnya siapa papa kandung Naura?" tanya Miko. "Apa kamu tak mencoba menemui dia?" tanya Miko.Bukan menjawab, Sahara justru menangis. Bagaimana dia bisa menemui pria itu, karena pria itu sudah beristri. Dia tak akan tega merusak kebahagiaan orang lain."Kenapa menangis? Aku tahu semua sangat sulit. Tapi kamu tidak bisa terus seperti ini? Apa orang tua kamu sudah tahu soal Naura?" tanya Miko.Sahara mengangguk pelan, dia menyeka air matanya yang sudah membasahi seluruh pipinya. Entah mengapa sejak tahu bahwa kakak iparnya adalah mantan kekasihnya, hidupnya semakin berat."Jika kamu butuh sesuatu jangan sungkan minta bantuanku. Aku akan bersedia membantu kamu," ucap Miko lalu pamit dan menyuruh Sahara untuk istirahat.Malam itu, Sahara susah tidur. Dia terus memikirkan Naura. Bayang-bayang Naura yang selalu meminta di pertemuan dengan sang papa terus melintas."Maafkan mama, Naura," ucap Sahara.Ponsel Sahara berdering, dia tak mengenali nomornya sehingga dia biarkan saja. Namun, panggilan itu terus mengganggu. Sudah puluhan kali menelfon tetapi tak Sahara angkat.Sebuah notifikasi masuk ke ponsel Sahara. Dia membuka isi pesan yang tengah masuk. Dia terkejut melihat siapa yang menghubunginya. Kini ponselnya kembali berdering, panggilan dari nomor yang sama.Sahara segera mematikan ponselnya, dia tak mau berurusan lagi dengan orang tersebut. Ternyata orang itu tak menyerah, dia beberapa kali menelfon Sahara saat Sahara tengah kerja."Sahara, angkat tuh panggilan. Berisik banget," kata salah satu teman Sahara.Sahara mencari tempat yang sepi untuk mengangkat panggilan tersebut."Halo Sahara, ini aku Wahyu. Dimana kamu tinggal sekarang? Aku ingin bertemu denganmu," ucap Wahyu."Maaf, jangan ganggu aku lagi," ucap Sahara lalu mematikan panggilannya.Wahyu sangat kesal dengan sikap Sahara. Namun, dia tak pernah menyerah untuk mendapatkan alamat Sahara.**Dua hari berlalu, Sahara yang tengah bekerja mendapat panggilan dari resepsionis."Mbak, ada apa tadi aku di suruh ke sini?" tanya Sahara pada resepsionis."Itu..ada yang mau ketemu sama Mbak Sahara," jawab resepsionis sambil menunjuk pria yang membelakangi mereka.Sahara terkejut saat orang itu berbalik, Sahara ingin kabur namun tak ada waktu."Sahara...," panggilnya dengan menahan lengan Sahara agar tak pergi.10 tahun kemudianUsia tak lagi muda, Sahara sudah mempunyai banyak cabang rumah makan di setiap daerah hal itu membuat dia sering keluar kota, terutama ke Bali.Usia Albi sudah 17 tahun dan Aldo sudah 10 tahun. Mereka ke Bali ikut Sahara memantau cabang Bali. Mereka tengah liburan semester."Bagaimana apa semua lancar?" tanya Sahara pada karyawan yang sudah dia percaya."Alhamdulillah lancar, Bu. Sejak ada pemasok sayuran dan bahan makanan yang baru semua jadi lancar. Oh ya hari ini ada pengiriman sayur dan bahan makanan lainnya. Biasanya orangnya sendiri yang mengantar," katanya."Bagus, kalau gitu aku ke dalam ya," kata Sahara.Satu jam kemudian, Sahara keluar dari ruangannya. Tak sengaja dia menabrak seorang pria yang sedang membawa sayur mayur."Maaf, Mbak," ucapnya.Pria itu menoleh ke arah Sahara, "Sahara...," panggilnya."Wahyu...kamu tinggal di Bali?" tanya Sahara."Iya, oh ya aku ke dalam antar ini. Setelah ini ada yang mau aku obrolan kan sama kamu mumpung ketemu," kata Wah
Wahyu mendekati sang Dokter. Dia memandang Dokter tersebut."Saya mau bicara dengan Dokter, jadi ajak Abbi pergi," kata Wahyu.Della mengajak Abbi untuk pulang, sebelum pulang dia pamit pada Wahyu dan Dokter."Apa kamu sangat mencintai Della?" tanya Wahyu."Ya, aku mencintai dia," jawab Dokter."Tolong jaga Abbi, aku titip Abbi padamu. Anggap saja Abbi anak kandungmu," kata Wahyu."Itu sudah pasti, tapi tampaknya Abbi sangat mengharapkan kamu bersama dengan dia," kata Dokter."Itu tidak mungkin, aku dan Della sudah lama bercerai," kata Wahyu. "Aku hanya ingin kamu bahagiakan Della dan Abbi. Sejak dulu aku gak bisa melakukannya," kata Wahyu.Setelah mengatakan hal itu, Wahyu kembali ke kamarnya. Dia sadar bahwa dia tak pantas lagi untuk Della. Dia ikhlas jika Della bersama pria lain. Apalagi pria itu bisa menyayangi Abbi dengan baik.**Dua bulan kemudian, hari di mana Wahyu sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Dia sudah sembuh total."Dokter, aku titip surat ini. Berikan pada Della dan
Ternyata Della sedang dekat dengan seorang dokter di rumah sakit jiwa. Dokter itu merupakan teman Dinda saat SMA. Mereka memang belum memutuskan untuk menikah tapi mereka sudah saling mengenal keluarga masing-masing.Abbi tengah duduk di bangku rumah sakit jiwa bersama baby Sisternya."Mbak, kata mama papa udah gak ada. Tapi kok aku gak lihat makam papa," kata Abbi."Mbak juga gak tahu, Sayang," ucap Baby Sisternya.Abbi memilih untuk menanyakan hal itu pada orang lain. Dia menanyakan pada salah satu pembantu di rumah Aditia. Pembantu itu menceritakan pada Abbi siapa nama papa Abbi. Tapi Abbi merasa tak asing dengan nama tersebut."Mama, apa benar nama Papa aku itu Wahyu?" tanya Abbi."Kata siapa, Nak?" tanya Della."Kata Bibi," jawab Abbi. "Kata Bi Mina itu nama papa ku, aku kayak pernah lihat dia," jawab Abbi.Della langsung menegur pembantunya, namun saat itu Abbi mendengarkannya."Bi, aku gak mau ya kalau sampai Abbi tahu kalau papanya itu Mas Wahyu. Apalagi kalau sampai dia tahu
Kain penutup itu terbuka, dan wajah yang tak asing bagi Miko tengah tertidur di sana."Tidak mungkin," teriak Miko.Tangis Miko pecah seketika melihat anak yang dia besarkan dengan kasih sayang telah tiada. Dia melihat Sahara tengah menangis, dia memeluk Sahara."Naura ninggalin kita, Mas. Dia pergi," kata Sahara.Miko dan Sahara terlihat lemah, Nurmala menghubungi semua keluarga lalu mengurus jenazah Naura."Mas, Naura....ini mimpi kan, Mas?" tanya Sahara berderai air mata.Miko hanya mampu memeluk Sahara erat dan menguatkannya. Walaupun sebenarnya dia sendiri sangat rapuh.Dari kejauhan, Wahyu melihat jenazah Naura di masukkan ke kamar Jenazah. Dia diam-diam masuk ke kamar Jenazah setalah petugas pergi. Dia ingin melihat Naura yang terakhir kalinya.Setelah melihat wajah Naura, Wahyu tak bisa menahan tangis. Dia menyesal telah menyebabkan semua terjadi. Namun, penyesalan itu sudah terlambat."Naura, m
Sahara mendapatkan panggilan dari seseorang tak di kenal. Dia mengabarkan jika Naura berada di rumah sakit. Seketika Sahara menuju rumah sakit."Naura...apa ada pasien anak SD yang katanya kecelakaan, Sus?" tanya Sahara.Perawat membawa Sahara ke ruangan di mana Naura di rawat. Seseorang menunggu di sana."Maaf, Mbak. Saya benar-benar tak sangaja menabrak anak, Mbak. Saya melihat dia berlari dan saya tak bisa mengerem mendadak," kata pria itu."Keadaan anak saya bagaimana sekarang?" tanya Sahara."Kata Dokter, dia Koma, Mbak," jawabnya.Tidak berapa lama Miko datang, dia lalu meminta penjelasan pada orang yang menabrak Naura. "Saat saya turun dari mobil untuk memanggil ambulan, saya dengar ada yang bilang kalau anak Mbak di kejar seorang pria. Makanya dia buru-buru menyebrang, sepertinya tujuannya ingin ke kantor polisi," kata pria itu."Apa bapak melihat pria itu?" tanya Miko."Maaf, Pak. Saya tidak m
Kecewa itu yang di rasakan oleh Bang Omar. Teman yang dia anggap baik ternyata menusuknya dari belakang. Saat Bang Omar tengah mencari kontrakan baru, di jalan dia bertemu dengan Sahara dan Miko."Bang Omar...," panggil Miko."Eh Pak Miko," ucap Bang Omar."Abang mau kemana? Kok bawa si kecil?" tanya Sahara melihat si kecil ikut berpanas-panasan."Panjang ceritanya, Bu. Tapi ini saya mau cari kontrakan baru," jawab Bang Omar.Sahara dan Miko saling pandang, mereka merasa kasihan pada Bang Omar."Bang, mendingan Abang ikut ke rumah kamu saja. Di rumah kami masih ada kamar kosong," kata Miko. "Kasihan kalau Bang Omar kerja di kecil mau di titipkan siapa? Kalau di rumah saya kan banyak orang, ada yang jaga," kata Miko."Tidak usah, Pak Miko. Saya tidak mau merepotkan Pak Miko," tolak Bang Omar.Miko tetap memaksa hingga Bang Omar ikut ke rumah Sahara. Sampai di sana Bang Omar menceritakan soal apa yang terjadi saat